Setelah menimbang berbagai kriteria, akhirnya saya membeli Google Pixel 4a pada 4 November 2020 di MediaMarkt.
Harga aslinya 340,20€ namun karena ada pengurangan pajak terkait pandemi, saya hanya membayar 333,38€ saja, yang jika dikonversi ke rupiah, harganya sekitar Rp 5,5 juta.
Kini sudah hampir dua minggu saya menggunakan Google Pixel 4a dalam keseharian saya.
Tentu saja saya sangat puas dengan hasil kameranya yang hasilnya bisa dilihat di Instagram saya.
Saya menggunakan ponsel ini untuk menonton video di Youtube dan membuka media sosial.
Karena masa pandemi, saya juga jarang keluar dan mengandalkan koneksi wi-fi di rumah, sehingga pilihan saya untuk tidak menggunakan 5G rasanya sangat tepat.
Saya juga jarang bermain game terutama di ponsel, karena memang tidak begitu gemar bermain game.
Namun ada beberapa hal yang menurut saya kurang nyaman, yang perlu dijadikan pertimbangan jika ingin menggunakan ponsel ini.
Membeli Google Pixel 4a
Saya datang ke MediaMarkt di mal Alexa yang terletak di sekitar Alexanderplatz, Berlin.
Toko ini salah satu cabang MediaMarkt terbesar yang setiap kali saya datang ke sini, rasanya ingin memborong semuanya.
Selain datang ke toko, ponsel Google Pixel 4a juga bisa dibeli melalui situs Google Store, namun di Eropa hanya tersedia di Inggris, Spanyol, Italia, Irlandia, Prancis, dan Jerman.
Setelah memantapkan pilihan, saya ikut mengantre di area layanan pembelian.
Saya tidak sengaja menguping pembicaraan orang-orang yang antre di depan saya, dan rata-rata mereka membeli produk iPhone, mulai dari iPhone 12, iPhone 11, hingga iPhone SE.
Tapi dari yang saya lihat, kebanyakan membeli iPhone 12 atau iPhone 11 dengan menggunakan kontrak dengan operator telekomunikasi.
Sebenarnya membeli dengan model kontrak, harga perangkat tersebut bisa lebih murah, namun karena saya ogah ribet dengan urusan dokumen dan administrasi, saya memilih untuk tidak mengambil pilihan iPhone.
Saat tiba giliran saya, saya ditanya apakah saya juga hendak membeli ponsel dengan cara kontrak.
Saya menjawab tidak, dan saat tahu saya hendak membeli Google Pixel 4a, saya diarahkan untuk mendatangi salah satu pelayan yang sedang berkeliling.
Pelayan tersebut kemudian mengambil unit dari rak, lalu menggiring saya ke meja layanan untuk dibuatkan nota.
Nomor seri dan nomor IMEI ponsel dipindai ke dalam komputer untuk nantinya akan tercetak di nota.
Saya juga ditanya apakah saya hendak menyantumkan data saya di nota atau tidak, yang mana bisa berguna buat saya jika hendak melakukan klaim pengembalian pajak.
Karena saya membang berniat melakukan klaim pengembalian pajak, saya menyerahkan kartu identitas saya kepada petugas untuk dimasukkan ke nota pembelian.
Nota lalu diserahkan kepada saya untuk kemudian saya bawa ke kasir dan membayar, lalu mengambil barang tersebut.
Kemasan dan Fisik
Saya menerima Google Pixel 4a dari kasir tanpa ada pengecekan apa pun.
Kemasan masih tersegel rapih lengkap tanpa plastik, yang patut diacungi jempol untuk usaha Google menekan dampak negatif plastik terhadap lingkungan.
Di Jerman memang hampir semua barang bisa dikembalikan ke si penjual, tanpa perlu alasan tertentu.
Jika barang tersebut rusak dari pabrik, tentu bisa dikembalikan ke toko selama masih dalam masa garansi, yang mana untuk produk elektronik biasanya berlaku selama setahun.
Bahkan jika misal ternyata dalam waktu beberapa hari lalu merasa tidak suka atau tidak nyaman dengan si barang, pembeli bisa mengembalikan barang tersebut ke toko dan uang akan dikembalikan secara utuh asal seluruh perlengkapan misal kardus, nota, dan kondisi barang tidak cacat atau rusak.
Sungguh suatu sistem yang sangat mengandalkan kejujuran.
Kemasan Google Pixel 4a sendiri sangat sederhana, dengan kemasan berwarna putih bergambar ponsel dan beberapa informasi teknis di bagian samping bawah.
Dari informasi yang tertera, ponsel Google Pixel 4a ini diproduksi di Vietnam, dan aksesorisnya diproduksi di Cina.
Untuk importir, tertulis nama Google Commerce Limited, yang terdaftar di Dublin, Irlandia.
Ada dua segel stiker kertas di bagian belakang yang ditandai dengan tanda anak panah, yang memudahkan untuk membuka segel.
Setelah segel terbuka, saya mengangkat tutup kemasan ke atas, dan unit ponsel langsung terlihat.
Posisi ponsel tengkurap dengan memperlihatkan bagian belakang, di mana kamera utama, sensor sidik jari, dan logo G terlihat dengan jelas.
Sebuah lidah plastik yang berada di bawah memudahkan saya untuk mengangkat unit ponsel.
Di bawah ponsel terdapat wadah dari karton yang bila diangkat langsung terlihat buku petunjuk dan lembar garansi, di mana di baliknya tertempel pin pembuka slot kartu SIM.
Kabel USB-C, pengisi daya, dan adaptor USB-C ke USB-A berada di bawah dokumen-dokumen ini.
Ponsel terasa ringan karena bodinya terbuat dari plastik dan hanya ada satu pilihan warna yang tersedia, yaitu hitam, dengan permukaan matte.
Kamera utamanya terlihat sangat menonjol, bahkan di bagian dalam penutup kardus, diberi lubang khusus agar kamera ini masuk ke dalamnya.
Lidah plastik yang digunakan untuk mengangkat unit ponsel dari kemasan tadi juga merupakan plastik pelindung layar, yang sangat gampang dicopot.
Sensor sidik jarinya terasa dangkal, dan bila diraba dengan ujung jari saat layar ponsel menghadap wajah, agak sulit untuk ditemukan.
Permukaan plastik berwarna hitam matte ini juga sangat rentan dengan bercak dan noda keringat, namun di sisi lain sedikit memberikan gaya gesek yang cukup agar ponsel tidak tergelincir.
Meski begitu, sepertinya saya tetap akan memasang casing untuk melindungi dan memberi tambahan daya genggam pada ponsel yang bobotnya kurang dari 150 gram ini.
Ukuran layarnya 5,81 inchi dan tepian yang tipis, membuat ponsel ini nyaman digenggam dengan satu tangan.
Layarnya menggunakan OLED yang dilindungi dengan Corning Gorilla Glass 3.
Sekilas memang ponsel ini tidak memberikan kesan premium, namun lebih ke sederhana dan tidak begitu menonjol.
Apalagi kamera utamanya hanya satu yang ditemani dengan lampu kilat namun berada dalam satu bagian khusus yang menonjol, plus logo G di bagian tengah bawah membuat ponsel ini bisa dikenali dengan mudah.
Hal lain yang menjadi ciri khas ponsel Google Pixel 4a adalah warna tombol power-nya yang berwarna tosca atau kehijauan.
Tombol ini berada di bagian samping kanan atas, sementara tomobol volume berada di bawah.
Konfigurasi ini sangat berbeda dengan ponsel Xiaomi yang biasa saya pakai, di mana posisinya bertukar.
Saya masih sering salah memencet tombol ini, karena muscle memory saya masih belum terbiasa dengan posisi baru ini.
Tombolnya sangat terasa clicky, agak keras, namun responsif.
Di bagian atas terdapat lubang jack 3,5 mm yang kini mulai jarang ditemukan di ponsel-ponsel terbaru.
Lubang mikrofon kecil juga terlihat di bagian atas ponsel ini.
Kamera depan berada di pojok kiri atas, terbenam di balik kaca layar utama.
Model ini sering disebut dengan pin hole, di mana layar utama seperti terdapat lubang, namun secara umum tidak begitu mengganggu.
Pengeras suara utama untuk menjawa telepon terlihat sangat samar terlihat di bagian bingkai sebelah atas, tanpa memotong layar atau membuat poni seperti pada ponsel modern.
Slot kartu nano SIM berada di bagian samping kiri bawah, yang bisa dibuka dengan menyolokkan pin pembuka.
Di bagian bawah tentu saja terdapat colokan USB-C 3.1 yang mendukung fast charging Power Delivery 2.0 dengan menggunakan catu daya 18 W dan kabel bawaan untuk mengisi baterai Li-Po berdaya 3.140 mAh.
Android 11
Google menjanjikan perangkat Google Pixel 4a dan perangkat Pixel lainnya akan terus didukung dengan pembaruan hingga 3 tahun.
Selain itu, perangkat ini juga akan menjadi perangkat pertama yang menerima pembaruan mayor Android.
Seperti saat sekarang, di mana sebagian besar ponsel Android menggunakan Android 10, Google Pixel 4a sudah menggunakan Android 11.
Tentu saja, karena Google yang memiliki Android, tak heran jika Google mengutamakan ponsel produksinya terlebih dahulu.
Google secara berkala memperbarui sistem operasinya, yang mana biasanya ia lakukan saat ponsel sedang tidak digunakan, misal saat saya sedang tidur.
Namun frekuensi pembaruan ini juga bisa diset secara manual.
Antarmuka ini mengingatkan saya saat dulu suka mengganti sistem operasi ponsel Lenovo Zuk Z1 dengan AEX (AOSP Extended) yang merupakan hasil porting dari Android.
Tentu saja, banyak sekali perbedaan dari sistem operasi saat itu hingga yang terbaru ini.
Saya yang dulu sangat terbiasa dengan tampilan MIUI, harus mneyesuaikan diri lagi dengan tampilan yang ada.
Terutama fitur drawer di mana aplikasi yang terpasang bisa disembunyikan, tanpa memenuhi seluruh tampilan, jika dulu saya merindukan tampilan seperti pada iOS, kini saya sangat menyukai tampilan drawer ini.
Migrasi Data
Untuk migrasi data, karena saya menghubungkan akun Google saya, prosesnya sedikit lebih mudah, karena saya bisa melakukan sinkronisasi dari akun Google saya.
Saat pertama kali melakukan pengaturan pun, Google menawarkan cara untuk memindahkan data dari perangkat lama ke perangkat baru menggunakan kabel, yang sayangnya saat saya coba tidak berfungsi.
Saya tidak tahu di mana kesalahan saya sehingga ketika saat saya menghubungkan Xiaomi Mi 8 Lite saya ke Google Pixel 4a, saya tidak dapat memindahkan data tersebut.
Mungkin karena Xiaomi menggunakan MIUI yang beberapa fiturnya banyak dimodifikasi, atau ada hal lain yang perlu saya cek, karena kedua perangkat bisa sama-sama menjadi host USB, saya tidak tahu.
Untungnya data semacam riwayat panggilan, sebagian SMS, dan kontak saya bisa tersalin melalui akun Google.
Jika menggunakan ponsel Xiaomi, seluruh proses pemindahan data ini sangat mudah dilakukan menggunakan aplikasi Mi Mover, namun sayangnya aplikasi ini tidak tersedia untuk ponsel non-Xiaomi, alias tidak tersedia (lagi) di Google Play Store.
Namun karena saya sendiri ingin memulai dari “awal”, saya hanya perlu menyinkronkan data kontak dan SMS saja, dan memasang dari awal semua aplikasi yang ada.
Performa Google Pixel 4a
Secara umum, performa Google Pixel 4a sangat bagus, dan saya tidak menemukan kendala dengan lemotnya respon karena Android 11 sendiri sangat ringan dan minim bloatware.
Apalagi RAM-nya 6 GB, plus ditunjang prosesor 8 inti Qualcomm Snapdragon 730G berkecepatan 2,2 GHz (2 inti) dan 1,8 GHz (6 inti).
Grafisnya menggunakan Adreno 618 yang sangat lancar untuk memainkan game bergrafis tinggi semacam Asphalt 9: Legends.
Saya tidak mengukur performa ponsel ini dengan aplikasi Antutu sejak aplikasi ini hilang di Google Play Store, dan mengganti pengukuran dengan aplikasi 3DMark dan Geekbench 5.
Skor CPU menurut Geekbench 5 adalah 517 untuk single-core dan 15.28 untuk multi-core, sementara pengukuran grafis menggunakan Vulkan, skornya 1.056.
Pada aplikasi 3DMark, Google Pixel 4a meraih skora 1.002 untuk tes Wild Life (Vulkan) dan mendapat skor tertinggi 1.005 dan skor terendah 999 untuk Wild Live Stress Test yang berlangsung selama 20 menit.
Saya juga melihat grafis yang dihasilkan Google Pixel 4a terasa patah-patah dengan jumlah rata-rata 6 frame per second saat menjalankan tes dari 3DMark.
Menurut Geekbench 5, performa Google Pixel 4a setara dengan Samsung Galaxy S8, Xiaomi Redmi Note 8 Pro, Samsung Galaxy A71, dan Xiaomi Poco F1.
Kamera
Meski secara hardware tidak ada inovasi terkini, namun karena Google adalah perusahaan software, pemrosesan foto sebagian besar dilakukan di sisi software.
Di sini lah keunggulan Google dibandingkan dengan ponsel kelas menengah lain yang banyak mengandalkan jumlah lensa atau ukuran resolusi.
Dengan hanya 12,2 MP kamera utamanya yang memiliki aperture f/1.7 berukuran 27 mm (wide), Google Pixel 4a mampu menghasilkan foto yang tajam dan warna yang sangat menarik.
Menariknya lagi, hasil foto ini bisa diolah, misal mengubah fokus gambar, atau sudut cahaya setelah foto diambil.
Kamera Google Pixel 4a juga bisa menangkan rentang dinamis dari gelap ke terang dengan sangat baik.
Misal saat memotret obyek yang mana cahayanya sangat terang, area yang gelap bisa tertangkap detail-detailnya, mirip pada foto HDR, namun lebih halus dan tidak sekontras HDR.
Jika dulu saya berpikir beberapa puluh kali untuk mengambil foto yang menghadap ke matahari karena bisa dipastikan gambar yang dihasilkan adalah siluet, namun dengan Google Pixel 4a, saya berani memotret melawan matahari namun tetap dapat menangkap detail-detail obyek yang ada.
Yang paling menakjubkan adalah saat malam hari, atau cahayanya cukup minim.
Dengan mengaktifkan mode malam, Google Pixel 4a bisa menangkap cahaya dengan maksimal namun noise yang dihasilkan sangat rendah.
Seluruh foto saya ambil dengan menggunakan mode otomatis, dan mematikan lampu kilat.
Sayangnya kamera Google Pixel 4a seperti tidak berkutik saat digunakan untuk memotret di kondisi mendung, yang mana hasilnya kurang begitu cantik.
Memang, mendung cukup tricky untuk dipotret karena minimnya warna, namun menurut saya hasil fotonya masih lebih tajam dan keluar jika dibandingkan dengan hasil foto ponsel lain saat mendung.
Hasil foto-foto lainnya bisa dilihat di Instagram saya, yang saya mulai dari saat saya jalan-jalan di akhir musim gugur.
Kamera depannya sendiri malah jarang saya gunakan karena saya kurang suka mengambil foto diri atau selfie.
Namun saat saya mencoba mengambil foto selfie, hasilnya juga bisa dibilang sangat bagus karena menggunakan pemrosesan yang sama dengan kamera utamanya.
Bedanya, kamera depan hanya beresolusi 8 MP dengan aperture f/2.0 berukuran 24 mm (wide).
Untuk video, meski diklaim Google Pixel 4a mampu merekam hingga resolusi 4K pada 30 fps pada kamera utama, namun menurut saya hasilnya tidak begitu maksimal seperti pada saat digunakan untuk memotret.
Sementara kamera depannya mampu merekam video berukuran full-HD (1080p) pada 30 fps.
Namun ada hal yang agak sedikit mengganggu, di mana setelah saya memotret dan ingin melihat foto, hasil foto tidak langsung secara instan muncul, namun ada semacam jeda beberapa detik karena Google memproses foto yang baru saja diambil.
Meski begitu, saya tetap bisa memaklumi hal ini, karena hasil foto yang dihasilkan tidak mengecewakan.
Fitur lainnya adalah karena kamera ini terintegrasi dengan layanan Google, melakukan pemindaian obyek menggunakan fitur Google Lens dan mencari hal-hal yang terkait dengan obyek yang dipindah, misal ingin tahu nama bunga yang dilihat, nama makanan yang dilihat, bahkan menerjemahkan rambu atau tulisan secara real time.
Sensor Sidik Jari
Salah satu fitur yang saya sukai adalah sensor sidik jari, yang mana selain bisa digunakan untuk membuka kunci layar ponsel, juga bisa digunakan untuk otorisasi beberapa aplikasi terutama aplikasi perbankan.
Sensor sidik jari Google Pixel 4a berada di belakang dan posisinya sangat pas untuk disentuh dengan ujung jari saat menggenggam.
Responnya sangat cepat dan sangat sensitif, meski saat jari dalam kondisi basah, sensor beberapa kali gagal mengenali sidik jari saya.
Proses pengenalan sidik jari juga cepat, hanya dengan menyentuh beberapa kali, data sidik jari sudah tersimpan.
Google Pixle 4a juga bisa menerima beberapa informasi sidik jari, misal menggunakan sidik jari telunjuk kanan dan sidik jari telunjuk kiri untuk bisa membuka kunci.
Selain itu, sensor sidik jari ini juga bisa diatur untuk mengontrol perilaku, misal dengan mengusap sensor dari atas ke bawah untuk menggerakkan kursor dari atas ke bawah, seperti saat kita mengusap layar dari atas ke bawah.
Saya sendiri tidak mengaktifkan fitur ini dan hanya menggunakan sensor sidik jari untuk membuka kunci.
Namun karena ceruk sensor sidik jari ini sangat dangkal, saya sering tidak dapat menemukannya dengan mudah saat merabanya.
Mungkin dengan menambahkan casing, ceruk sensor ini akan lebih terasa bedanya dan mudah ditemukan oleh jari.
Google Assistant
Salah satu fitur yang saya suka dan cukup membantu saya adalah fitur “OK Google” atau Google Assistant yang sangat memudahkan saya untuk memerintah Google Pixel 4a saya.
Dengan hanya berkata, “OK Google”, Google akan mendengarkan perintah lalu melaksanakannya.
Untuk menggunakan ini, tentu saya harus mengaktifkannya, mengenalkan suara saya kepada Google supaya ponsel tidak sembarangan mengikuti perintah orang lain.
Yang menyenangkan, Google Assistant ini sudah bisa mengenali perintah dalam Bahasa Indonesia.
Jika sebelumnya saya belum pernah menggunakan fitur ini saat menggunakan Xiaomi, kini saya cukup sering menggunakan fitur ini, untuk bertanya hal-hal dasar semacam cuaca, nilai tukar mata uang, hingga memainkan musik.
Rupanya ini sangat menyenangkan, misal saat saya tengah bekerja dan tidak ingin lepas fokus namun ingin tahu prakiraan cuaca besok, saya tinggal bertanya ke Google.
Jika seperti ini, mungkin suatu saat nanti saya membeli perangkat Google semacam Google Nest Mini.
Google News
Selain Google Assistant, saya juga sangat terbantu dengan keberadaan Google News yang dengan mudah saya lihat dengan mengusap layar ke kanan saat berada di layar utama.
Google News ini sangat membantu saya dalam membaca dan menyaring informasi dan berita terbaru yang ada dalam Bahasa Jerman untuk informasi lokal Jerman, Bahasa Inggris untuk informasi internasional, dan Bahasa Indonesia untuk informasi di tanah air.
Saya juga bisa menyaring informasi yang tidak saya inginkan, yang mayoritas berasal dari Indonesia, yang menurut saya tidak penting, seperti berita receh atau gosip tidak bermutu.
Sementara berita dari Jerman dan internasional, terutama berita tentang perkembangan teknologi, paling saya sukai dan sering saya beri reaksi agar saya mendapat informasi dan berita sejenis.
Dari Google News ini saya juga bisa melihat ramalan cuaca dan dari menu Ringkasan, saya bisa melihat jadwal saya yang diambil dari Google Calendar.
Live Caption
Sebenarnya ini adalah fitur bawaan dari Android 10, yang mana menurut saya ini fitur sangat membantu.
Dengan sekali klik, saya bisa mengaktifkan caption atau teks dari video dan suara.
Ini sangat berguna jika kita berada di posisi sedang menonton video atau mendengarkan podcast, namun tidak bisa mengaktifkan suara.
Google akan membuat caption dari video bahkan pesan suara secara otomatis secara real time tanpa terhubung ke internet.
Ini menurut saya fitur yang sangat keren, walau masih terbatas bisa mengenali dan membuat caption berbahasa Inggris.
Cara mengaktifkannya pun mudah, dengan menekan tombol volume di samping, akan muncul sebuah ikon di bawah tombol pengatur volume.
Sekali tap untuk mengaktifkan, sekali tap lagi untuk menonkatifkan.
Saya biasa mengaktifkan fitur ini saat menonton tayangan siaran langsung berita di Youtube atau saat mendengarkan podcast yang semuanya berbahasa Inggris.
Tentu akan lebih menyenangkan jika suatu saat Google bisa mengintegrasikan fitur ini dengan penerjemahan, sehingga teks yang muncul merupakan hasil penerjemahan.
Now Playing
Untuk penggemar musik, mungkin sudah akrab dengan aplikasi semacam Shazam atau Soundhood, yang mampu mendeteksi judul lagu dari potongan musik yang didengar.
Google rupanya tidak mau ketinggalan dan mengintegrasikan fitur ini ke Android.
Saya bisa mengaktifkan fitur ini di Google Pixel 4a, di mana meski dalam kondisi terkunci, ponsel tetap bisa mendengarkan musik, mencari judulnya, dan menyimpannya ke dalam catatan riwayat lagu.
Google tidak mengirim informasi riwayat ini ke mana pun kecuali menyimpannya ke daftar lagu.
Ini sangat berfungsi saat misalnya di suatu kafe ada lagu asyik, lalu suatu saat tiba-tiba teringat lagu tersebut dan ingin tahu judu lagu tersebut.
Dengan menuju ke daftar riwayat lagu, kita bisa menemukan seluruh judul lagu yang didengar oleh ponsel.
Tentu saja, lagu ini bisa diputar melalui aplikasi musik yang diinginkan.
Jangankan lagu, Google bahkan bisa mencari judul lagu hanya dengan mendendangkannya.
Konektivitas dan Keamanan
Meski secara umum saya sangat puas dengan Google Pixel 4a, namun ada beberapa hal yang menurut saya agak tidak nyaman.
Ketidaknyamanan ini dikarenakan pengaturan keamanan dari Google yang menurut saya cukup ketat.
Memang kenyamanan selalu berbanding terbalik dengan keamanan.
Salah satunya adalah koneksi wi-fi yang saya rasa tidak stabil dan sering terputus, terutama jika ponsel idle agak lama.
Awalnya saya menduga karena fitur pengacakan alamat MAC wi-fi untuk faktor keamanan.
Namun setelah saya menghapus konfigurasi jaringan hasil impor dari Xiaomi saya dan terhubung kembali, koneksinya jadi lebih lancar.
Saya juga sempat kebingungan saat hendak berbagi foto dengan Google Pixel 3a milik istri melalui bluetooth.
Perangkat kami tidak terdeteksi, padahal perangkat lainnya bisa terdeteksi dengan baik baik dari Google Pixel 4a saya dan Google Pixel 3a milik istri saya.
Rupanya ini dikarenakan fitur keamanan yang diatur untuk hanya membagikan ke perangkat terdaftar dan terpercaya.
Setelah perangkat kami saling terhubung, kami bisa berbagi foto dengan lancar.
Wah, hasil foto-fotonya benar-benar bagus banget, Kak Zam. Aku sampai kaget sebab hasilnya mirip seperti pakai kamera DSLR hahaha.
Berarti temanku benar soal pernyataan bahwa juara banget si Pixel ini kalau dalam urusan foto. Hasilnya sangat memukau! Apalagi di foto pertama.