Sampai sekarang, saya masih mempertahankan nomor XL saya karena nomor tersebut masih terdaftar di berbagai layanan di Indonesia, terutama layanan perbankan.
Saya memang punya hubungan love-hate dengan XL, terbukti dengan saya tidak pernah berganti nomor yang saya miliki lebih dari 10 tahun lalu, namun sering kesal dengan layanannya.
Misalnya, saya muak dengan berbagai spam yang dikirimkan oleh XL melalui SMS, namun apa boleh buat, saya hanya bisa pasrah.
Saya pernah komplain terkait spam melalui Twitter, lalu spam sempat berhenti, kemudian tak lama muncul lagi.
Karena saya sudah terlalu lelah berdebat dengan mesin layanan pelanggan XL di Twitter, saya memasukkan nomor pengirim tersebut ke daftar blokir di Xiaomi Mi 8 Lite saya.
Terakhir kali saya berurusan dengan layanan pelanggan XL adalah saat mendatangi XL Center untuk mengubah layanan paksabayar ke layanan prabayar saat akan pindah ke Jerman.
Di Jerman, saya menggunakan layanan operator Vodafone, yang kartu perdananya saya beli di sebuah supermarket, dan melakukan aktivasi kartu dan verifikasi identitas melalui layanan panggilan video.
Sebelum menggunakan Vodafone, saat awal-awal pindah, saya menggunakan layanan roaming XL Pass selama 3 hari dan Mi Roaming selama 3 hari untuk mengakses internet selama di Berlin.
Soal koneksi internet seluler, dibandingkan dengan di Indonesia, di Jerman hitungannya lebih mahal.
Bila di Indonesia paket internet sebesar 2 GB yang aktif selama sebulan bisa dibeli dengan harga kurang dari Rp 50.000, di Jerman, saya harus merogoh kocek setidaknya 10€ yang bila dirupiahkan sekitar Rp 150.000.
Layanan yang didapat juga sama-sama 4G, namun seingat saya indikator sinyal di ponsel selalu menunjukkan 4G+.
Secara teknis, harusnya tidak ada perbedaan antara 4G di Indonesia dan di Jerman, namun saya merasa di Jerman koneksinya terasa lebih stabil dan cepat.
Penggunaan Telepon Seluler di Jerman
Sejauh pengamatan saya, orang-orang di Berlin lebih sering menggunakan panggilan telepon.
Sering terdengar orang bercakap-cakap sendirian, setelah ditengok, rupanya orang tersebut sedang berbicara melalui telepon.
Orang-orang sepertinya tidak merasa sungkan atau terganggu dengan berbicara melalui ponsel di tempat umum, baik saat di jalan, di kafe, hingga di dalam angkutan umum.
Saya bahkan bisa mendengar berbagai bahasa digunakan dalam percakapan telepon ini, namun tentunya saya tidak mengerti artinya.
In Berlin geh halt jeder seinen Weg, tiap orang punya urusannya masing-masing.
Di beberapa sudut bahkan terdapat telepon umum yang dipasang oleh salah satu operator seluler di Jerman, Deutsche Telekom, yang sepertinya menggunakan teknologi seluler untuk koneksinya.
Saya sendiri belum pernah mencoba karena untuk menggunakan telepon ini perlu kartu khusus macam kartu telepon umum di Indonesia pada zaman dulu, walau ada beberapa yang bisa menerima uang koin.
Agak menarik memang, di satu sisi, teknologi seluler begitu maju, bahkan jaringan 5G sudah mulai diujicoba di Jerman, namun banyak warga yang masih konvensional dan tidak terlalu mengikuti perkembangan.
Tidak perlu ponsel terbaru, telepon genggam konvensional yang hanya bisa digunakan untuk telepon dan SMS saja masih laku.
Situasi ini jauh berbeda dengan orang-orang di Indonesia yang begitu tergila-gila dengan ponsel, terutama media sosial.
Generasi menunduk sudah menjadi kebiasaan yang terbentuk.
Saya juga, bahkan saya pernah ditegur oleh teman kantor yang orang Eropa dan ditanya, kenapa saya terlihat asyik dan hampir selalu melihat ponsel.
Kini rasanya saya sudah tidak sesering dulu menunduk, mungkin karena saya bisa menikmati juga banyak hal di Berlin yang tidak saya temukan dari layar ponsel.
Konsumsi Internet di Jerman
Bicara soal koneksi internet, konsumsi saya terhadap koneksi seluler rasanya makin menurun.
Jika dulu rasanya saya haus sekali dan paket langganan data seluler selalu merasa kurang, kini saya merasa justru paket data saya terlalu berlebihan.
Tentu saja ini bias, dipengaruhi banyak faktor, dan tidak menghitung penggunaan data saya dalam rangka pekerjaan atau di rumah saat terhubung ke wi-fi.
Saya menggunakan koneksi internet melalui ponsel biasanya jika sedang duduk di dalam kereta S-bahn dan tram saat dalam perjalanan ke kantor.
Di kantor atau di rumah, saya biasanya terhubung ke wi-fi, sehingga saya bisa sangat hemat dalam menggunakan data.
Saya dulu menggunakan paket data Vodafone awalnya menggunakan paket data sebesar 2 GB sebulan karena biasanya konsumsi data internet di Indonesia segitu, namun lama-lama dengan paket data sebesar 400 MB sebulan, ternyata cukup.
Kadang malah kuota tersebut masih sisa dan saya harus merelakan paket data tersebut hangus karena sudah habis masa berlaku paketnya.
Mungkin karena saya jarang menonton Youtube atau mengakses internet yang membutuhkan kecepatan tinggi dengan koneksi seluler.
Sebagian besar saya menggunakan koneksi internet seluler untuk mengakses media sosial semacam Twitter, Instagram, membaca informasi di situs berita, atau menggunakan peta.
Ini rasanya berbeda saat saya berada di Indonesia, dengan aktivitas yang sama, sepertinya paket data 2 GB sebulan masih terasa kurang.
Saya juga sepertinya jarang menggunakan telepon atau SMS, sehingga saya hanya mengisi pulsa Vodafone saya seperlunya, minimal sebesar 5€.
Menggunakan Paket XL HotRod di Jerman
Suatu saat karena saya ingin mengaktifkan aplikasi internet perbankan yang mengharuskan koneksi internet berasal dari kartu SIM Indonesia, saya pun mengaktifkan paket data XL saya.
Awalnya saya kira biayanya akan mahal, karena terkena roaming, dan harus membeli paket XL Pass, namun karena butuh, ya apa boleh buat.
Apalagi saya masih punya banyak pulsa XL yang tidak pernah saya gunakan, di mana saya setiap bulan mengisi pulsa minimal sebesar Rp 25.000 untuk tetap mempertahankan nomor XL saya.
Yang menarik, di Jerman sepertinya tidak ada aturan soal masa aktif dan masa tenggang seperti di Indonesia, di mana selama nomor yang digunakan aktif alias terhubung ke ponsel dan ke jaringan operator seluler, maka nomor tersebut akan aktif seterusnya.
Namun jika nomor tersebut tidak aktif, dalam artian tidak terhubung ke jaringan operator seluler dalam beberapa bulan (tergantung aturan operator), otomatis nomor tersebut akan hangus.
Jadinya saya tidak perlu khawatir nomor Vodafone saya hangus selama saya masih menggunakan nomor tersebut di ponsel saya, meski pulsanya 0€.
Paling saya tidak bisa melakukan panggilan atai mengirim SMS (yang tak pernah saya lakukan sejak ada aplikasi pertukaran pesan instan).
Kembali ke XL, saya cukup bingung saat akan mengaktifkan paket internet XL ini di Jerman.
Dari aturan yang saya baca, saya harus memiliki paket data seperti HotRod untuk kemudian bisa digunakan dengan mengaktifkan paket XL Pas yang digunakan untuk askes roaming.
Namun rupanya setelah saya membeli paket HotRod Baru di aplikasi MyXL, internet saya langsung aktif tanpa perlu mengaktifkan XL Pass.
Saya tidak mengerti, apakah karena saya pernah terdaftar di XL Pass sebelumnya, namun saya kan tidak membeli paket xL Pass baru lagi.
Tapi ya sudah lah, saya beruntung dan tidak perlu lagi membeli paket XL Pass dan tentunya menghemat Rp 85.000 untuk XL Pass dengan masa berlaku 1 hari.
Sepertinya ini karena saya menggunakan APN www.xlgprs.net
dan bukannya menggunakan APN internet
seperti yang disarankan dari pesan SMS yang saya terima.
Uniknya, pilihan paket HotRod XL saya cuma ada 2 pilihan, yaitu paket 7 hari dengan kuota 1 GB seharga Rp 9.000 atau 500 MB seharga Rp 5.000.
Saya sendiri tidak menemukan paket HotRod ini di situs XL, kemungkinan nomor saya terdeteksi di luar negeri dan mendapat paket yang berbeda.
Setelah mengaktifkan paket XL HotRod Baru yang Rp 5.000 untuk paket data 500 MB selama 7 hari dan menyelesaikan proses pendaftaran aplikasi perbankan, saya pun menggunakan paket data yang ada sebagai paket data sehari-hari.
Rupanya tidak mengecewakan dan cukup bisa diandalkan karena XL menggunakan jaringan Vodafone dan terhubung ke jaringan 4G/4G+ dengan biaya yang jauh lebih murah.
Jika dihitung, dengan kebutuhan 500 MB selama 7 hari yang kemudian dikali 4, maka saya bisa mendapatkan kuota sebesar 2 GB untuk sebulan dengan harga Rp 20.000, dibandingkan dengan paket sejenis dari Vodafone seharga 10€.
Sepertinya saya akan menggunakan paket data XL ini untuk kebutuhan internet seluler saya mengingat biayanya yang jauh lebih murah dan mencukupi kebutuhan saya.
Perbandingan Kecepatan
Saya pun penasaran, apakah dengan menggunakan paket data XL, meski menggunakan jaringan Vodafone kecepatannya akan sama dengan menggunakan paket data Vodafone?
Menjawab penasaran tersebut, saya pun melakukan uji coba, dengan membeli paket data Vodafone sebesar 400 MB untuk diadu dengan paket data 500 MB XL.
Saya melakukan pengujian dengan menggunakan aplikasi Speedtest yang saya set lokasi server tujuannya ke 4 tempat, yaitu server Vodafone di Frankfurt, XL di Jakarta, DNS-net di Berlin, dan Deutsche Telekom di Berlin.
Selain kedua operator seluler tersebut, saya membandingkan kecepatannya dengan koneksi internet DSL yang saya pakai, yaitu 1&1 Versatel.
Berikut tabel ini hasil pengujian kecepatannya.
Operator | Vodafone (4G) | XL (4G) | 1&1 (DSL) | |||
---|---|---|---|---|---|---|
Server Tujuan | ⇓ Mbps | ⇑ Mbps | ⇓ Mbps | ⇑ Mbps | ⇓ Mbps | ⇑ Mbps |
Vodafone, Frankfurt | 83,03 | 22,99 | 5,69 | 1,59 | 99,63 | 36,40 |
XL, Jakarta | 31,19 | 5,32 | 16,53 | 3,70 | 103,60 | 21,14 |
DNS-net, Berlin | 37,95 | 4,00 | 2,65 | 3,43 | 99,88 | 36,76 |
Deutsche Telekom, Berlin | 17,39 | 20,27 | 1,00 | 2,15 | 99,97 | 36,56 |
Rata-Rata | 42,45 | 13,12 | 6,46 | 2,71 | 100,77 | 32,72 |
Dari hasil perbandingan kecepatan tersebut, tentu saja terasa benar perbedaannya, di mana dengan menggunakan paket data XL, kecepatannya jauh terasa.
Kecepatan XL jauh lebih lambat sekitar 6 kali lipat dari kecepatan Vodafone untuk download dan 4 kali lebih lambat untuk upload.
Ada harga ada rupa, di mana tentu saja harga yang saya bayar untuk Vodafone yang cukup mahal setara dengan kecepatan yang saya dapatkan.
Untuk pengujian, saya membeli paket data 400 MB seharga 2,99€ (sekitar Rp 45.000) untuk satu bulan.
Sedangkan harga paket data 500 MB XL harganya Rp 5.000 untuk 7 hari, alias sekitar Rp 20.000 untuk sebulan dengan paket data sebesar 2 GB (4×500 MB).
Meski begitu, saya yang hanya menggunakan internet untuk mengakses media sosial, meramban berbagai situs, membuka peta Google, merasa sudah cukup dengan kecepatan koneksi tersebut.
Sepertinya saya akan terus menggunakan paket data XL mengingat tarifnya yang murah, namun jika suatu saat saya membutuhkan akses internet 4G cepat, misal saat jalan-jalan di sekitar negara Uni Eropa, saya akan mengaktifkan paket data Vodafone saya.
Selesai menguji, saya mendapat notifikasi dari Vodafone, bahwa paket data saya tinggal 49 MB dari sebelumnya 400 MB, sementara saat saya mengecek penggunaan data dari XL, indikator paket saya tidak berubah dan masih menyisakan sekitar 215 MB dari jatah 500 MB.
Saya tidak tahu apakah ada kesalahan di indikator XL sehingga penggunaan data tidak langsung terlihat berkurang, atau memang penggunaan paket data untuk mengecek kecepatan dibatasi oleh XL sehingga penggunaannya sedikit.
Atau bisa juga Vodafone membatasi penggunaan paket data XL di jalurnya sehingga kecepatan yang saya dapat, meski sama-sama menggunakan 4G, hasilnya berbeda.
Pakai yang murah saja mas. Lambat ngga apa2 toh di sana banyak koneksi Wi Fi yang kencang, haha