Saya sudah cukup lama menjadi pelanggan setia XL. Dari masih bernama proXL hingga kini menjadi XL Axiata setelah diakuisisi perusahaan Malaysia, kira-kira hampir 10 tahun lalu.
Saya pun termasuk salah satu pelanggan yang pertama menggunakan layanan “paksa” bayar Xplor yang baru keluar saat itu. Awalnya saya menggunakan kartu pra-bayar Jempol, kemudian migrasi ke layanan pasca bayar Xplor karena malas beli pulsa, dan malas berganti nomor. Nomor saya pun, kalo tidak salah nomor Jogja (atau Solo, saya lupa).
Saya bisa dibilang jarang sekali mengeluh terhadap layanan XL. Menghubungi nomor layanan pelanggan 818 pun seingat saya tidak pernah.
Mengunjungi XL Center pun bisa dihitung dengan jari, kalo tidak salah kurang dari 5 kali. Saya ke XL Center pun untuk mengganti kartu SIM karena entah rusak atau terpaksa upgrade kartu agar bisa mendapat layanan terbaru XL.
Terakhir kali saya ke XL Center, adalah saat saya mengganti kartu SIM dari mini-SIM ke micro-SIM saat menggunakan Nokia Lumia 800 sekitar 2 tahun lalu.
Saya mengaktifkan layanan HotRod 3G+ untuk layanan pasca bayar dengan kuota 2,5 GB karena memang penggunaan internet saya di ponsel rata-rata hanya 2 GB. Saya cuma ngetwit, meramban, atau mengunggah foto ke Instagram.
Seperti layanan seluler lain, kadang layanan XL bermasalah. Saya sering kesulitan mengakses internet walau indikator sinyal penuh dan tanda 3G menyala. Di tempat saya tinggal, layanan internet XL cukup normal dan jika bermasalah masih bisa saya maklumi.
Jika bermasalah pun, saya paling misuh-misuh menumpahkan kekesalan di Twitter tapi ya sudah, saat layanan kembali normal saya pun kembali santai.
Namun sejak 25 Januari 2014, saya pun habis kesabaran. Selain seharian internet tidak bisa digunakan meski ada sinyal dan indikator 3G menyala, saya tidak bisa melakukan panggilan dan menerima panggilan. SMS pun sering gagal terkirim.
Saya memang baru beberapa bulan memindahkan kartu XL ke iPhone 4S. Layanan pun awalnya tidak ada masalah. Internetan, menelepon, dan mengirim SMS pun bisa lancar. Menyalahkan telepon kok rasanya aneh.
Saya pun mengungkapkan kekesalan di Twitter. Awalnya saya enggan komplain ke akun @XLCare karena saya sudah bisa menebak jawaban standar prosedur operasional mereka, yaitu menanyakan nomor telepon, handset, dan lokasi. Pikir saya, mengeluh ke XL Center pun belum tentu membantu.
Rupanya kekesalan saya di Twitter banyak yang menanggapi. Hampir semua mengeluhkan hal yang sama, layanan XL buruk. Berikut beberapa respon keluhan yang saya dapat dari teman-teman.
@matriphe protes soal XL yak? Neegh aku 6 taon pake XL tiap hari paling ga 2x dikirim ginian :/ pic.twitter.com/AqdZHCQl7Z
— Anggie Sukarno (@anggiezr) 24 Januari 2014
@matriphe malam ini banyak bener yg komplen ttg xl, yujo yo akeh pisan
— medina wulandari (@memethmeong) 24 Januari 2014
@matriphe kayaknya yg bapuk ga cuma xl, im3 juga weekend ini bedebah sinyalnya kerap blank :))
— riuusa (@riuusa) 25 Januari 2014
Seorang teman yang ternyata bekerja di XL yang mengikuti saya di Twitter, Tere, kemudian menghubungi saya secara personal dan menyarankan saya mengontak akun @XLcare.
Awalnya saya enggan, namun Tere bisa meyakinkan saya bahwa dia akan membantu menindaklanjuti keluhan saya. Saya pun akhirnya dihubungi XLcare melalui pesan personal (DM) di Twitter.
Saya pun mengikuti apa yang menjadi prosedur operasional mereka, yaitu memberitahukan nomor telepon, tipe ponsel, hingga lokasi. Saya pun menceritakan keluhan saya dan mereka berjanji untuk memberikan solusi. Hingga 4 “ranger” yang menangani saya berganti 4 kali, ^RY, ^ik, ^Oc, dan ^mt, namun masalah saya belom selesai.
Dugaan saya adalah sinyal di daerah tempat tinggal saya bermasalah. Begitu saya keluar dari daerah tersebut, layanan lancar. Hal ini tidak hanya dialami oleh saya, pacar saya yang menggunakan XL pun mengalami jeleknya layanan saat berada di tempat saya.
Tanggal 27 Januari 2014 pukul 13:22 WIB saya ditelepon oleh 818 (nomor layanan pelanggan XL) untuk dimintai konfirmasi tentang keluhan saya. Namun hingga sekarang (hingga tulisan ini dibuat) di tempat saya tinggal tetap bermasalah.
Beberapa kawan menyarankan saya untuk ganti operator daripada saya mengeluh terus di Twitter. Logikanya sederhana memang, kalo layanan jelek kenapa dipakai?
Saya mempunyai alasan tersendiri sehingga saya tidak berminat mengganti operator. Alasan pertama sudah saya kemukakan di awal, saya enggan berganti nomor, yang nantinya saya malah repot karena harus memberitahukan perubahan nomor telepon.
Kedua, sebagai pelanggan, saya berhak menuntut layanan yang baik. Poin ini yang ingin saya sampaikan bahwa, berganti operator rasanya kok sama saja kita membayar sesuatu namun kita tidak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak kita. Lagian, operator lainnya juga belum tentu baik juga layanannya, kan?
Ketiga, saya termasuk orang yang jarang sekali komplain. Kalo saya sampai komplain, berarti memang saya tidak bisa memberi toleransi. Boleh dong sekali-kali saya rewel menuntut hak saya?
Saya memang sering nyinyir terhadap kampanye dan iklan XL yang begitu agresif menarik pelanggan baru. Meningkatkan penjualan boleh-boleh saja, namun jangan melupakan pelanggan lama yang loyal menggunakan layanannya, dong.
Jika setelah komplain saya ini akhirnya jaringan di tempat saya tinggal beres, saya akan acungi jempol untuk XL. Namun jujur, saya sendiri tidak berharap banyak.
Saya sampai sekarang masih intens memberikan kabar perkembangan (yang sebenarnya tidak ada perkembangan, karena tetap tidak bisa dipakai) ke tim XL Care, karena saya memang serius ingin layanan kembali normal.
There’s no love for postpaid user mas. Dan ohiya, soal komplain sinyal ini mengingatkan saya pada tahun 2012. Ketika sinyal 3G di rumah tiba tiba modar karena sepertinya mereka pindah ke daerah yang lebih high profile atau semacamnya.
6 bulan saya komplen gada hasilnya… Sing sabar nggeh mas xD