Rekapitulasi Juli dan Agustus 2021

21 minutes 62 2

Selama Juli dan Agustus 2021, cukup banyak hal terjadi yang ingin saya tulis dan bagikan di blog ini, namun lagi-lagi alasan cliché yaitu soal waktu, membuat blog ini sedikit terbengkalai.

instalasi seni pameran “Send Me an Image” di C/O Berlin

Jika mengikuti saya di media sosial, terutama Instagram, saya cukup sering membagikan cerita saya di Instagram Story.

Tentunya sifatnya yang realtime dan singkat, membuat media sosial menjadi salah satu media saya untuk mendokumentasikan kejadian pada saat itu.

Saya beberapa kali merujuk ke unggahan di media sosial saya ketika membuat tulisan di blog, terutama soal waktu dan konteks yang terjadi pada saat itu.

Namun sayangnya, ketika hendak menulis cerita lengkapnya di blog, ada saja hal-hal yang membuat penulisan di blog tertunda.

Misalnya, waktu luang saya adalah saat akhir pekan, karena di hari kerja, saya sudah terlalu capek.

Di akhir pekan pun, kadang waktunya saya manfaatkan untuk benar-benar istirahat atau kegiatan yang tidak menyentuh komputer, seperti pergi berbelanja bersama istri atau jalan-jalan di dalam kota.

di depan instalasi pameran “Send Me an Image” di C/O Berlin

Perkara jalan-jalan di akhir pekan ini, saya sering berniat untuk menuliskan ceritanya di blog, minimal sepekan setelah kejadian.

Namun kemudian malah mundur karena di saat itu saya jalan-jalan lagi atau melakukan hal lain, sehingga rencana menulisnya tertunda lagi.

Makanya biasanya saya mengabadikan cerita jalan-jalan ini di Instagram Story, selain karena gampang, lagi-lagi rencananya akan saya jadikan rujukan blog.

Siklus ini terus berulang dan akhirnya rencana menulis di blog pun tak kunjung terlaksana.

Infinite loop, kalo menurut istilah dalam pengembangan perangkat lunak.

Oleh karena itu saya memutuskan untuk menuliskan seluruhnya di satu tulisan rekapitulasi apa yang terjadi selama Juli-Agustus 2021 lalu, seperti yang pernah saya lakukan.

Semoga di minggu depan, saya bisa membagikan tulisan yang lebih terkini.

Situasi Pandemi

data vaksinasi di Jerman hingga 2 September 2021

Sebelum bercerita lebih lanjut, saya berikan gambaran tentang situasi di Berlin terkait pandemi.

Di Jerman, dan umumnya Eropa, pembatasan terkait pandemi sebagian besar sudah dilonggarkan sejak Juni 2021.

Salah satu alasannya adalah proses vaksinasi yang berlangsung dengan lancar.

Hingga 10 September 2021, menurut dasbor vaksinasi, sudah 62% total populasi warga yang sudah tuntas vaksinasi, dan 66,4% warga setidaknya sudah mendapat vaksinasi yang pertama.

Meski begitu, angka penularan juga masih cukup tinggi, di mana pemerintah Jerman menggunakan metode pengukuran dan indikator yang terus diperbarui.

Jika dulu angka yang digunakan untuk memantau situasi adalah angka R (angka penyebaran alias replication), kemudian menggunakan jumlah kasus per 100.000 penduduk per pekan, dan kini diperingkas dengan metode lampu lalu lintas (traffic light system).

Angka R secara gampangnya adalah angka penularan, misal jika angka R-nya 1, artinya satu orang bisa menularkan penyakit ke 1 orang lainnya, demikian juga jika angka R-nya 2, berarti 1 orang bisa menularkan ke 2 orang.

Target pemerintah saat itu adalah membuat angka R rendah, di bawah 1, yang artinya menekan kecepatan penularan, dengan memberlakukan pembatasan alias lockdown.

Sementara sistem lampu lalu lintas menampilkan jumlah kasus per 100.000 penduduk per pekan dengan lebih mudah, yaitu visualisasi seperti pada lampu lalu lintas.

indikator lampu merah di Berlin yang diakses pada 11 September 2021

Sebuah area diberi warna hijau jika area tersebut hanya terdapat kurang dari 25 kasus per 100.000 penduduk dalam waktu 7 hari dan hasil tes positif di bawah 4%.

Jika jumlah infeksinya kurang dari 150, dan jumlah tes positifnya masih di bawah 4%, area tersebut mendapat warna kuning.

Daerah diberi warna merah jika jumlah kasusnya lebih dari kuning.

Saat tulisan ini dibuat, indikator lampu lalu lintas di Berlin warnanya kuning, karena hasil tes positifnya mencapai 7,6% dan jumlah kasusnya ada 83,7 kasus per 100.000 penduduk dalam 7 hari terakhir.

Aktivitas secara umun juga mulai normal lagi, di mana toko dan tempat wisata sudah bisa menerima pengunjung.

Masker KN95/FFP2 atau masker medis tetap wajib dikenakan saat berada di dalam ruang tertutup, sementara di ruang terbuka tidak ada kewajiban memakai masker.

Dulu sempat ada aturan untuk menunjukkan hasil tes negatif atau sertifikat vaksin, juga harus melapor ke aplikasi pelacakan Luca untuk masuk ke dalam toko, namun kini aturan tersebut sudah tidak diperlukan lagi.

Posko-posko tes antigen gratis juga makin berkurang jumlahnya, berganti dengan posko-posko vaksinasi.

Meski vaksinasi cukup mudah dilakukan, ternyata banyak juga orang-orang yang menolak vaksinasi karena berbagai alasan.

Pemerintah tidak kehilangan akal untuk memperlancar vaksinasi agar kekebalan komunitas (herd immunity) tercapai, yaitu dengan mewajibkan beberapa urusan untuk menunjukkan sertifikat vaksin atau hasil tes.

salah satu posko tes antigen gratis di Berlin yang semakin sedikit jumlahnya

Rencananya tes antigen gratis akan berakhir pada Oktober agar warga memilih vaksin daripada harus membayar untuk melakukan tes.

Tentu saja, tidak semua orang senang dengan keputusan ini, yang sering disebut dengan “querdenker“.

Beberapa kelompok, terutama yang sejak awal tidak percaya dengan pandemi, terus melakukan protes tiap pekan.

Terakhir, pada 28 Agustus 2021 lalu, demo besar-besaran menentang penanggulangan pandemi dilakukan di Berlin, di mana pesertanya kebanyakan berasal dari luar Berlin.

Warga Berlin yang tidak sepakat dengan kelompok ini juga melakukan demo tandingan, namun tentu saja jumlahnya kalah jauh dibandingkan mereka yang menentang.

Kelompok penentang ini memang kebanyakan berasal dari golongan kanan yang mana ini menjadi isu cukup penting karena tahun ini di Jerman akan diadakan pemilu legislatif pada 26 September 2021 yang tentunya akan menentukan siapa kanselir berikutnya pengganti Angela Merkel.

Vaksinasi Kedua

tuntas vaksinasi menggunakan BioNTech/Pfizer

Menurut jadwal, harusnya kami mendapat vaksinasi kedua pada tanggal 11 Agustus 2021, di mana untuk vaksi BioNTech/Pfizer, masa tunggunya paling lama 40 hari sejak suntikan pertama.

Namun rupanya kami bisa mendapatkan dosis kedua setelah 3 pekan atau 21 hari dari suntikan pertama.

Kami pun akhirnya memutuskan untuk mempercepat vaksinasi kedua karena kami berencana melakukan liburan musim panas, di mana untuk memperlancar urusan, kami ingin sudah tuntas vaksin.

Definisi tuntas vaksinasi adalah jika sudah lewat 2 pekan atau 14 hari dari tanggal suntikan dosis kedua.

Jika kami belum tuntas vaksinasi, kami perlu membawa hasil tes antigen negatif untuk melakukan check-in di hotel, dan kami merasa kurang aman jika belum mendapatkan vaksin.

mendaftar untuk mendapatkan vaksinasi dosis kedua

Kami mendapatkan jadwal baru vaksinasi pada tanggal 2 Agustus 2021 melalui aplikasi Doctolib, di tempat yang sama saat kami melakukan vaksinasi yang pertama, yaitu di Rumah Sakit Havelhöhe.

Urusan vaksin juga lebih cepat karena seluruh data kami sudah tercatat, di mana kami hanya perlu menyiapkan kartu asuransi kesehatan dan buku sertifikat vaksin berwarna kuning.

Antreannya juga tidak sepanjang saat kami melakukan vaksin yang pertama, meski di tempat itu masih membuka pemberian vaksin yang pertama untuk yang belum mendapatkan vaksin sama sekali.

Prosesnya juga sama cepat, di mana kali ini saya merasa lebih santai karena tahu bahwa suntikannya hampir tidak terasa.

Kali ini saya memberanikan diri melihat proses jarum suntik masuk ke lengan saya, di mana saya melihat petugas mengambil suntikan kecil sekali pakai yang sudah terisi dengan vaksin, kemudian membuang alat suntik sekali pakai ini ke tempat sampah khusus.

selesai mendapatkan suntikan vaksin kedua

Saya tidak melihat proses petugas mengisi alat suntik dengan vaksin, karena dosisnya sudah berada di alat suntik kecil yang tinggal diambil lalu disuntikkan.

Juga tidak ada basa-basi apa pun kecuali petugas mengonfirmasi ini adalah dosis kedua dengan menggunakan vaksin Comirnaty, merek vaksin keluaran BioNTech/Pfizer, membuat proses penyuntikan berlangsung singkat.

Setelah duduk-duduk menunggu selama sekitar 10 menit untuk mengantisipasi efek yang tidak diinginkan, kami pun pulang.

Kami sudah mempersiapkan diri terhadap efek samping, karena menurut cerita dan pengalaman teman-teman yang sudah mendapatkan vaksinasi BioNTech/Pfizer yang kedua, efek sampingnya lebih parah.

Namun kami justru tidak mengalami efek semping yang signifikan, bahkan bisa dibilang tidak ada efek sama sekali, dari keluhan pusing, mengantuk hingga nyeri di area bekas suntikan, juga hampir tidak terasa.

sertifikan vaksin digital dicetak di kertas

Sertifikat vaksin kami langsung muncul di aplikasi Doctolib begitu kami selesai mendapatkan vaksin kedua.

Ada dua sertifikat yang saya terima, yaitu sertifikasi vaksinasi pertama dan vaksinasi kedua, yang mana saat vaksinasi pertama, saya tidak mendapatkan sertifikat digitalnya.

Berkas sertifikat vaksin berupa kode QR dan informasi data beserta tanggal yang nanti bisa diunduh untuk kemudian dicetak atau dipindai ke aplikasi CovPass.

Kode QR ini lah yang nantinya dipindai untuk pemeriksaan, baik ditunjukkan dari aplikasi atau dengan membaca informasi yang ada.

Sertifikat vaksin yang tertulis di buku vaksin berwarna kuning juga berlaku, namun tentunya membawa-bawa buku vaksin ke mana-mana kan tidak menyenangkan.

apotek yang bisa mengubah sertifikat vaksin ke sertifikat digital

Tentunya sertifikat vaksin yang ada di buku kuning jgua bisa diubah ke format sertifikat vaksin digital, dengan cara mendatangi apotek-apotek yang menyediakan jasa konversi secara gratis.

Karena kami sudah mendapatkan kode QR ini, kami tak perlu datang ke apotek untuk mendapatkan sertifikat vaksin dalam bentuk kode QR, meski kami juga mendapatkan bukti vaksin di buku kuning.

Saya sendiri memilih menyetak sertifikat dalam format PDF ini, yang berbentuk lembaran kertas A4 yang bisa dilipat dan berukuran lebih besar sedikit dari ukuran paspor untuk saya simpan bersama paspor.

Dengan cara ini, jika bepergian, saya bisa menyelipkan kode QR sertifikat ini ke dalam paspor untuk mengantisipasi misal jika ponsel kehabisan baterai dan tidak bisa membuka aplikasi CovPass.

Team Event: Bermain Gokart

gokart terparkir di Kartland

Sejak bekerja dari rumah, tim saya di kantor hampir bisa dikatakan tidak pernah berjumpa secara langsung.

Apalagi tim saya ada beberapa rekan kerja baru yang bahkan belum pernah bertemu dan hanya berjumpa lewat layar Google Meet.

Tanggal 3 Agustus 2021, tim kami mengadakan kegiatan bersama alias team event dengan bermain gokart.

Hampir setahun lalu, kami bermain gokart bersama, yang mana kali ini pesertanya lebih banyak.

Kali ini tempatnya berbeda, yaitu di Kartland yang sirkuitnya jauh lebih besar dan bisa menampung lebih banyak orang.

Peserta balapan ada 9 orang, yaitu Azeez (Nigeria), Gabriel (Brasil), Tinkal (India), Tawsif (Bangladesh), Subash (India), Devang (India), Andrew (Amerika Serikat), dan Oleksandr (Ukraina), selain tentunya saya sendiri (Indonesia).

bersama rekan setim bermain gokart

Tim kami sebenarnya kurang lengkap, karena seorang lagi tengah bekerja secara remote dari Brasil, Giovanne, karena kondisi pandemi belum memungkinkan ia pindah ke Berlin.

Seorang lagi, Andrii (Ukraina), sayangnya tidak dapat ikut karena sedang sakit.

Saya bersama Azeez dan Gabriel pernah bermain gokart bersama, dan mereka ini lawan yang tangguh.

Meski ini adalah team event, namun aroma kompetisi sudah sangat terasa.

Setelah persaingan dua babak yang cukup sengit, gelar juara kembali jatuh ke tangan Azeez, yang disusul oleh Devang di posisi kedua, dan Oleksandr di tempat ketiga.

Mereka mendapatkan medali kecil yang menurut saya cukup menarik untuk mengapresiasi para juara.

Ulang Tahun Pernikahan

Bulan Agustus juga menjadi bulan istimewa kami, karena di bulan ini, kami merayakan ulang tahun pernikahan kami yang keenam.

Saya sengaja mengambil cuti selama 2 minggu untuk menghabiskan waktu lebih banyak bersama istri, selain untuk menghabiskan jatah cuti tahunan sesuai dengan aturan ketenagakerjaan.

Biasanya kami merayakan dengan melakukan jalan-jalan yang agak jauh, namun tahun kemarin kami merayakan ulang tahun pernikahan kelima di rumah saja karena situasi pandemi.

Ulang tahun pernikahan kami yang keempat dua tahun lalu kami rayakan di Roma, Italia.

Kami memang berencana melakukan perjalanan yang agak jauh, sembari menikmati liburan musim panas, namun situasi pandemi membuat kami lebih berhati-hati memilih lokasi.

makan barbekyu di restoran Korea, Arirang

Awalnya kami ingin pergi ke luar Jerman, namun melihat kondisi pandemi di luar Jerman, di mana beberapa negara jumlah kasusnya naik lagi karena efek liburan musim panas, kami memutuskan liburan di Jerman saja.

Apalagi syarat perjalanan antarnegara masih cukup ribet, membuat kami makin mantap untuk jalan-jalan di Jerman saja karena aturannya lebih sederhana, yaitu cukup menunjukkan hasil tes negatif atau sertifikat vaksinasi.

Pada ulang tahun pernikahan keenam kali ini, kami juga lebih banyak melakukan banyak hal bersama, mulai dari makan-makan, jalan-jalan ke beberapa tempat di Berlin, dan belanja-belanja.

Jika pada ulang tahun keempat, kami merayakan dengan makan siang di McDonald’s di Roma, pada ulang tahun keenam ini kami merayakan dengan makan siang di KFC, jajan es kopi di Starbucks, yang kemudian malamnya kami makan barbekyu di restoran Korea, Arirang.

Aktivitas Belanja

mencoba jaket di TK Maxx

Soal belanja, di bulan Agustus, saya membeli jaket murah merek kesayangan saya, Superdry, di toko fesyen barang bermerek namun murah, TK Maxx.

TK Maxx merupakan sebuah department store yang menjual barang-barang berbagai merek namun dengan harga yang lebih murah.

Biasanya barangnya merupakan barang sisa dari toko atau modelnya sudah agak kurang terkini, makanya tidak heran harganya lebih murah.

Semacam factory outlet atau toko awul-awul namun berkonsep semacam Matahari, di mana stok barang hanya yang tersedia dan terpajang di toko tersebut.

Jika misal ada barang yang bagus dan cocok, namun ternyata ukurannya tidak ada, ya harus merelakan untuk tidak memboyong barang tersebut.

Misalnya ada jaket atau sepatu bagus yang model dan harganya masuk, eh ternyata ukurannya tidak ada.

mencoba celana di Uniqlo

Perkara ukuran, sebagai orang Asia yang fisiknya lebih kecil, mencari barang fesyen menjadi tantangan tersendiri.

Saya yang kurus, sering menggunakan ukuran S, bahkan XS, yang ukuran ini jumlahnya tidak begitu banyak.

Tak jarang pula, busana saya justru ada di bagian anak dan remaja, karena memang secara fisik, ukuran badan saya memang tanggung.

Di TK Maxx, saya menemukan sebuah jaket tipis yang cocok untuk musim panas namun dingin.

Hidup di negara 4 musim memang perlu berinvestasi di beberapa jaket, dari jaket untuk musim dingin, musim peralihan (semi dan gugur), hingga jaket tipis yang cocok untuk menahan angin.

Begitu juga soal celana, karena di sini, ukuran di celana ada dua, yaitu ukuran lingkar perut dan ukuran panjang kaki.

Untuk ukuran celana, ini lebih sulit buat saya, karena saya ukuran saya sangat kecil, di bawah nomor 30, panjang kakinya sering kepanjangan.

Misal di celana tertulis ukuran 30/33, ini artinya ukuran lingkar perutnya nomor 30 dan ukuran panjang kakinya 33.

Memotong celana tentu bukan hal mudah karena di sini tidak ada tukang permak, dan jika ada, ongkosnya bisa sama dengan membeli celana baru.

mencoba topi di The North Face

Untuk jenama, saya biasanya pergi ke Primark karena murah, namun sayang ukurannya sering tidak ada.

Kali ini saya mendapatkan celana yang ukurannya pas di Uniqlo, karena mungkin sama-sama didesain untuk orang Asia, namun harganya tentu agak sedikit lebih mahal harganya.

Selain celana dan jaket, saya suka memakai topi, namun koleksi topi saya sedikit, hanya sebuah topi bergambar bintang yang saya beli di Vietnam beberapa tahun lalu dan sebuah topi Jack Wolfskin yang saya beli dua tahun lalu.

Saya memang hampir tidak pernah beli barang baru jika barang sebelumnya masih bisa dipakai.

Istri saya yang gemas karena saya hampir jarang ganti topi, mengusulkan saya untuk membeli topi baru.

Pilihan saya kemudian jatuh ke topi seri klasik 66 dari The North Face, yang menurut saya cukup simpel.

Dari situs The North Face, saya melihat topi ini tersedia di toko The North Face di mal Bikini Berlin yang tak jauh dari rumah.

Saya pun segera berangkat untuk melihat sendiri barang ini dan memboyongnya pulang.

2 responses
  1. Gravatar of Antyo®
    Antyo®

    Nikmatilah kehidupan, dengan maupun tanpa bercerita di medsos.
    Selamat untuk ultah keenam perkawinan. Terima kasih dulu mengundang saya di resepsi. 😇👍🇮🇩💌

  2. Gravatar of Phebie
    Phebie

    Selamat sudah vaksin keduax😀 Selamat ulang tahun pernikahan juga.
    Salut tapi walau sibuk bisa ngeblog bahkan update di IG. Aktif di twitter juga kan ya? Suka nungguin lho postingan barang-barang yang di review mas Zam.

    Kalau saya sertifikat vaksin saya cetak seukuran kartu kredit jadi bisa dibawa kemana-mana heuheuheu.