Vaksinasi Covid-19 Pertama BioNTech/Pfizer

15 minutes 92 5

Awalnya kami mendapat jadwal vaksinasi pada 23 Juli 2021 di pusat vaksin gedung pertemuan Messe Berlin yang kami dapatkan dari aplikasi Doctolib.

kampanye vaksinasi di Stasiun U-bahn Zoologischer Garten, Berlin

Aplikasi Doctolib ini pernah saya pakai saat berobat karena batuk yang tak kunjung reda, yang akhirnya membuat saya melakukan tes PCR untuk pertama kalinya.

Selama pandemi, saya baru sekali melakukan tes deteksi Covid-19, yaitu tes PCR karena hendak berobat, dan tidak pernah melakukan tes lagi meski tes antigen disediakan gratis oleh pemerintah untuk warga.

Bukan apa-apa, saya malas hidung saya dicolok-colok alat tes antigen, yang saat saya melakukan tes PCR, alat dimasukkan ke tenggorokan saya melalui mulut.

Oleh karena itu, agar tidak terpapar atau menularkan Covid-19, sebisa mungkin saya menerapkan protokol kesehatan, dengan mengikuti anjuran pemerintah.

Meski sekarang di Berlin aturan pembatasan terkait pandemi sudah longgar, saya tetap merasa kurang nyaman dan tetap menjalankan protokol kesehatan.

Kembali ke urusan vaksinasi, pada tanggal 24 Juni 2021 kami melihat ada jadwal kosong vaksinasi yang lebih cepat, yaitu pada 1 Juli 2021, namun lokasi vaksinasinya cukup jauh, di sebuah rumah sakit di area Spandau, pinggiran Berlin.

jadwal vaksinasi di aplikasi Doctolib

Kami beruntung bisa memilih vaksin yang kami inginkan, yaitu AstraZeneca, BioNTech/Pfizer, Moderna, atau Johnson & Johnson yang tersedia.

Untuk vaksin AstraZeneca, vaksin ini diedarkan melalui dokter umum atau klinik, sementara 3 vaksin lainnya diedarkan melalui pusat vaksinasi, rumah sakit, dan beberapa dokter.

Beberapa teman yang sudah ikut vaksinasi AstraZeneca pada suntikan yang pertama akan mendapat vaksin dari Moderna atau BioNTech/Pfizer di suntikan yang kedua, tentu dengan persetujuan si pasien.

Seorang rekan kantor asal Amerika Serikat, mendapat vaksinasi AstraZeneca di Berlin, lalu saat ia liburan pulang kampung ke Amerika Serikat, ia mengambil vaksinasi yang kedua dari BioNTech/Pfizer.

Rekan kantor yang lain ada yang memilih menggunakan vaksin Johnson & Johnson karena vaksin ini hanya membutuhkan satu kali suntik, karena di Juli ini ia berencana mengambil cuti liburan dan jalan-jalan.

Saya dan istri memilih vaksin BioNTech/Pfizer karena berbagai pertimbangan, salah satunya adalah efektivitasnya terhadap varian Delta.

Vaksinasi di Jerman memang tidak wajib, namun dengan memiliki sertifikat vaksin, beberapa urusan terutama bepergian, akan menjadi lebih mudah.

bilbor kampanye vaksinasi di Stasiun Utama Berlin

Menurut saya ini sebuah cara yang pintar dari pemerintah Jerman untuk “mewajibkan” warga ikut vaksinasi.

Seseorang dianggap telah tuntas vaksinasi jika tanggal vaksin keduanya lewat 14 hari, atau pernah terkena Covid-19 lalu sembuh pada 6 bulan lalu, dan tanggal vaksin pertamanya telah lewat 14 hari.

Saat mengajukan jadwal vaksinasi, kami langsung memilih jadwal vaksin pertama dan vaksin kedua yang jaraknya 40 hari secara otomatis.

Menurut jadwal Doctolib, vaksinasi kedua saya adalah pada tanggal 11 Agustus 2021.

Kami juga diminta mengunduh dokumen yang harus dicetak untuk ditandatangani, yaitu berupa selembar surat pernyataan kesediaan dan kesadaran ikut vaksinasi, selembar surat pernyataan kondisi kesehatan yang berisikan informasi alergi, dan lima lembar informasi terkait Covid-19 yang harus dibaca dan ditandatangani.

Keseluruhan dokumen menggunakan Bahasa Jerman dan tidak ada versi Bahasa Inggris.

Hari-H Vaksinasi

menuju lokasi vaksinasi dengan menggunakan bus

Karena lokasinya jauh, dan menurut Peta Google, waktu tempuhnya sekitar satu jam menggunakan bus, lalu jalan kaki selama 20 menit dari halte bus, kami berangkat 2 jam sebelumnya.

Pada aplikasi Doctolib juga diberikan peta lokasi dan informasi kendaraan yang digunakan, yaitu bus bernomor X34.

Cuaca saat itu gerimis dan cukup dingin, kami menyiapkan beberapa dokumen tambahan, karena tidak tahu apa yang akan digunakan sebagai bukti identitas.

Kami membawa paspor, kartu izin tinggal, kartu asuransi, hingga surat keterangan domisili.

Meski menurut informasi, jika mendaftar vaksinasi melalui aplikasi Doctolib, sertifikat vaksin digital akan dikirimkan melalui surel.

Sertifikat digital berupa kode QR ini lah yang nanti bisa disimpan di aplikasi untuk ditunjukkan dan dipindai oleh lembaga yang membutuhkan bukti vaksinasi, terutama di Eropa.

buku vaksin internasional berwarna kuning dan paspor

Namun karena ini Jerman, di mana proses digitalisasinya masih sedikit meragukan, kami membeli buku vaksin internasional berwarna kuning di apotek di stasiun kereta.

Harga buku vaksin ini pun melonjak hingga 5 kali lipat, karena tahu bahwa buku ini akan naik permintaannya, dari yang biasanya kurang dari 1€ kini harganya bisa 5€ per buku.

Kami membeli buku vaksin ini seharga 4,5€ per buku.

Buku vaksin internasional ini sering disebut “kartu kuning” yang diberikan kepada calon jamaah haji dan umroh setelah mendapatkan vaksin Meningitis.

Kami sempat salah turun halte karena mengikuti petunjuk Peta Google.

Memang dari peta tersebut, lokasinya cukup dekat dari halte tempat kami turun, tapi kami diminta jalan kaki melewati hutan menuju ke pusat vaksinasi, membuat kami ragu, lalu mengubah tujuan ke pintu masuk rumah sakit, naik bus kembali, turun di halte depan pintu utama rumah sakit, walau jarak jalan kakinya sedikit lebih jauh.

Rumah Sakit Komunitas Havelhöhe

pintu utama area Rumah Sakit Havelhöhe

Bayangan saya tentang rumah sakit pada umumnya langsung sirna saat tiba di area Rumah Sakit Havelhöhe alias Gemeinschaftskrankenhaus (GKH) Havelhöhe.

Pintu masuknya seperti masuk ke area pemukiman di tengah hutan.

Kami mengikuti petunjuk bertuliskan “Corona Ambulanz” menuju ke bangunan nomor 16 yang menjadi pusat vaksinasi.

Untungnya terlihat beberapa orang di depan dan di belakang kami, yang sepertinya juga hendak vaksinasi, yang cukup melegakan bahwa setidaknya kami tidak tersesat.

Memasuki area ini, suasana makin menarik, karena gedung-gedung rumah sakit berada di tengah hutan, mengingatkan saya pada film-film horor.

Wajar saja karena area rumah sakit yang berada di dataran tinggi di tepi Sungai Havel ini dulunya adalah akademi angkatan udara.

papan petunjuk arah di Rumah Sakit Havelhöhe

Bangunan rumah sakit didirikan pada tahun 1934, yang kemudian setelah perang, fasilitas ini digunakan untuk pusat perawatan TBC atau Tuberkolosis pada tahun 1950.

Kemudian di tahun 1960-an, area ini diubah menjadi rumah sakit umum dan menjadi milik Kota Spandau sampai akhir tahun 1994.

Karena dianggap terlalu berlebihan fasilitas sebagai rumah sakit umum, pada tahun 1995, rumah sakit ini diubah menjadi rumah sakit khusus antropofisis.

Kini rumah sakit ini dikelola oleh Yayasan Penyembuhan Antropofisi Berlin atau Gemeinnützigen Verein zur Förderung und Entwicklung anthroposophisch erweiterter Heilkunst e.V. Berlin yang berbadan hukum gGmbH.

Nama Havelhöhe sendiri berasal dari kata Havel (Sungai Havel) dan höhe yang berarti dataran tinggi.

Proses Vaksinasi

mengantre di pusat vaksinasi RS Havelhöhe

Setelah berjalan kaki selama sekitar 20 menit, kami akhirnya sampai di bangunan nomor 16 yang menjadi pusat vaksinasi.

Di sana sudah terlihat antrean cukup panjang, dan kami langsung berdiri di antrean ditemani gerimis tipis-tipis.

Kami menunggu selama sekitar 15 menit sebelum petugas memeriksa kelengkapan dokumen kami, meminta kami menyiapkan kartu asuransi, dan buku vaksin.

Untung kami sudah membeli buku vaksin sebelum berangkat tadi.

Jika tidak punya, petugas akan memberikan semacam kartu atau sertifikat berwarna putih sebagai bukti vaksinasi.

Tidak ada pemeriksaan temperatur badan seperti yang dialami beberapa teman sebelum masuk area vaksinasi, dan kami semua pakai masker.

Karena baru saja membeli buku vaksin, petugas meminta saya mengisi identitas di buku vaksin yang masih kosong tersebut, sembari menjelaskan bahwa buku vaksin ini nantinya bisa ditunjukkan sebagai bukti sudah menjalani vaksinasi mendampingi paspor.

bukti vaksinasi ditempel di buku vaksinasi

Kami lalu masuk ke ruangan, dan buku vaksin kami diisi oleh petugas, yang berisi tanggal vaksinasi, tujuan vaksinasi, jenis vaksin, dan tanda tangan atau identitas pemberi vaksin.

Pada bagian jenis vaksin, petugas menempelkan stiker bertuliskan Comirnaty yang merupakan nama produk vaksin berbasis mRNA buatan BioNTech/Pfizer dan kode batch vaksin.

Setelah duduk dan menyingsingkan lengan, saya mulai gugup membayangkan jarum suntik panjang seperti yang saya lihat pada sosial media teman-teman yang sudah vaksin duluan.

Saya termasuk orang yang takut dengan jarum suntik, jadi mengikuti vaksinasi ini merupakan tantangan besar saya.

Setelah petugas medis mengonfirmasi apakah ini adalah vaksinasi pertama saya dengan BioNTech/Pfizer, lengan kiri bagian atas saya terasa dingin karena disemprot alkohol.

selesai mendapat suntikan vaksinasi pertama

Saya sempat melirik sedikit dan rupanya alat yang digunakan bukan jarum suntik besar yang biasa saya liat, tapi semacam alat suntik kecil sekali pakai, yang mengingatkan saya akan tetes mata sekali pakai dengan dosis yang sudah ditentukan.

Sebelum menyuntikkan, petugas medis tadi meminta saya untuk santai, karena melihat lengan saya seperti kaku.

Dengan kikuk dan malu, saya berusaha melemaskan lengan lalu tiba-tiba ada rasa clekit di lengan kiri.

Rasanya juga cuma sedetik, dan tidak terasa jarum masuk ke lengan, hanya seperti kena ujung jarum saja.

Selesai, petugas langsung menempelkan plester ke bekas suntikan, dan meminta saya untuk pindah ke ruang tunggu dan duduk selama 10 menit jika misal merasakan gejala tertentu.

berkas vaksinasi yang harus diisi dan ditandatangani

Tidak ada konsultasi atau cek kondisi sebelum vaksin, minimal cek tekanan darah seperti yang dialami teman-teman di Indonesia.

Mungkin petugas percaya saja dengan dokumen yang telah saya isi, toh kalo berbohong, yang rugi kan saya sendiri.

Proses dari setelah dokumen diperiksa hingga vaksinasi selesai tak sampai 5 menit.

Tidak ada obat semacam parasetamol untuk pereda nyeri seperti yang diterima teman-teman di Indonesia, atau bahkan ada yang mendapat bingkisan makanan ringan alias snack box setelah vaksin, macam yang dialami teman-teman kami di Bekasi.

Setelah duduk menunggu di ruang tunggu selama 10 menit dan tidak merasakan gejala apa pun, kami pun pulang.

Dalam perjalanan pulang, kami tidak merasakan efek samping apa pun, kecuali hanya rasa mengantuk, yang entah karena hawa dingin karena hujan atau memang efek samping vaksin.

Efek Samping Vaksin

bangunan nomor 16 tempat vaksinasi di RS Havelhöhe

Saya sudah bersiap jika misal nanti ada efek samping alias KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi).

Beberapa teman melaporkan bahwa mereka mengalami pusing, demam, bahkan sempat tumbang sehari atau beberapa jam setelah vaksinasi.

Efek samping yang saya rasakan setelah 3 jam pascavaksinasi adalah rasa pegal di lengan dan rasa ngilu di bagian bekas suntikan.

Kepala juga pusing sebelah atau migrain, dan mata rasanya sangat mengantuk seperti habis begadang semalaman.

Saya sempat masuk kantor lagi setelah izin di siang hari, namun karena tidak kuat menahan pusing, saya izin sakit dan beristirahat.

Rasa lapar yang amat sangat juga saya rasakan, namun saya tidak tahu apakah ini efek samping vaksin atau saya memang lapar saja.

Keesokan harinya, saya tidak merasakan efek yang berarti, hanya lengan yang masih nyeri terutama jika area dekat suntikan tersentuh.

Istri saya mengalami efek yang serupa, hanya saja di keesokan harinya, ia merasa badannya lunglai.

Teman kantor yang sudah mendapatkan vaksinasi BioNTech/Pfizer sempat memperingatkan saya bahwa efeknya mungkin akan muncul 2 hari setelah vaksinasi seperti yang ia alami.

Namun saya tidak mengalami efek tersebut dan saya bisa mengatakan bahwa KIPI yang saya alami tidak seburuk yang saya kira.

Efek pegal di lengan juga sudah hilang, seiring dengan bekas suntikannya.

9 responses
  1. Gravatar of Phebie
    Phebie

    Congrats sudah di vaksin. Di sertifikat ditulis jenis vaksinnya nggak, mas Zam?

    Haha kalau di indo bukan dikasih snack lagi. Malah ada yang dikasih ayam hidup!😂 Sampai masuk berita CNN. Sekarang sih sudah diberlakukan hukuman keras kalau tdk mau vaksin. Termasuk untuk travel dan masuk ke Indo.

    Gravatar of Muhammad Zamroni
    Muhammad Zamroni

    ada. stiker di buku vaksinnya itu menunjukkan vaksinnya apa.

    yang di Indonesia agak menarik, meski udah full vaksin, tetap karantina kalo masuk Indonesia. la ngapaian? masuk Eropa, kalo dah full vaksin gak perlu karantina lagi.

  2. Gravatar of Fanny_dcatqueen
    Fanny_dcatqueen

    Naah itu, yg Indonesia pukul rata, mau vaksin ATO ga, ttp karantina.

    Ternyata itu buku kuning dijual yaa. Tp aku ga pernah liat dijual di mana. Eh tapi aku pernah dpt pas umroh, apa bisa dilanjutin di kotak bawahnya aja yaa.

    Cuma ragu yg ngisi :D. Soalnya kemarin pas vaksin aja aku ga diksh kartu kayak temen2. Yg ngadain polres Jaktim. Dia bilang print aja dr website Pedulilindungi. Semua datanya ada di sana. Ya sudah aku manut :D.

    Tp Krn blm 2x aku print ntr aja kalo udh lengkap. Sbnrnya pengen suntikan kedua dpt pfizer ATO moderna. Tp ga yakin udh tersedia.

    Sama kok mas, aku pas vaksin jg ga dpt apa2 hahahahah. Malah JD hrs antigen Ama si polisi :D. Semua yg vaksin hrs antigen dulu. Gratis, tp aku kan serem Idung dicolok2 itu :p. Udh trauma pas msh positif nth berapa kali dicolokin.

    Kayaknya kIPI AZ / pfizer ga jauh beda yaa. Mungkin Krn sama2 pake mrna buatan . Tapi kamu ga meriang demam ya mas? Aku Ama suami meriang demam. Tp aku cuma sehari, suami 3 hari.

  3. Gravatar of Daeng Ipul
    Daeng Ipul

    KIPI-nya luar biasa ya? Hahaha
    Sampai pusing begitu. Kemarin saya pakai Si Novac alhamdulillah efeknya tidak terlalu parah. Cuma ngantuk sama yaa keram di lengan

  4. Gravatar of morishige
    morishige

    Jadwal vaksin saya awal Agustus nanti. Setiap kali ngobrol di telepon dengan kawan-kawan yang sudah divaksin, saya selalu tanya efeknya bagaimana. Macam-macam ternyata. Ah, deg-degan juga saya nanti KIPI-nya bagaimana.

    Semoga sehat selalu di sana, Kang. 😀

  5. Gravatar of Zizy
    Zizy

    Ya memang KIPI itu efeknya beda-beda di tiap orang. Ada yang bilang Sinovac aman-aman saja eh tapi ada juga yang tepar, lalu ada yang pakai AstraZeneca bilang pasti bakal ada demam, tapi ada juga yang selo aja.
    Saya kemarin itu tidak ada KIPI, aman-aman saja, bahkan sempat heran kenapa tidak ada efek sama sekali. Ya semoga saja manjur ya vaksinnya.