Penggemar komik, terutama penggemar komik Tintin, Asterix, Lucky Luke, Smurf, Bul dan Bil, dan komik strip pasti tidak asing dengan Brussel.
Brussel memang melahirkan banyak komikus yang karyanya mendunia.
Sebagai penggemar komik dan istri yang juga ilustrator, berkunjung ke Brussel ibaratnya seperti naik haji.
Kami mengunjungi Museum Komik Strip serta berburu mural komik yang tersebar di berbagai penjuru Brussel.
Museum Komik Strip
Museum ini menjadi tujuan utama kami sebagai penggemar Tintin, Smurf, Lucky Luke, Bul dan Bil, dan komik strip.
Meski sebenarnya lebih condong ke museum komik strip, namun museum yang memiliki koleksi yang diperbarui secara rutin ini tetap cocok dikunjungi pecinta komik.
Tintin karya Hergé dan Smurf karya Peyo merupakan koleksi permanen museum ini.
Saat kami datang, di museum tengah ada pameran peringatan 60 tahun komik Bul dan Bil, pameran karya komikus sekaligus explorer Emmanuel Lepage, serta pameran komik Pico Bogue dan keluarga.
Di depan pintu masuk museum yang berada di Rue des Sables ini, terdapat penanda yang langsung mudah dikenali, sosok Smurf!
Begitu masuk ke dalam gedung bertema art nouveau ini, kami disambut dengan patung Lucky Luke yang tengah naik kuda, patung Smurf, roket merah Tintin, dan mobil merah dari komik Bul dan Bil.
Jika mendongak ke atas, tepat di lorong pintu masuk, terlihat komik-komik karya komikus Belgia tengah terbang keluar dari dalam peti.
Museum ini bernama lengkap Comics Art Museum / Belgian Comic Strip Center, Musée de la BD / Centre belge de la Bande dessinée (Bahasa Prancis), Stripmuseum / Belgisch Stripcentrum (Bahasa Belanda).
Gedung museum ini dibangun oleh arsitek Victor Horta pada tahun 1906 dan awalnya digunakan sebagai toko kain Magasins Waucquez.
Setelah toko bangkrut pada tahun 1970, gedung ini pun terabaikan, hingga beberapa komikus termasuk Hergé, berinisiatif mengubah gedung ini menjadi museum untuk menghargai komikus Belgia.
Kami tidak langsung masuk ke dalam museum, namun harus melewati semacam aula kecil yang menuju ke toko komik dan suvenir Slumberland, perpustakaan dan ruang baca, restoran, dan ruangan yang didedikasikan untuk Victor Horta.
Tanggal 6 Oktober 1989, museum ini diresmikan dan dibuka untuk publik oleh Raja Belgia Baudouin dan Ratu Fabiola.
Museum dan loket penjual tiketnya berada di lantai satu yang harus dilalui melalui tangga utama khas bangunan art nouveau.
Di samping tangga terdapat patung Tintin dan potret Hergé di sisi kanan serta roket merah Tintin yang khas berada di sisi kiri.
Saat meniti tangga, mata saya langsung tertuju ke sebuah gambar kecil yang tertempel di anak tangga ketiga dari atas.
Setelah diamati, ternyata di gambar itu ada Kapten Haddock yang terlihat terjatuh di depan tangga dan ditolong oleh Tintin dan Nestor.
Sebuah sentuhan menarik yang patut dipuji untuk sebuah museum komik!
Kami membeli tiket dewasa seharga 10€ per orang yang bentuk tiketnya bergambar komik dengan gambar yang berbeda-beda tiap tiketnya.
Terdapat ruang penitipan jaket dan loker gratis untuk menyimpan tas jika tidak ingin repot menenteng jaket atau memanggul tas.
Dari loket, kami masuk ke lorong yang menceritakan sejarah tentang komik strip yang terbagi atas beberapa tema dan segmen.
Sejarah Komik Strip
Di bagian ini, ruang pamer menceritakan tentang cikal bakal komik strip, terutama bercerita dengan gambar sudah ada sejak abad pertengahan.
Gaya bercerita dengan gambar ini kemudian berkembang di Inggris dan Jerman pada abad ke-19 dan mulai masuk ke koran pada abad ke-20 yang berkembang di Amerika Serikat.
Salah satu cuplikan komik strip terkenal adalah komik Little Nemo in Slumberland, sebuah cerita karya Winsor McCay yang dimuat pada harian New York Herald pada edisi 26 Juli 1908.
Potongan kisah Nemo dan ranjang berjalan yang ditampilkan di museum ini adalah saat Nemo bermimpi kasurnya berubah menjadi makhluk yang bisa berjalan dan merangkak ke luar kamarnya dan membawa Nemo berkeliling kota.
Sebuah replika ranjang yang tengah berjalan dipajang di museum ini menambah suasana komikal makin terasa.
Di ruangan lain menceritakan tentang bagaimana proses pembuatan komik strip, dari mulai mencari ide, melakukan riset, membuat rangkaian cerita, menggambar, mewarnai, menyetak, hingga memasarkan.
Proses panjang komiks strip ini ditampilkan lengkap dengan alat peraga dan video sehingga cocok untuk sarana belajar tentang komik strip.
Selain sarana belajar, di area ini juga terdapat berbagai alat peraga menarik tentang komik, misal sebuah lingkaran berisi potongan gambar dari bayangan Lucky Luke naik kuda, yang mana jika roda ini diputar akan membentuk animasi.
Beberapa patung tokoh komik juga dipajang di sini, cocok untuk berfoto-foto, termasuk patung Tintin, Profesor Lakmus, Kapten Haddock dan Snowy yang mengenakan pakaian astronot dari kisah Perjalanan ke Bulan.
Saya bersorak girang saat melihat patung Son Goku kecil dari komik Dragon Ball-Z sumbangan dari Akira Toriyama sang pengarang.
Ruang Pamer Tintin dan Hergé
Setelah puas menikmati sejarah komik strip, kami menuju ke lantai dua yang merupakan ruang pamer permanen dan ruang pamer khusus yang secara reguler berganti koleksinya.
Pecinta Tintin akan sangat girang berada di area ruang pamer Tintin yang didedikasikan khusus untuk Hergé.
Selain membahas luar dalam tentang Tintin, area ini juga memberi informasi tentang sejarah dan karya-karya si pengarang, Hergé yang bernama asli Georges Prosper Remi.
Yang menarik di tempat ini menurut saya adalah silsilah tokoh yang mengisi edisi komik Tintin termasuk berapa kali tokoh tersebut muncul di tiap edisi Tintin.
Setiap tokoh dari komik Petualangan Tintin mendapat sebuah panel yang berisi tentang karakter, dan penjelasan lain yang memberitahukan informasi lebih tentang si tokoh.
Misal Tintin yang digambarkan tanpa ekspresi untuk memudahkannya masuk ke berbagai situasi, termasuk saat menyamar menjadi orang ras lain (Cina, Eropa, Arab).
Kapten Haddock yang digambarkan ceroboh namun memiliki jiwa baik hati dan solider, Profesor Lakmus yang penuh perhitungan, si kembar Thompson dan Thomson, dan tentu saja si anjing kesayangan, Snowy.
Selain itu, penulisan nama-nama tokoh ini pun berbeda-beda, tergantung penerjemahannya ke bahasa apa.
Ruang Pamer Peyo dan Smurf
Ini adalah ruang pamer favorit saya sebagai pecinta Smurf!
Saya bahkan merasa ruang pamer Smurf ini lebih besar dari ruang pamer Tintin.
Di area ini, selain menampilkan kisah Peyo, yang bernama asli Pierre Culliford, juga terdapat alat-alat peraga dari komik Smurf, mulai dari rumah smurf, suasana di Desa Smurf, hingga karakter Smurf setinggi 3 buah apel ditumpuk!
Saya hampir lepas kendali di area ini, berfoto ke sana kemari dan hampir selalu berteriak kegirangan dan berpose di berbagai sudut.
Gemas sekali rasanya dan ingin membawa pulang smurf-smurf kecil ini!
Area ini banyak menampilkan potongan kisah-kisah Smurf yang absurd namun mencerminkan watak-watak manusia pada umumnya.
Sebagai pecinta smurf, saya smurf sekali hingga saya smurf dan hanya bisa smurf!
Saya melihat ada rombongan anak-anak seusia SD yang tengah datang berkunjung, dan reaksi mereka sama dengan saya, gemas saat memasuki ruang pamer Smurf dan Peyo ini.
Pameran 60 Tahun Bul dan Bil
Saya sendiri tidak mengikuti komik Bul dan Bil karya Jean Roba ini, namun istri saya rupanya salah satu penggemarnya.
Rupanya saat itu ada pameran untuk mengenang kelahiran komik ini yang muncul pertama kali pada tanggal 24 Desember 1959.
Berawal dari komik strip yang muncul di majalah Spirou dan ingin menyaingi serial Peanuts yang terkenal dengan si anjing Snoopy, komik ini pun berkembang menjadi album hingga serial televisi.
Di area ini, selain menampilkan komik-komik Bul dan Bil, juga terdapat replika rumah anjing Bil serta Carolin si kura-kura.
Kisah yang diangkat komik Bul dan Bil sendiri berisi tentang kisah yang terjadi antara anak kecil dan anjingnya dari keluarga biasa, sehingga kisahnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Pameran Emmanual Lepage The Explorer
Awalnya saya tidak tahu siapa Emmanuel Lepage, namun setelah melihat pameran karya-karyanya, saya langsung berdecak kagum dan salut dengan belaiau.
Emmanual Lepage adalah artis, komikus, ilustrator, sekaligus penjelajah yang begabung dengan tim penjelajah ke Antartika pada tahun 2010 dan mengabadikan perjalanan tim tersebut dalam gambar.
Pameran ini menampilkan karya-karya dari petualangan beliau, antara lain Voyages aux îles de la Désolation (Perjalanan ke Pulau Desolasi), Un printemps à Tchernobyl (Musim Semi di Chernobyl), dan La lune est blanche (Bulan Berwarna Putih).
Gambar-gambar karya Emmanuel Lepage sangat realistis dan sangat kuat menggambarkan situasi dan kondisi yang dilihatnya.
Saya sendiri tidak dapat membayangkan bagaimana beliau bisa berkonsentrasi menangkap visual yang dialaminya lalu menorehkannya dalam gambar ilustrasi.
Toko Suvenir Slumberland
Sebelum pulang, kami menyempatkan mampir ke toko suvenir Slumberland yang selain menjual suvenir juga menjual komik-komik karya komikus Belgia.
Saya baru tersadar, ternyata nama toko ini diambil dari kisah Little Nemo in Slumberland.
Komik-komik yang dijual di toko ini sebagian besar berbahasa Prancis dan Belanda, cocok bagi kolektor yang ingin mengumpulkan komik dalam berbagai bahasa.
Namun karena kami tidak ingin repot membawa komik-komik tersebut, saya hanya membeli selembar kartu pos bergambar Lucky Luke dan istri membeli gantungan kunci Kapten Haddock.
Yang menarik, kartu pos yang saya beli dibungkus dengan kertas bergambar komik!
Berburu Mural Komik
Salah satu agenda kami di Brussel adalah berburu mural komik yang tersebar di seluruh penjuru Brussel.
Proyek mural-mural bernama The Walls of The Comic Strip Walk ini berawal dari inisiatif pemerintah kota Brussel yang bekerja sama dengan Museum Komik Strip pada tahun 1991.
Awalnya proyek ini hanya untuk mengisi ruang-ruang dan tembok-tembok kosong di Brussel, namun akhirnya berkembang menjadi sarana untuk merayakan keberagaman dan eksistensi Brussel sebagai ibu kota komik.
Kini ada sekitar 60 mural komik yang tersebar di seluruh penjuru Brussel yang bagi penggemar komik seperti saya, mencari dan menemukan mural-mural ini menjadi petualangan tersendiri.
Namun rupanya ini tidak mudah, dari sekitar 60 mural, kami hanya menemukan tak lebih dari 11 buah.
Mural pertama yang kami temukan adalah mural Smurf yang berada di Carrefour d l’Europe yang digambar di atas kubah yang berada di samping Stasiun Brussel Central.
Kemudian kami menemukan mural Tintin di Rue de l’Étuve saat hendak menuju ke Mannekin Piss.
Saat berjalan hendak menuju ke Museum Komik Strip, kami melihat mural The Scorpion karya Marini di Rue du Treurenberg.
Kami pun meniatkan mencari mural-mural lain dan menemukan mural Nick’s Dream karya Hermann di perempatan Rue de la Senne dan Rue des Fabriques.
Tak jauh dari situ, kami menemukan mural Cori The Ship’s Boy karya Bob de Moor di Rue des Fabriques.
Mural Asterix kami temukan di sebuah tembok di area lapangan sebuah sekolah di Rue de la Buanderie yang juga terdapat mural Lucky Luke di ujung jalan yang sama.
Meski saat itu Brussel sedang gerimis, kami tetap mencari mural-mural ini dengan panduan peta Google.
Kami sempat bingung saat mencari mural Blake & Mortimer karya Edgar P. Jacobs di Rue du Houblon.
Setelah bingung akhirnya kami tahu dari papan pengumuman yang tertempel, rupanya karena sedang ada pembangunan, mural ini hilang dan akan dicat ulang setelah pembangunan gedung selesai.
Saya salut kepada pemerintah kota Brussel yang begitu peduli dengan mural ini, dengan memberi informasi kepada orang yang mungkin berburu mural seperti kami ketika ada muralnya yang hilang.
Perburuan mural kami lanjutkan hingga malam, dan kami menemukan mural Cubitus, Marsupilami, Bul dan Bil, serta Spirou.
Ahhh! Seru sekali, Kang! Saya senyum-senyum sendiri baca petualangan Mas Zam ziarah komik di Brussel. Pakai foto-foto bareng Son Goku pula. 😀 Sebagai khatamer Dragon Ball dari 1-42, pengen juga main ke sana dan foto bareng Son Goku. Hahaha…
Btw, soal Tin Tin, saya jadi inget waktu ngobrol sama kawan pejalan dari Prancis. Pas ngomong Tin Tin, dia heran sendiri kenapa saya ngomongnya “tintin” kayak suara orang nglakson. Ternyata dia baru ngeh kalau di tempat-tempat lain di dunia nggak semua orang bilang Tin Tin dengan “tantan.”
Mural-muralnya keren banget. Saya senang juga menelusuri mural. Kalau ada petanya, rasanya menemukan tiap mural itu kayak menemukan harta karun. 😀