Pernah baca buku Tini? Kisah petualang gadis kecil dalam kehidupan sehari-hari namun nampak menarik tersebut sempat menjadi bahan bacaan masa kecil istri saya.
Saya sendiri tidak ingat pernah membaca buku ini atau tidak saat kecil, namun kisah gadis yang bernama asli Martine ini menjadi inspirasi istri saya.
Marcel Marlier, adalah pencipta, pengarang karakter, dan ilustrator karakter Tini, bersama penulis naskah Gilbert Delahaye.
Saya sendiri merasa bahagia saat bisa membawa istri saya mengunjungi tempat yang dulu menjadi impiannya, Centre Marcel Marlier, di Mouscron, Belgia.
Berkunjung ke tempat ini serasa naik haji buat istri saya yang sangat ngefans dengan karya beliau dan menjadi acuan gaya menggambar istri saya.
Saat mengunjungi Belgia dan berwisata komik, kami menyempatkan mendatangi Mouscron pada 4 Februari 2020.
Mouscron (Bahasa Prancis) atau Moeskroen (Bahasa Belanda), kota kecil berpenduduk 58 ribu jiwa ini berjarak satu setengah jam dari Brussel dengan menggunakan kereta, dan berada tepat di perbatasan Prancis.
Menuju Mouscron
Meski pernah mencoba kereta antarkota antarnegara, namun ini pertama kalinya kami naik kereta regional ke luar kota di dalam satu negara.
Kami pun mengalami yang namanya salah naik kereta, karena sistem kereta yang sedikit berbeda dengan di Jerman.
Meski kami sebelumnya naik kereta regional dari Bandara Brussel ke Stasiun Brussel Central, kami tetap sedikit bingung dengan jadwal kereta di Belgia.
Jika bepergian dengan kereta regional di Belgia, tidak ada nama atau nomor kereta yang bisa menjadi acuan, tapi jurusan akhir kereta.
Kami membeli tiket di mesin penjualan tiket dari Stasiun Brussel Central ke Mouscron seharga 15€ per orang sekali jalan untuk kelas 2.
Saat membeli tiket pun, tidak ada informasi harus naik kereta apa, karena yang tertera di tiket hanyalah nama stasiun tujuan, bukan nama keretanya.
Apalagi jadwal kereta yang lewat di Stasiun Brussel Central ini banyak sekali, bergantian hampir tiap menit, sehingga membuat kami cukup bingung.
Dari petunjuk Google, untuk mencapai Mouscron, kami harus naik kereta tujuan Cortrai (Bahasa Prancis) atau Kortrijk (Bahasa Belanda) lalu turun di Mouscron tepat satu stasiun sebelum Cortrai
Setelah melihat jadwal di papan petunjuk, lengkap dengan jam dan nomor peron, kami pun memilih jam keberangkatan terdekat, yaitu pukul 09:32 dari peron 4.
Sesampainya di peron 4, dengan sabar kami mengamati layar monitor, menunggu tujuan kereta yang akan kami naiki muncul di sana.
Dengan yakin, kami naik kereta setelah papan pengumuman memunculkan Cortrai dan kereta berhenti di depan kami.
Kami sempat memastikan dengan bertanya kepada kondektur yang turun dari kereta tersebut, apakah benar kereta ini menuju ke Mouscron, dan beliau menjawab, “ya, nanti berganti kereta di Cortai”, katanya.
Meski agak kaget karena menurut Google, kami tidak perlu berganti kereta, namun karena kondekturnya sendiri yang mengatakan bisa turun di Mouscron, kami pun tetap naik.
Karena keretanya bertingkat, kami memilih duduk di atas agar bisa leluasa melihat pemandangan.
Kereta pun berjalan meninggalkan Stasiun Brussel Central tepat waktu.
Suasana di dalam kereta sangat sepi, di kereta bagian atas, hanya ada kami berdua ditambah satu orang penumpang saja.
Saya pun membuka Peta Google untuk memastikan apakah kami benar menuju ke Mouscron, namun saya pun langsung terkaget-kaget.
Kereta berjalan ke arah yang berbeda!
Jika merujuk Peta Google, jalur kereta kami harusnya menuju ke selatan, namun kereta yang kami tumpangi justru mengarah ke utara, menjauhi jalur berwarna biru yang muncul di Peta Google.
Walau agak panik, kami tetap menenangkan diri, sambil memikirkan rencana jika misal ternyata benar kami nyasar dan terpaksa harus beli tiket lagi, atau sialnya diturunkan dari kereta karena tiket tidak sesuai.
Tapi jika merujuk perkataan kondektur tadi, harusnya kami naik kereta yang benar.
Lagi pula di dalam kereta juga muncul informasi tujuan Cortrai di layar monitor yang tertempel di bagian atas pintu.
Kami mencoba menenangkan diri dan menikmati pemandangan yang kebanyakan diisi tanah lapang dan sesekali terlihat kincir angin pembangkit listrik.
Kereta yang kami tumpangi berhenti di 4 stasiun, yaitu Brussel Midi, Denderleeuw, Zottegem, dan Audenardee, sebelum berhenti di Cortrai.
Selepas Denderleeuw, kondektur yang kami tanya tadi mendatangi kami untuk memeriksa tiket.
Sembari menyerahkan tiket, kami bertanya sekali lagi, apa benar kereta ini bisa membawa kami ke Mouscron, lagi-lagi ia menjawab bisa namun harus berganti kereta di Cortrai sambil melubangi tiket kami.
Lega, karena berarti tiket kami masih berlaku, dan kami tidak salah naik kereta.
Belakangan baru kami ketahui, kami memang salah naik kereta, yaitu kereta dengan nomor IC 2332 jurusan Ostende/Oostende yang memang berhenti di Cortrai.
Sesampainya di Cortrai, kami menunggu sekitar 30 menit untuk naik kereta IC 19714 yang menuju ke Lille Flandres datang untuk membawa kami ke Mouscron.
Total waktu perjalanan kami dari Brussel Central ke Cortrai adalah 1 jam 20 menit.
Dari Cortrai ke Mouscron, memakan waktu 10 menit.
Jika menurut Peta Google, kami harusnya naik kereta bernomor IC 3231 dari Brussel Central yang sama-sama menuju Cortrai namun kami bisa turun di Mouscron yang berangkat pada pukul 09:39 dari peron 2.
Lucunya jika kami naik kereta ini, waktu tempuhnya menjadi sekitar 1 jam 45 menit.
Dari Stasiun Mouscron, menuju ke Centre Marcel Marlier bisa ditempuh dengan bus kota, yang terminalnya tepat berada di samping stasiun.
Namun karena Mouscron kotanya kecil, menunggu bus yang frekuensi edarnya tidak sebanyak di kota besar, apalagi di cuaca dingin, membuat kami memutuskan berjalan kaki saja.
Apalagi jaraknya hanya sekitar 1,2 KM yang menurut Peta Google, bila ditempuh dengan berjalan kaki waktunya sama dengan naik bus, sekitar 20 menit.
Sepanjang jalan menuju Centre Marcel Marlier, orang-orang seperti heran melihat kami, karena mungkin ada orang berwajah Asia di kota ini, apalagi Mouscron bukan kota yang turistik.
Centre Marcel Marlier
Lokasi Centre Marcel Marlier sangat cantik, berada satu area dengan salah satu bangunan tertua di Mouscron, Château Des Comtes.
Château Des Comtes dulunya adalah kastil yang dibangun pada tahun 1430, yang dimiliki secara bergantian oleh bangsawan di Mouscron.
Hingga pada tahun 30 Oktober 1945, gedung dan area sekitarnya menjadi area konservasi.
Properti yang kini menjadi milik kota Mouscron ini pernah terbakar pada tahun 1995 namun bisa direnovasi kembali.
Di area Château Des Comtes ini lah, Centre Marcel Marlier dibangun, untuk menghormati ilustrator yang berasal dari kota ini.
Suasana asri langsung terasa saat kami masuk ke gerbang melewati jembatan batu, serasa kami menyeberang ke kastil pada abad pertengahan.
Area yang dikelilingi semacam danau ini memang memberikan pemandangan berbeda, apalagi saya melihat banyak bebek dan angsa berenang-renang, bahkan melihat sepasang bebek mallard menyeberang jalan raya!
Saat kami datang, suasana sangat sepi. Sepertinya pengunjung museum ini hanya kami berdua.
Bahkan saat kami masuk, petugas resepsionisnya cukup kaget karena kami datang jauh-jauh dan tidak bisa berbahasa Prancis atau Belanda.
Kami pun bingung saat ditanya berasal dari mana untuk keperluan statistik pengunjung museum, akhirnya kami menjawab bahwa kami tinggal di Jerman namun berasal dari Indonesia.
Museum ini memang banyak dikunjungi oleh anak-anak sekolah, atau orang-orang dari Prancis, Belanda, dan Belgia, karena lokasinya yang berada di perbatasan tiga negara itu.
Petugas resepsionis menjelaskan bahwa di museum, seluruh keterangan menggunakan Bahasa Prancis dan Bahasa Belanda, tidak ada Bahasa Inggrisnya, dan memastikan apakah kami masih mau masuk.
Setelah membeli tiket seharga 5€ per orang dan menerima tiket yang lucu sekali desainnya karena bergambar karakter Tini, kami masuk ke museum kecil ini dengan mengikuti petunjuk jejak kaki anjing yang tertempel di lantai.
Sekilas Marcel Marlier
Marcel Marlier adalah artis dan ilustrator Belgia yang lahir pada 18 November 1930 di Herseaux yang kini bernama Mouscron.
Karyanya yang paling terkenal adalah Martine, yang bukunya sudah beredar ke penjuru dunia dan diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Bahasa Indonesia.
Di Indonesia, buku anak karya Marcel Marlier ini, nama Martine diterjemahkan menjadi Tini, nama yang sangat Indonesia sekali.
Berawal dari sebuah kompetisi yang diadakan oleh penerbit buku La Procure à Namur untuk proyek ilustrasi buku sekolah anak-anak, Marcel Marlier memenangkan kompetisi tersebut.
Setelah 25 tahun bekerja untuk penerbit La Procure à Namur, pada tahun 1951, Pierre Servais dari penerbit Casterman mulai mendekati Marcel Marlier untuk mendorongnya untuk membuat buku untuk anak-anak.
Hingga akhirnya pada tahun 1954, bersama penulis cerita Gilbert Delahaye, Marcel Marlier menciptakan ilustrasi karakter Martine serta seluruh tokoh pendukungnya.
Ada 60 seri Martine yang diterbitkan dan hingga saat ini buku ini masih dicetak ulang.
Sudah lebih dari 100 juta salinan buku Martine dan menjadi buku anak paling laku.
Tahun 1969, Marcel Marlier juga membuat sendiri buku anak-anak berjudul Jean-Lou and Sophie.
Saat penulis Gilber Delahaye meninggal pada tahun 1997, Jean-Louis Marlier, putra Marcel Marlier menggantikan peran penulis cerita Martine.
Seri buku terakhir Martine diterbitkan pada 2010 dengan judul Martine et le prince mystérieux (Tini dan Pangeran Misterius).
Marcel Marlier meninggal pada 18 Januari 2011 di Tournai, tak jauh dari Mouscron, pada usia 80 tahun.
Isi Museum
Centre Marcel Marlier yang dikonsepkan untuk anak-anak, selain memajang memorabilia dan kisah hidup Marcel Marlier, banyak alat peraga interaktif yang bisa dimainkan.
Di lantai bawah banyak memajang buku-buku dan karya-karya Marcel Marlier, mulai dari foto masa kecil, alat-alat yang ia gunakan saat menggambar karakter Martine, ilustrasi, lukisan, dan sampul buku Martine dari tahun ke tahun yang berubah mengikuti desain perkembangan zaman.
Ada sebuah meja gambar di mana anak-anak bisa mengambil kertas, lalu melakukan tracing ke gambar karakter dari buku Martine.
Saya asyik melihat sebuah video interaksi yang menceritakan bagaimana Marcel Marlier melakukan riset sebelum menggambar tokoh, mengamati gerak-gerik manusia, sehingga bisa menggambarkan ilustrasi yang cantik dan natural.
Marcel Marlier juga kerap membawa kamera untuk memotret suasana yang kemudian menjadi referensinya dalam membuat ilustrasi.
Seluruh video interaktif dan alat peraga menggunakan Bahasa Prancis dan Bahasa Belanda, yang untungnya kami mengerti sedikit Bahasa Jerman yang mirip dengan Bahasa Belanda, dan lebih banyak membaca dan mendengarkan informasi dalam Bahasa Belanda.
Menuju lantai atas, di depan tangga, kami melihat seluruh seri Martine dipajang dari dinding hingga ke langit-langit.
Di lantai atas lebih banyak menampilkan alat peraga interaktif yang memang dikhususkan untuk anak-anak.
Tema alat peraga di sini masih seputar tokoh, karakter, dan latar belakang dari kisah Martine.
Dari sebuah peta yang terpasang di museum ini, saya baru tahu bahwa kisah Martine di Asia hanya diedarkan dan diterjemahkan ke Indonesia dan Malaysia.
Di Indonesia, Martine diterjemahkan menjadi Tini, sedangkan di Malaysia, karakter ini bernama Martini.
Nama-nama lain Martine yang diterjemahkan ke berbagai bahasa antara lain Debbie (Amerika Serikat), Emma (Inggris), Matyanka (Polandia), Andreea (Romania), Marica (Macedonia), Aysegül (Turki), Touline (Libanon), Miriam (Israel), dan sebagainya.
Di akhir museum, terdapat sebuah ruangan yang diubah menjadi semacam ruang kelaa sekolah yang sepertinya digunakan untuk memberikan informasi saat ada tur anak-anak.
Pada papan tulis tertulis sebuah kutipan dari Gilbert Delahaye, yang berbunyi sebagai berikut.
Mieux vaut, pour bien quitter la terre.
N’y laisser que de bons amis.
Un poème sous chaque pierre.
Un fusil qui n’a pas servi.Lebih baik meninggalkan bumi.
Tinggalkan hanya teman baik di sana.
Sebuah puisi di bawah setiap batu.
Senapan yang tidak digunakan.
Galeri Foto
Kembali ke Brussel
Setelah puas mengunjungi Centre Marcel Marlier, kami kembali berjalan kaki menuju Stasiun Mouscron.
Udara yang cukup dingin membuat kami sedikit bergegas berjalan di trotoar di depan rumah-rumah mungil lengkap dengan carport di setiap rumahnya.
Sepertinya hampir semua orang punya mobil di kota kecil ini, meski ada bus kota sebagai pilihan transportasi umum.
Sampai di Stasiun Mouscron, kami kembali memastikan jadwal kereta di papan yang akan membawa kami kembali ke Brussel.
Kami mengecek kembali rute kereta yang akan kami naiki supaya tidak salah lagi.
Tiket pulang sudah kami beli sejak di Brussel, sehingga kami tak perlu mencari-cari mesin penjual tiket.
Kami naik kereta IC 3214 jurusan Saint-Nicolas/Sint-Niklaas untuk turun di Stasiun Brussel Central yang berangkat pada pukul 14:49 dari peron 2.
Kalau nggak salah pernah lihat Tini, Kang. Tapi nggak nyangka kalau itu terjemahan. 😀
Btw, saya baru inget kalau waktu SD atau SMP saya pernah punya beberapa koleksi Cedric. Pas tak cek barusan, kaget mendapati bahwa ternyata pengarangnya orang Belgia juga hahaha. Banyak bener ya ilustrator dari Belgia?