Setelah saya mendapatkan visa Blue Card, saatnya istri saya mengurus visa kumpul keluarga (family reunion) di Kedutaan Besar Republik Federal Jerman.
Jenis visa kami berdua berbeda, karena saya akan menjadi sponsor dan penanggung istri saya selama tinggal di Jerman, maka visa keluarga baru bisa diurus setelah visa saya keluar.
Biasanya visa kumpul keluarga diurus oleh orang yang memiliki pasangan atau kerabat warga negara Jerman, namun bisa juga visa ini digunakan untuk keluarga yang ingin tinggal bersama dengan pasangan atau kerabat warga negara Indonesia yang tinggal di Jerman.
Rupanya mengurus visa kumpul keluarga ini tidak selancar dan secepat saya mengurus visa kerja. Ada beberapa dokumen yang harus kami lengkapi dahulu karena kurangnya informasi yang kami dapatkan secara detail.
Proses pengurusan visa kumpul keluarga di kedutaan dilakukan oleh istri saya sendiri. Seluruh tulisan berikut dituliskan berdasarkan pengalaman istri dan saya yang membantunya.
Mengurus Visa Kumpul Keluarga
Visa kumpul keluarga termasuk dalam visa nasional yang memiliki masa tinggal lebih dari 90 hari.
Ini berbeda dengan visa kunjungan keluarga, yang masa tinggalnya kurang dari 90 hari, di mana visa ini bisa dicakup oleh visa Schengen.
Dokumen yang diminta untuk mengajukan permohonan visa keluarga juga berbeda, jumlahnya jauh lebih sedikit dari saat saya mengurus visa Blue Card, namun secara umum proses permohonannya sama, yaitu membuat janji melalui situs kedutaan, datang ke kedutaan, menyerahkan dokumen, membayar biaya visa, dan mengambil visa.
Membuat Janji Permohonan Visa
Tanggal 27 September 2018, setelah saya membuat janji di kedutaan untuk mengurus visa Blue Card, saya membuatkan janji untuk istri saya melalui situs kedutaan, dan mendapat jadwal paling cepat pada tanggal 9 Oktober 2018 jam 12:45 WIB, dengan asumsi visa Blue Card saya selesai dalam waktu 2-3 hari.
Namun rupanya saya salah perhitungan, karena visa Blue Card saya baru selesai tanggal 5 Oktober 2018, saya pun membatalkan janji pada 4 Oktober 2018 dan membuat janji ulang keesokan harinya pada 5 Oktober 2018 untuk tanggal 11 Oktober 2018 di jam yang sama, 12:45 WIB.
Seperti saat saya membuat perjanjian sebelumnya, saya memastikan dan mengecek ulang informasi yang saya masukkan saat membuat janji ini. Seluruh informasi mulai dari nama istri, nomor paspor istri, dan tanggal lahir harus sesuai, jika tidak, petugas bisa menolak permohonan bahkan sebelum masuk ke pintu kedutaan.
Konfirmasi janji dikirim ke e-mail, dan saya menyetak e-mail konfirmasi ini karena di dalamnya terdapat kode nomor konfirmasi yang nantinya akan saya tunjukkan ke satpam saat akan masuk ke kedutaan.
Datang ke Kedutaan
Sesuai dengan jadwal, saya dan istri datang ke Kedutaan Besar Republik Federal Jerman, pada 11 Oktober 2018.
Setelah memarkir sepeda motor di Graha Mandiri, kami berjalan kaki menuju kedutaan, dan dicegat oleh satpam yang memeriksa kelengkapan dokumen.
Kami sampai di kedutaan sekitar jam 11:45 WIB, lebih awal satu jam dari jadwal yang kami buat.
Satpam hanya memperbolehkan istri saya masuk, meski saya sudah menjelaskan bahwa saya akan membantu istri saya.
Rupanya peraturan tetap peraturan, yang bisa masuk hanya yang namanya terdaftar saja.
Saya kemudian menyerahkan tas berisi seluruh dokumen yang sudah dipersiapkan ke istri saya, menyerahkan uang sebesar Rp 1.250.000 untuk membayar visa, dan melepas istri saya masuk sendiri ke dalam gedung kedutaan.
Rupanya saya tidak sendiri. Saya melihat ada bule warga negara Jerman yang juga duduk-duduk lesehan di depan pintu kedutaan karena tidak dapat masuk.
Belakangan saya mengetahui, rupanya ia juga menunggu istrinya yang orang Indonesia juga sedang berada di dalam, mengurus visa kumpul keluarga.
Selama berada di dalam kedutaan, saya tidak bisa berkomunikasi dengan istri saya.
Sembari menunggu, saya menghubungi Fame, penulis buku Kelana yang berkantor di Gedung Deutsche Bank, yang berada di belakang Kedutaan Besar Republik Federal Jerman, untuk berjumpa dan ngopi-ngopi di Lettice Cafe.
Jam 14:00 WIB, saya kembali ke depan pintu kedutaan untuk menunggu istri saya keluar. Perkiraan saya, jam segitu harusnya sudah selesai.
Tunggu punya tunggu, rupanya istri saya baru keluar dari kedutaan jam 15:00 WIB. Rupanya jadwal penyerahan dokumen dan wawancaranya molor, di mana istri saya baru dipanggil ke loket pada jam 13:30 WIB.
Dokumen yang Dibutuhkan
Dokumen yang kami persiapkan adalah, berkas wajib, yaitu formulir permohonan, pernyataan pasal 54 dan 55 undang-undang izin tinggal.
Dua lembar pasfoto biometris (terlihat muka) berlatar belakang putih berukuran 3,5 cm × 4,5 cm kami sisipkan menggunakan penjepit kertas.
Tak lupa fotokopi paspor istri saya dan paspor saya yang sudah ada visa Blue Card-nya untuk bukti pendukung diselipkan setelah pernyataan pasal 54 dan 55.
Visa keluarga membutuhkan bukti salinan buku nikah yang sudah dilegalisasi beserta terjemahanannya dalam bahasa Jerman.
Karena seluruh warga Jerman harus memiliki asuransi kesehatan, kami melampirkan bukti pendaftaran asuransi kesehatan TK (Techniker Krankenkasse) milik saya, karena meski istri meski sudah didaftarkan ke asuransi yang sama, namun saya belum menerima surat konfirmasinya.
Setelah semua dokumen tersebut siap, saya diminta membuat surat pernyataan tertulis, yang intinya mengatakan bahwa saya akan menjamin biaya hidup istri saya selama di Jerman.
Awalnya saya bingung dengan format surat pernyataan ini, namun setelah googling contohnya, yang penting adalah surat ini berisi data saya dan istri yang mencakup nama lengkap, nomor paspor, tempat dan tanggal lahir, informasi pernikahan.
Berikut ini contoh surat pernyataan suami untuk pengajuan visa kumpul keluarga ke Kedutaan Besar Republik Federal Jerman. Bagian yang saya beri garis bawah harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Merujuk pada pengalaman saya sebelumnya, saya menginformasikan kepada istri saya untuk menyerahkan dua berkas salinannya saya, sementara untuk berkas asli yang diserahkan hanya paspor istri saya.
Meski kami sudah menyiapkan seluruh dokumen, rupanya ada satu dokumen yang belum terpenuhi karena minimnya informasi yang kami terima.
Kami belum melakukan legalisasi buku nikah di Kedutaan Besar Republik Federal Jerman, meski kami sudah melakukan legalisasi di tiga kementerian.
Untungnya petugas masih menerima permohonan visa istri saya, namun memberi catatan bahwa istri saya harus menyusulkan berkas salinan buku nikah yang sudah dilegalisasi oleh Kedutaan Besar Republik Federal Jerman esok harinya.
Permohonan Visa dan Wawancara
Dokumen permohonan visa istri saya diterima oleh petugas, meski buku nikah kami belum dilegalisir oleh Kedutaan Besar Republik Federal Jerman.
Berbeda dengan saya yang hampir tidak ada pertanyaan soal permohonan saya, istri saya diminta menceritakan proses saat kami bertemu, mulai dari kapan, lokasi, hingga beberapa hal yang menyangkut pernikahan kami.
Berbeda dengan wawancara biasa, pada bagian ini, istri saya diwawancara melalui perangkat telepon yang ada di samping loket.
Kemungkinannya karena materi wawancara bersifat personal dan rahasia, serta percakapan tersebut direkam untuk kebutuhan dokumentasi pihak kedutaan.
Rasa penasaran saya tentang fungsi telepon di loket tersebut terjawab sudah.
Proses selanjutnya sama dengan saat saya mengajukan permohonan visa. Petugas memindai sidik jari, lalu memberikan rangkuman permohonan visa untuk diperiksa dan ditandatangani.
Biaya visanya juga sama, yaitu sebesar € 75 yang senilai dengan Rp 1.250.000.
Paspor istri saya kemudian dikembalikan bersamaan dengan kuitansi yang berisi catatan bahwa ada dokumen yang harus disusulkan esok harinya.
Legalisasi Buku Nikah di Kedutaan Besar Republik Federal Jerman
Tanggal 12 Oktober 2018, sesuai janji, saya mengantarkan istri saya untuk melakukan legalisasi buku nikah dan menyusulkan dokumen yang kurang ke bagian pengajuan visa.
Andai saja kami mengetahui informasi ini sebelumnya, tentu kami tak perlu repot datang dua kali.
Karena hari itu hari Jumat dan kedutaan beroperasi hanya setengah hari, kami datang sepagi mungkin.
Kami sampai di kedutaan pada pukul 07:45 dan istri saya masuk sendirian.
Istri saya kemudian mendatangi bagian Hukum dan Konsuler Kedutaan Besar Republik Federal Jerman yang berada di lantai satu, dan menjadi orang pertama yang mengambil nomor antrean.
Setelah menyerahkan kedua buku nikah kami dan menunjukkan kuitansi permohonan visa, istri saya menunggu sekitar 1 jam sebelum menerima kembali buku nikah yang telah dibubuhi legalisasi.
Jika tidak menunjukkan kuitansi permohonan visa, dokumen yang diminta untuk legalisasi akan lebih banyak, dan berbeda-beda untuk tiap keperluan.
Biaya untuk legalisasi per dokumen adalah € 25 yang senilai dengan Rp 440.000. Karena kami melakukan legalisasi kedua buku nikah, biayanya menjadi € 50 yang senilai dengan Rp 880.000.
Legalisasi dari Kedutaan Besar Federal Jerman berupa stiker yang diberi tanda tangan dan stempel. Legalisasi ditempelkan pada kertas HVS tambahan yang saya pasang di buku nikah.
Istri saya kemudian keluar dan melakukan fotokopi berkas di Graha Mandiri lantai basement, yang rupanya sudah biasa menerima fotokopi berkas untuk mengurus berkas ke Kedutaan Besar Republik Federal Jerman.
Istri saya kemudian masuk lagi ke kedutaan dengan menunjukkan kuitansi permohonan visa, menuju lantai dua bagian visa, melapor kepada petugas resepsionis, dan langsung menyerahkan salinan legalisasi buku nikah kepada petugas yang melayani istri saya kemarin, tanpa perlu antre.
Petugas kemudian meminta istri saya untuk menunggu pemberitahuan selanjutnya jika visa sudah selesai melalui telepon atau e-mail.
Sekitar jam 09:30 WIB, istri saya selesai melegalisasi buku nikah di Kedutaan Besar Republik Federal Jerman dan menyusulkan dokumen yang kurang tersebut.
Membeli Asuransi Kesehatan Perjalanan
Tanggal 18 Oktober 2018, sekitar jam 11:22 WIB istri saya ditelepon pihak kedutaan. Rupanya ada dokumen yang kurang dan harus disusulkan.
Kedutaan Besar Republik Federal Jerman meminta istri saya membeli asuransi kesehatan perjalanan (travel health insurance) karena di berkas permohonan, berkas yang diserahkan adalah bukti asuransi kesehatan saya.
Istri saya sebenarnya juga sudah saya daftarkan ke asuransi kesehatan di Jerman, yaitu TK (Techniker Krankenkasse), namun belum menerima bukti kepesertaannya.
Pihak kedutaan menyarankan membeli asuransi perjalanan saja, di mana periodenya hanya saat tanggal keberangkatan dan tanggal asuransi kesehatan saya aktif di Jerman, yaitu pada 1 Desember 2018.
Ada beberapa agen asuransi yang direkomendasikan oleh Kedutaan Besar Republik Federal Jerman, namun setelah kami mencari informasi, akhirnya memilih AXA SmartTraveler dari AXA Insurance.
Saya sendiri tidak pernah membeli asuransi perjalanan, sehingga saya sendiri juga cukup bingung bagaimana cara membelinya.
Untungnya kami membeli asuransi AXA SmartTraveler secara online, di mana kami hanya mengikuti 4 langkah, yaitu mengisi informasi perjalanan, memilih paket asuransi, mengisi data diri, dan pembayaran.
Kami membeli paket Gold seharga Rp 533.000 untuk 1 orang dengan periode 14 hari. Jika kami memilih paket paket Platinum, biayanya Rp 624.000.
Awalnya kami memilih periodenya 10 hari, namun rupanya harga untuk 10 hari dan 14 hari sama, kami memutuskan sekalian saja memilih periode 14 hari.
Saya membayar menggunakan kartu kredit melalui Doku, dan polis asuransi langsung dikirimkan melalui e-mail.
Selain kartu kredit, Doku juga menerima pembayaran melalui transfer rekening, dan minimarket.
Saya suka sekali dengan pembelian asuransi seperti ini, sungguh cepat, mudah, dan praktis.
Polis asuransi dari AXA Insurance langsung kami kirimkan ke kedutaan melalui e-mail.
Pengambilan Visa
Panggilan telepon dari kedutaan masuk ke ponsel istri saya pada 22 Oktober 2018 jam 15:46 WIB.
Petugas rupanya menanyakan tentang asuransi kesehatan perjalanan yang diminta, di mana sepertinya petugas terlewat memeriksa e-mail.
Setelah istri saya menjelaskan bahwa ia telah mengirimkan polis asuransi AXA SmartTraveler melalui e-mail, petugas kemudian mengatakan akan memeriksa terlebih dahulu.
Tak lama setelah istri saya menutup telepon, jam 15:52 WIB, e-mail yang kami tunggu-tunggu akhirnya masuk. Sebuah kabar bahwa visa telah selesai dan bisa diambil esok harinya.
Kami datang pada 23 Oktober 2018, sekitar jam 08:40 WIB, dan istri langsung antre masuk ke kedutaan.
Setelah menunjukkan e-mail konfirmasi, kuitansi, dan paspor, istri saya dipersilakan masuk untuk menyerahkan paspornya ke loket 5.
Tak lama, jam 09:00 WIB istri saya keluar dari kedutaan dan kami menunggu jam 11:00 WIB untuk pengambilan visa sambil nongkrong di Saudagar Kopi, Sabang.
Jam 11:50 WIB kami kembali ke Kedutaan Besar Republik Federal Jerman. Istri saya masuk hanya dengan membawa selembar kuitansi.
Sepuluh menit kemudian istri keluar dari kedutaan dengan wajah sumringah. Visa kumpul keluarganya akhirnya keluar.
Yang berbeda dari visa istri saya dan visa saya adalah, masa berlakunya hanya 90 hari, dan mulai berlaku pada tanggal kedatangan.
Nantinya setelah di Jerman, kami harus mengurus izin tinggal (resident permit) sebelum masa berlaku visa kami habis.
Arep WORK atau PLAY atau GIMANA di Jerman ZAM?