Untuk mengurus visa, karena saya akan mengajak istri saya tinggal di Jerman, saya diminta untuk melakukan legalisasi buku nikah ke tiga kementerian, yaitu Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Luar Negeri.
Proses legalisasinya sendiri sebenarnya mudah dan cepat, yang lama hanya proses antreannya saja. Biayanya juga murah, apalagi jika dibandingkan dengan menggunakan jasa agen atau calo.
Saya memilih mengurus sendiri karena selain murah, saya juga punya waktu untuk wara-wiri ke sana kemari.
Berikut ini pengalaman saya mengurus legalisasi buku nikah di 3 kementerian, yaitu Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Luar Negeri.
Legalisasi di KUA Terdaftar
Sebelum mengurus legalisasi ke Kementerian Agama, buku nikah harus dilegalisasi terlebih dulu di KUA tempat buku nikah tersebut diterbitkan.
Karena buku nikah saya dikeluarkan oleh KUA Pondok Gede, Bekasi, saya pun segera meluncur ke KUA Pondok Gede.
Dokumen yang dibawa adalah buku nikah asli dan fotokopiannya sebanyak 4 buah yang nantinya fotokopian ini juga akan dibawa ke Kementerian Agama.
Saya membawa kedua buku nikah asli, dan 6 lembar fotokopiannya. Lebih baik berlebih daripada kurang, bukan?
Untungnya kepala KUA Pondok Gede, Drs. H. Saipul Rahman ada di tempat, sehingga proses legalisasinya langsung selesai hari itu juga.
Tidak ada biaya yang dipungut di sini. Saya hanya diminta menandatangani buku tamu dan mengisi keperluan untuk legalisasi, yaitu untuk keperluan mengisi visa.
Legalisasi di Kementerian Agama
Dari KUA, saya meluncur ke kantor Kementerian Agama yang berada di Jalan M. H. Thamrin No. 6, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Saya sempat keliru mendatangi kantor Kementerian Agama yang ada di Jalan Lapangan Banteng Utara, Pasar Baru, Jakarta Pusat, di mana kantor ini hanya mengurusi masalah haji dan umroh.
Saya datang menggunakan motor dan masuk melalui pintu dari Jalan Kebon Sirih.
Setelah parkir di basement, saya naik ke lantai 9 dan menuju ke bagian Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah.
Dua anak perempuan SMK yang tengah menjalani kerja praktik melayani saya. Saya menyerahkan dokumen yang diperlukan kepada mereka lalu menunggu.
Dokumen yang saya serahkan untuk legalisasi di Kementerian Agama adalah kedua buku nikah suami dan istri, fotokopi KTP suami istri masing-masing 1 lembar, fotokopi buku nikah yang telah dilegalisir oleh KUA penerbit buku nikah sebanyak 3 lembar, dan mengisi formulir permohonan legalisir yang menyatakan keperluan permohonan legalisir.
Untuk syarat lengkapnya bisa melihat di halaman Bimas Islam Kementerian Agama berikut.
Karena saat itu hari Jumat, dan saya datang sekitar pukul 11:00 WIB, dokumen saya selesai setelah sholat jumat, sekitar pukul 13:30 WIB.
Jam pelayanan untuk legalisasi adalah jam 08:00 WIB sampai jam 14:30 WIB dengan jam istirahat jam 12:00 WIB hingga jam 13:00 WIB.
Pak Makzhaini, Kepala Seksi Bina Kepenghuluan Wilayah II Kementerian Agama mendatangi saya dan mengatakan bahwa buku nikah saya tidak lengkap karena tidak tertuliskan mahar di dalamnya, dan saya diminta untuk kembali ke KUA untuk meminta mahar tersebut dituliskan.
Untungnya buku nikah saya tetap diberi cap legalisasi dan saya hanya diminta kembali ke KUA, meminta petugas KU mengisi mahar, dan memberikan stempel dan paraf di bagian yang ditambahkan sebagai tanda bahwa buku nikah saya diubah secara sah.
Saya pun kembali ke KUA Pondok Gede dan meminta petugas KUA untuk mengisi mahar saya, dan meminta stempel dan paraf dari kepala KUA, karena buku nikah saya dikeluarkan dan ditandatangani oleh kepala KUA sebelumnya yang sudah berganti.
Legalisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Legalisasi di kementerian ini akan jauh lebih mudah jika sebelumnya sudah mendaftar dan mengambil antrean dengan mengisi di situs permohonan legalisasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia secara online.
Saya yang saat itu datang langsung ke gedung Pusat Pelayanan Jasa Hukum Terpadu Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang berada di gedung Cik’s Cikini, merasa membuang waktu karena datang tanpa membuat permohonan secara online.
Di dalam gedung terdapat beberapa komputer yang ditemani petugas untuk mengisi formulir permohonan secara online. Saat saya datang, seluruh komputer sudah penuh digunakan, dan saya kemudian membuka situs web tersebut dan mengisinya melalui ponsel saya.
Setelah mendaftar secaraย online, saya diminta mengisi beberapa data dan memotret dokumen yang akan dilegalisasi.
Hal yang penting untuk dicatat adalah memasukkan nomor legalisasi, tanggal legalisasi, dan nama pejabat yang melakukan legalisasi dari proses legalisasi di Kementerian Agama.
Setelah berhasil memasukkan permohonan, statusnya adalah “menunggu verifikasi”. Permohonan akan diverifikasi oleh petugas sekitar 4 jam dari permohonan masuk, kemudian status akan berubah menjadi diverifikasi, di mana saya harus mengunduh voucher yang berisi kode untuk dibayar sebelum nanti mendapatkan sticker legalisasi.
Masing-masing voucher bernilai Rp 25.000, di mana ini adalah biaya legalisasi per sticker. Karena saya memohon 2 legalisasi untuk masing-masing buku nikah, saya mendapatkan 2 voucher dengan total yang harus dibayar sebesar Rp 50.000.
Pembayaran bisa dilakukan melalui ATM BNI dengan memilih menu pembayaran PNBP (Pendapatan Nasional Bukan Pajak) dan memasukkan kode voucher sebagai nomor rekening pembayaran.
Jika tidak ingin repot, bisa juga membayar langsung ke teller BNI yang ada di gedung Cik’s secara tunai, dan nanti akan mendapat bukti pembayaran yang kemudian ditukar menjadi sticker di loket pelayanan.
Saya memilih cara tunai karena lebih praktis dan sekalian mengurus di sana keesokan harinya.
Saya mempersiapkan buku nikah saya dengan menambahkan kertas HVS 80 gram di buku nikah saya untuk menerima sticker legalisasi.
Kertas tambahan ini diperlukan untuk menampung sticker legalisasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan nantinya sticker legalisasi dari Kementerian Luar Negeri.
Setelah membayar dan menunggu sebentar, saya menyerahkan bukti pembayaran ke loket pelayanan dan mendapatkan 2 buah sticker yang berisi nomor legalisasi dan nama pejabat yang melakukan legalisasi.
Informasi ini nantinya digunakan untuk mengurus permohonan legalisasi di Kementerian Luar Negeri.
Legalisasi di Kementerian Luar Negeri
Selesai legalisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan tidak ingin kejadian tidak mengambil antrean online terulang lagi, saya segera mengunduh aplikasi Legalisasi Dokumen Kemlu dari Google Play.
Prosesnya hampir sama dengan saat mengajukan permohonan legalisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, saya harus mendaftar dan mengisi formulir dan mengunggah foto dokumen yang hendak saya legalisasi.
Saya mengisi nomor dan nama petugas yang melakukan legalisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan memotret bagian legalisasi tersebut, lalu diunggah menggunakan aplikasi.
Saya mengikuti petunjuk pengisian layanan legalisasi berkas dari situs Kementerian Luar Negeri.
Aplikasinya sendiri lumayan membingungkan dan lemot. Namun respon petugas untuk mengecek dan memverifikasi dokumennya sangat cepat.
Beberapa permohonan saya beberapa kali gagal diverifikasi karena dokumen yang saya unggah tidak terkirim.
Akhirnya setelah saya permohonan saya yang berhasil diverifikasi, saya mendapat nomor rekening Mandiri untuk membayar, lalu bisa mengunggah bukti pembayaran untuk diverifikasi.
Saya membayar menggunakan aplikasi Jenius, lalu mengunggah bukti transfer menggunakan aplikasi dan menunggu verifikasi.
Biaya untuk legalisasi dokumen masing-masing Rp 25.000, sehingga untuk 2 dokumen, saya transfer sejumlah Rp 50.000 ke nomor rekening yang ada.
Setelah bukti pembayaran saya diverifikasi, saya mendapat informasi untuk datang ke unit Pelayanan Terpadu Kementerian Luar Negeri di Jalan Taman Pejambon, dekat dengan Stasiun Gambir dan Kementerian Agama urusan haji dan umroh.
Saya datang dan setelah petugas menanyakan keperluan saya, saya diberi nomor antrean untuk menyerahkan berkas yang hendak dilegalisir.
Jam pelayanan di Pusat Pelayanan Terpadu Kementerian Luar Negeri adalah jam 08:30 WIB sampai 12:00 WIB hari Senin hingga Jumat, kemudian istirahat dan buka lagi pada jam 13:00 WIB dan 16:00 WIB pada hari Senin hingga Kamis, dan khusus Jumat layanan siang mulai jam 13:30 WIB hingga 16:30 WIB.
Berkas yang saya bawa hanya kedua buku nikah yang saya masukkan ke dalam stopmap warna kuning. Saya kemudian menuliskan nama pemohon dan nomor permohonan yang sudah saya buat dari aplikasi pada stopmap.
Saya kemudian duduk menunggu untuk dipanggil. Setelah menunggu sekitar satu jam, nama saya dipanggil dan berkas saya dikembalikan lengkap dengan sticker legalisasi dari Kementerian Luar Negeri.
Proses Legalisasi Selesai
Jika dihitung, proses untuk melakukan legalisasi dokumen membutuhkan waktu sekitar seminggu. Proses yang paling cepat adalah saat meminta legalisasi di KUA dan Kementerian Agama, karena tidak perlu menggunakan nomor antrean dan bisa ditunggu.
Proses legalisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kementerian Luar Negeri, setidaknya membutuhkan waktu masing-masing 2 hari, karena hari pertama mengambil nomor antrean dan mendaftarkan berkas melalui situs web dan aplikasi, hari kedua datang untuk menyerahkan berkas untuk dilegalisasi.
Yang menyenangkan, proses antrean menggunakan situs web dan aplikasi ini sangat mudah dan membantu sekali. Tidak perlu datang pagi-pagi hanya untuk antre, bahkan dari rumah kita bisa mendapat kepastian kapan berkas bisa diproses.
Biayanya juga jauh lebih murah, yaitu Rp 25.000 per legalisasi. Ini jauh lebih murah jika harus mengurus melalui calo atau agen, yang bisa mencapai ratusan ribu rupiah.
Meski begitu, jika tinggal di luar Jakarta, keberadaan calo dan agen bisa membantu dan lebih murah jika harus menghitung biaya transportasi dan akomodasi.
Mengurus legalisasi rupanya tidak serumit dan semahal yang saya bayangkan pada awalnya. Apalagi jika sudah mengetahui prosesnya dengan jelas.
penting ini… padahal tadi kirain zam kawin lagi sampe 3 kali. ternyata mata udah mulai menurun resolusinya.