Lebaran Idulfitri tahun 2020 ini sangat berbeda, meski tidak begitu banyak perbedaan yang kami rasakan sejak pindah ke Berlin, setahun lalu.
Kali ini lebaran Idulfitri dirayakan dalam suasana pandemi, di mana silaturahmi dan interaksi hanya bisa dilakukan secara berjarak yang dibantu dengan teknologi.
Bahkan salat Idulfitri tidak dilaksanakan secara berjamaah dan Pemerintah RI menganjurkan pelaksanaan salat Idulfitri dilakukan di rumah.
Jika tahun lalu salat Idulfitri dilaksanakan di aula gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin, kali ini pelaksanaan tersebut ditiadakan, sesuai dengan instruksi keselamatan dari Pemerintah Republik Federal Jerman, yang melarang kegiatan berkumpul pada acara keagamaan.
Seluruh kegiatan silaturahmi pun dilakukan melalui online, baik lewat pangilan video WhatsApp, Google Meet, maupun Zoom.
Kami yang sudah terbiasa bersilaturahmi lewat panggilan video kini merasa punya teman sepenanggungan, karena banyak yang tidak pulang kampung atau tidak berkunjung ke sanak keluarga karena pembatasan terkait Covid-19.
Meski tanpa opor ayam, nastar, kaastengel, rendang, dan berbagai jajanan khas lebaran lainnya, kami tetap gembira menyambut hari raya.
Saya sudah mencoba mencari penjual nastar, kasstengel, atau kue-kue lebaran lain di Jerman secara online, namun tidak beruntung menemukannya.
Beberapa teman menyarankan untuk membuat sendiri, namun rasanya usaha untuk membuat sendiri kue-kue lebaran itu, terlalu berat buat kami yang dapurnya mungil.
Buat kami, membeli kue-kue lebaran jauh lebih mudah dan hemat daripada membuat sendiri.
Meski begitu, untuk mengobati kekecewaan, hidangan idulfitri kali ini, istri saya pun membuat hidangan istimewa, bukan rendang atau opor ayam, namun nasi kebuli!
Ramadan 1441 H
Suasana selama puasa kemarin juga bisa dibilang cukup lancar, meski bulan Ramadan tiba saat musim semi, pelaksanaannya tidak selama tahun kemarin yang pas berada di musim panas.
Puasa di Berlin dilakukan selama kurang lebih 17-18 jam, di mana Subuh dimulai pada sekitar pukul 03:00 dan Maghrib pada pukul 21:00.
Bila dibandingkan dengan tahun lalu, di mana puasanya bisa mencapai 20-21 jam, puasa tahun ini cukup lancar, apalagi kegiatan sehari-hari dilakukan di rumah karena aturan bekerja dari rumah.
Saking pendeknya malam, mulai tanggal 18 Mei hingga 8 Agustus 2020, jadwal salat Magrib dan Isya dilakukan secara serentak, sesuai informasi dari Rat der Imame und Gelehrten in Deutschland dan pada fatwa dari European Council for Fatwa and Research (ECFR) terkait waktu puasa dan salat tarawih di waktu musim panas.
Meski begitu, saya harus membatalkan 7 hari puasa pada hari-hari terakhir, karena batuk-batuk yang cukup mengganggu, sehingga saya harus minum untuk meredakan batuk.
Dugaan saya, batuk-batuk ini akibat dari serbuk sari yang banyak beterbangan dan menimbulkan reaksi alergi.
Namun tentu saja, saya harus mengganti puasa saya, yang mungkin akan saya lakukan di musim dingin, mengingat pada musim dingin, siangnya cukup pendek.
Mรถge Allah unser Fasten und unsere guten Taten annehmen! Eid Mubarak!
Aku ndak pernah bisa mbayangin hidup di negeri orang gt mas. :))
Makanya seneng kalo baca cerita ginian.