Wisata Kuliner di Lisbon, Portugal

10 minutes 238 2

Selama jalan-jalan di Lisbon, Portugal, tentunya kami juga melakukan wisata kuliner.

Salah satu incaran kami adalah pastel de nata alias portuguese egg tart yang memang menjadi ciri khas Portugal.

Selain kue manis, kami juga mencari seafood di Time Out Market, di mana di Portugal yang berada di tepi Samudera Atlantik, tentunya memiliki seafood lezat, segar, dan murah.

Kami juga makan ayam piri-piri, masakan khas Portugis yang bumbunya berasal dari Afrika Selatan, terutama dari daerah koloni Portugis.

Kastanye panggang juga menjadi cemilan yang kami coba dan penjualnya bisa ditemui di hampir tempat wisata.

Pastel de Nata

Pastel de Nata

Di Lisbon, banyak tersebar toko roti yang menjual pastel de nata atau portuguese egg tart, namun kami berkunjung ke tiga tempat yang mempunyai cerita dan sejarah.

Pastry khas Portugal ini lahir di Lisbon, tepatnya dari Mosteiro dos Jerónimos yang berada di daerah Belém, di mana para suster dan murid monasteri memanfaatkan sisa kuning telur untuk kemudian dibuat kue.

Para suster terbiasa menggunakan putih telur untuk membuat kaku pakaian-pakaian mereka, sehingga banyak kuning telur yang tersisa.

Sisa kuning telur ini kemudian diolah menjadi pastel de nata, yang memang sebagian besar bahannya terbuat dari kuning telur.

Dari sini lah kue khas Portugal ini berasal dan akhirnya menjadi jajanan khas.

Tak heran jika sebutannya egg tart, karena kuning telur memang menjadi bahan utamanya.

Pastéis de Belém

antrean panjang di Pastéis de Belém

Tempat ini merupakan tempat lahirnya pastel de nata, di mana toko kue ini sangat ramai oleh turis yang rela antre demi bisa makan di dalam restorannya.

Kami sempat kaget dan hilang minat saat melihat antrean di tempat ini, namun untungnya ada antrean khusus untuk pembeli yang ingin membawa pulang.

Toko ini membuat pastel de nata sejak tahun 1837 mengikuti resep asli dari Mosteiro dos Jerónimos.

Dengan warna khas biru, toko yang berada tak jauh dari Mosteiro dos Jerónimos ini bisa dikenal dengan mudah dari panjangnya antrean di depan toko.

Pastel de nata dari toko ini sangat berasa telurnya dan kuenya berasa crunchy.

Terdapat taburan bubuk kayu manis dan gula terpisah yang bisa ditambahkan.

Setelah membeli 6 buah kue dalam satu wadah seharga 6,90€ (harga per satuannya 1,15€), kami memakannya sambil duduk-duduk di Taman Vasco da Gama yang terletak persis di seberangnya.

Confetaria Nacional

Confetaria Nacional

Pastelaria atau bakery ini merupakan salah satu toko roti tertua di Lisbon.

Berdiri sejak tahun 1829, toko roti ini tentu saja juga menjual jajanan khas Portugal, pastel de nata.

Seluruh kue dan roti yang dijual di toko ini dibuat dengan tangan dan memegang teguh resep turun temurun yang kini kepemilikan toko kue ini sudah berada di generasi keenam.

Bangunan toko ini pun sangat terasa antik, baik dari luar mau pun saat masuk ke dalamnya.

Lokasinya yang sangat strategis, berada di sudut selatan Praça de Figueira, toko ini tentu menjadi salah satu tujuan turis.

Saat kami datang sekitar pukul 11:30, suasana sudah sangat ramai.

Kami sempat harus menunggu untuk bisa makan di dalam, itu pun kami harus berbagi meja marmer tanpa kursi dengan pengunjung lain.

Para pelayannya menggunakan seragam berwarna putih, lengkap dengan dasi dan celemek berwarna hitam, seperti pada film-film telenovela yang dulu pernah saya tonton saat kecil.

Bagian isi kulitnya terasa crunchy namun lembut, serta rasa krimnya terasa lebih manis.

Manteigaria Fábrica de Pastéis de Nata

pastel de nata di Manteigaria Fábrica de Pastéis de Nata

Dibandingkan kedua toko sebelumnya, toko ini tergolong relatif baru dan mengkhususkan pada pembuatan pastel de nata.

Meski baru berdiri tahun 2014, pastel de nata dari toko ini bisa diadu dengan keluaran dari Pastéis de Belém.

Dari ketiga pastel de nata yang kami coba, kami merasa lebih cocok dengan keluaran dari toko ini.

Kata manteigaria sendiri, dalam Bahasa Portugis berarti mentega.

Berlokasi di dekat Praça Luís de Camoēs dan dilalui tram nomor 28 yang menjadi favorit turis, toko ini tentunya menjadi salah satu tempat paling diburu.

Setelah membeli, kami pun duduk-duduk di Praça Luís de Camoēs menikmati pastel de nata sambil memandang patung perunggu Luís de Camões.

Time Out Market

kerang hijau khas Samudera Atlantik di Monte Mar

Time Out Market alias Mercado da Ribeira merupakan kumpulan warung makan, semacam food hall, yang berada di gedung yang memang sejak tahun 1892 merupakan pasar.

Tempat ini sangat turistik, dengan 26 kios, 8 bar, dan kios-kios kecil, pasar ini salah satu lokasi yang wajib dikunjungi jika ingin mencicipi rasa Lisbon.

Kami datang ke tempat ini sengaja mencari hidangan laut. Setelah bingung menentukan pilihan, kami akhirnya hinggap di kios Monte Mar.

Saya yang sebenarnya alergi seafood, memutuskan untuk nekat memesan mussel, kerang hijau besar khas Samudera Atlantik, sementara istri memesan udang.

Lucunya, hidangan mussel yang ada di menu masuk dalam kategori snack, dan saya pun memesan tambahan nasi bawang putih (arroz alho) untuk menemani si kerang.

Saya menganggap kerang di Monte Mar ini adalah kerang terlezat yang pernah saya makan!

Dagingnya yang besar, empuk, dan segar, sangat lezat dan tidak amis meski hanya dibumbui minyak zaitun, bawang putih, dan ketumbar.

Ayam Piri-Piri

ayam piri-piri dimakan dengan kentang goreng

Salah satu alasan kami makan ayam piri-piri di Lisbon adalah karena istri pernah merasakan ayam piri-piri dari restoran Nando’s yang dulu sempat buka cabang di Indonesia pada tahun 1990-an dan tutup di tahun 2000-an.

Demi memenuhi keinginan istri, kami mendatangi restoran Bonjardim, yang memang terkenal akan ayam piri-pirinya.

Restoran ini terlihat sangat klasik, lengkap dengan pelayan bapak-bapak berusia sekitar 50-an siap melayani pesanan dengan sigap dan gesit.

Kami memesan ayam piri-piri yang ukurannya sungguh luar biasa, di mana satu porsi berisi setengah ekor ayam.

Ayamnya sungguh empuk bahkan tulang-tulangnya pun bisa lepas tanpa perlawanan.

Cara paling pas makan ayam piri-piri ala Portugal adalah dengan menggunakan kentang goreng.

Saat kami datang, restoran masih sepi, namun begitu kami duduk dan memesan meja, pengunjung langsung datang, bahkan beberapa orang harus rela mengantre.

Untuk harga, restoran ini termasuk ramah di kantong.

Kastanye Panggang

kastanye

Kastanye alias chesnut merupakan biji dari sebuah tanaman perdu dari genus Castanea.

Tanaman ini hanya tumbuh di daerah subtropis bagian utara, dan ada empat spesies yang paling dikenal, yaitu Castanea sativa (Eropa), Castanea dentata (Amerika), Castanea crenata (Jepang), dan Castanea mollissima (Cina).

Penjual kastanye bakar ini banyak ditemukan di daerah wisata, biasanya menggunakan gerobak yang sekaligus menjadi tungku pemanggang kastanye.

Saya mencoba pertama kali dan membelinya saat berada di Miraduro Porta do Sol, lalu langsung suka.

Rasanya mirip seperti beton (biji nangka) rebus bercampur dengan tekstur seperti kentang goreng.

Kastanye memiliki kulit yang keras, namun setelah dipanggang, biasanya kacang ini merekah dan kulitnya bisa dikupas dengan mudah.

Saya membeli kacang ini seharga 3€ dengan isi 12 buah kastanye.

7 responses
  1. Gravatar of morishige
    morishige

    Keknya nyemil-nyemil aja cukup ya Mas buat sumber energi jalan sehari di sana. Hahaha..

    Btw, menarik banget itu di pastel de nata ada taburan kayu manisnya. Makanan barat dengan sentuhan timur. 😀

    Gravatar of Muhammad Zamroni
    Muhammad Zamroni

    bisa saja. porsi di Eropa memang besar-besar..

  2. Gravatar of Eddy Fahmi
    Eddy Fahmi

    Pastel de nata itu nampak seperti kue lumpur ya..