Labu dan Jerman memang seringkali tidak dapat dipisahkan.
Meski labu berasal dari Amerika Utara, namun sejak dibawa ke Eropa, labu menjadi salah satu makanan penting di Eropa, terutama Jerman.
Sup labu, atau Kürbissuppe, hangat menjadi hidangan favorit di saat musim gugur dan musim dingin tiba.
Menurut laporan dari Statista, mulai tahun 2006, hasil panen labu di Jerman meningkat hingga dua kali lipat.
Labu yang awalnya menjadi bagian dari budaya Amerika makin ke sini makin bergeser, yang mana kini festival labu terbesar bukan diadakan di Amerika Serikat atau Kanada, tapi justru di kota kecil bernama Ludwigsburg, Badne-Württemberg, Jerman.
Rupanya tidak hanya di Ludwigsburg, di Berlin juga ada festival labu yang tentu saja tidak sebesar di Ludwigsburg.
Konsepnya pun sedikit berbeda, yaitu berupa pasar dadakan yang menempati ruas Akazienstraße di kawasan Schöneberg, Berlin.
Festival Labu atau Kürbisfest di Schöneberg, Berlin ini termasuk salah satu festival tertua di Berlin yang diperbolehkan diadakan di masa pandemi ini.
Meski ada beberapa pasar dadakan yang biasa diadakan di akhir pekan atau pasar natal, namun pasar di Festival Labu Schöneberg ini cukup menarik, karena temanya adalah, tentu saja labu.
Festival Labu Schöneberg
Kami mengunjungi festival yang diadakan pada 3-4 Oktober 2020 ini pada hari Sabtu, 3 Oktober 2020, tepat pada hari libur untuk memperingati bersatunya Jerman.
Karena sudah tahu bahwa biasanya ramai, kami mendatangi pasar ini agak awal, sekitar pukul 12:30.
Orang Jerman memang biasa memulai pagi pada pukul 10:00 pada hari libur.
Benar saja, saat kami sampai, sudah ada antrean di depan pintu yang dijaga oleh petugas berbadan sebesar kulkas.
Selama pandemi, jumlah pengunjung yang masuk dibatasi dan dihitung, jika di dalam sudah mencapai jatah, pintu akan ditutup, pengunjung harus antre sambil menunggu pengunjung yang di dalam keluar terlebih dulu.
Di dalam, jalur dipisahkan menjadi dua sehingga arus pengunjung bisa teratur dan menghindari papasan langsung.
Meski ada anjuran untuk menggunakan masker dan menjaga jarak, namun tetap saja ada beberapa pengunjung yang tidak mematuhi anjuran tersebut.
Rupanya Festival Labu ini hanyalah nama, karena di dalam, banyak pedagang yang menjajakan barang-barang yang tidak bertema labu.
Namun ada untungnya juga, karena saya melihat ada yang menjual kastanye (chestnut) bakar seperti yang pernah saya makan saat di Lisbon tahun lalu.
Harga 200 gram kastanye bakar cukup murah, sekitar 4€.
Sambil ngemil kastanye bakar, kami menyusuri pasar sepanjang 450 meter di Akazienstraße.
Di perempatan di mana Belzigerstraße memotong Akazienstraße barulah kami melihat ada penjual labu dengan berbagai jenis, warna, ukuran dan bentuk.
Labu-labu yang dijual di sini cukup murah, sekitar 1€ per kilogram labu.
Saya sendiri baru tahu bahwa labu ada berbagai jenis, warna, ukuran, dan asal.
Ada labu dari Hokkaido, Jepang yang berwarna oranye agak kemerahan, ada labu Halloween berwarna oranye yang biasa untuk diukir, hingga labu dari Napoli dengan bentuk seperti semangka.
Di satu sudut meja, ada labu dengan bentuk yang tidak beraturan, yang awalnya saya kira labu-labu ini cacat atau tidak sempurna tumbuhnya.
Warnanya pun bermacam-macam, ada yang kuning, merah, hijau, bahkan ada yang berwarna hitam.
Penjual makanan terlihat lebih banyak, mulai dari makanan dari Kuba, penjual sosis atau bradwurst, es krim, arum manis, hingga madu dan tanaman.
Suasananya mirip seperti pasar natal yang kami kunjungi di Spandau tahun lalu.
Saya yang penasaran dengan sup labu khas Jerman, langsung girang saat menemukan penjual sup labu ini.
Harganya cukup murah, sepiring sup dengan roti, harganya 3€ plus 1€ untuk deposit wadah.
Sistem deposit memang sudah biasa dilakukan di Jerman, di mana jika mangkok tersebut dikembalikan, uang deposit 1€ akan dikembalikan.
Awalnya saya mengira sup labu ini berasa manis, sama seperti rasa kolak labu yang sering saya makan waktu di Indonesia.
Rupanya saya salah, karena rasa sup labu ini cenderung asin dan berbumbu sedap.
Teksturnya seperti bubur, yang memang cocok disantap di saat dingin, seperti saat saya mengunjungi pasar ini di mana temperaturnya sekitar 10°C.
Meski begitu, saya suka dengan sup labu ini dan menganggap sup labu ala Jerman ini enak, dan menganggap sup labu ini bisa menjadi pengobat rindu bubur ayam.
Di sekitar Gereja Apostel-Paulus yang berada di ujung jalan Akazien, terdapat wahana bermain anak seperti komedi putar atau mobil-mobilan.
Ada juga wahana bermain anak dengan menembak sasaran dengan menggunakan crossbow yang tentunya anak panahnya menggunakan karet di bagian ujungnya.
Seorang penjual balon terlihat menjajakan balon-balon plastik beraneka bentuk yang tentu saja membuat banyak anak menangis merengek kepada orang tuanya untuk meminta dibelikan balon.
Dari berbagai bentuk balon yang dijual, saya melihat balon berbentuk unicorn terlihat lebih banyak diminati.
Rupanya atraksi utama dari festival ini ada di sekitar gereja, di mana ada semacam sudut yang dihias dengan berbagai macam labu.
Ada patung sepasang nenek dan kakek tengah duduk di depan salah satu pintu gereja yang dikelilingi oleh labu yang diukir dan bunga-bunga.
Sudut ini menjadi sudut favorit orang berfoto karena memang cantik, yang tentu saja menarik banyak orang berkumpul.
Di sekitar gereja ini juga terdapat beberapa penjual labu yang menggelar dagangannya dengan meletakkannya di atas rumput halaman gereja.
Pembeli bisa memilih dengan leluasa dan memungut sendiri labu-labu mungil yang dipilihnya.
Setelah puas menikmati suasana dan kenyang makan sup labu dan kastanye, kami pun pulang.
Saat pulang, kami melihat antrean pengunjung yang hendak masuk terlihat sangat panjang karena ditahan oleh petugas.
Memang benar kami datang lebih awal karena jika kami datang agak sore sedikit, kami harus mengantre dan menunggu entah berapa lama.
Sudah masuk bulan Oktober, bulannya labuuuuu 😂 hehehe. By the way, saya suka banget sup labu, mas. Biasa makannya pakai Abalone. Tapi lebih sering makan ketika lagi di Korea, karena sup labu lumayan terkenal di sana. While di Indonesia agak susah cari labu yang pas 😆 *taunya labu siem yang enak untuk ditumis campur udang* 😂
Lihat festival di atas seru banget kayaknya. Huhuhu. Kapan ya, di Indonesia bisa mulai on lagi pariwisatanya 🤧 — nggak sabar. Ohya mas, nanti setelah festival labu akan ada festival Halloween juga? 😍