Meski berstatus sebagai kota metropolitan, di Berlin masih banyak terdapat taman-taman, dari yang kecil hingga yang besar, dan juga hutan-hutan.
Hutan-hutan ini biasanya berada di pinggiran Berlin yang memang sengaja dibiarkan untuk menjadi area penghijauan dan konservasi alam.
Pada hari Senin, 24 Mei 2021 lalu, bertepatan dengan hari libur Pantekosta (Whit Monday), saya bersama istri dan seorang teman, berkunjung ke Spandauer Forst, hutan kecil di wilayah paling Barat Berlin: Spandau.
Hutan kecil ini berada sebelah utara kota Spandau, tepat di perbatasan Berlin-Brandenburg, yang mana di pinggir hutan ini terdapat (dulunya) Tembok Berlin yang membatasai wilayah Berlin Barat dengan Jerman Timur.
Kami mendatangi hutan ini dengan menggunakan bus bernomor M45 dari halte depan balaikota Spandau (Rathaus Spandau) dan turun di halte terakhir Johannesstift.
Di ujung halte, tepat berdiri sebuah gereja Evangelist Johannestift tua yang dulu menjadi salah satu penampungan pengungsi.
Gereja ini menjadi semacam gerbang masuk kami menuju ke Spandauer Forst.
Spandau sendiri merupakan wilayah yang usianya lebih tua dari Berlin.
Albert the Bear, tokoh yang berkuasa di area Brandenburg dan konon dari beliau simbol beruang Berlin muncul, membangun benteng di sini.
Sisa-sisa benteng ini masih terlihat di seputar kota tua Spandau, dan di pintu air yang berada di Sungai Havel.
Saat natal, di area kota tua dan seputar balaikota Spandau, sering diadakan pasar natal yang merupakan salah satu pasar natal terbesar di Berlin.
Cuaca hari itu cukup cerah dan temperatur udara cukup hangat, setelah sepekan sebelumnya cuaca di Berlin cukup dingin.
Meski sudah masuk penghujung musim semi, cuaca di Berlin masih saja tak tertebak.
Spandauer Forst merupakan hutan yang didominasi pohon ek (oak), birch, elm, dan ash lengkap dengan danau, sungai kecil, dan rerumputan.
Luas total Spandauer Forst sendiri sekitar 1.347 hektar yang meliputi dua wilayah konsevasi alam, yaitu Teufelsbruch dan Rohrpfuhl kecil dan besar.
Teufelsbruch sendiri berarti “peristirahatan setan” karena dulunya area ini merupakan area limbah dari perusahaan kereta Osthavelländische Eisenbahn.
Sementara Rohrpfuhl dulunya merupakan saluran air dan drainase yang terhubung ke Teufelscbruch, yang kini menjadi wilayah konservasi.
Kami sendiri hanya mengunjungi sebagian kecil di ujung hutan, tepatnya area yang ada kandang rusa, kambing hutan, serta babi hutan.
Hutan ini juga menjadi salah satu area konsevasi burung Uni Eropa, karena keragaman burung dan unggas di wilayah ini.
Selain bebek mallard yang sering berkeliaran di danau, saya sempat melihat burung pelatuk, bahkan ular yang tengah berenang santai di danau.
Jalan setapak di hutan ini dirancang untuk bisa dilewati siapa pun, mulai dari pejalan kaki, kursi roda, kereta dorong anak, hingga pesepeda.
Soal aksesibilitas, Berlin memang salah satu kota yang ramah terhadap penyandang disabilitas.
Di ujung pintu masuk, terutama yang dekat dengan jalan raya Schönwalder Allee, terdapat area parkir mobil yang cukup luas.
Saya membayangkan jika di Indonesia, di area parkir ini pasti sudah ada warung atau resto yang menjajakan makanan.
Namun sayangnya, di sini tidak ada warung semacam itu, padahal sepertinya cocok sekali jika ada warung bakso dan penjual teh botol.
Untungnya kami membawa bekal untuk cemilan dan air minum untuk mengganjal rasa lapar siang itu.
Sayangnya kami tidak membawa sayuran untuk diberikan kepada hewan-hewan di dalam kandang ini.
Saya sempat memberi makan rusa dari sisa-sisa kacang yang berceceran dari pengunjung sebelumnya yang memberi makan.
Rusa-rusa dan babi hutan sepertinya sudah hafal dengan kelakuan pengunjung, bahkan rusa datang saat dipanggil karena tahu akan diberi makan.
Saya tidak melihat seorang penjaga atau petugas satu pun di area ini, padahal bisa saja pengunjung sembarangan memberi makan bisa mencelakai rusa-rusa ini.
Saat kami berkunjung ke Pulau Merak, petugas cukup galak melarang pengunjung memberi makan merak-merak.
Namun sepertinya aturan ini tidak berlaku di tempat ini.
Babi hutan juga terlihat tengah tidur siang menikmati hawa sejuk sepoi-sepoi.
Jika di Indonesia, babi hutan ini mungkin sudah diburu warga Depok karena dianggap meresahkan, padahal hewan ini tidak bersalah sama sekali.
Turut prihatin terhadap babi kecil yang jadi korban kekejian manusia yang memfitnahnya.
Di dekat Kuhlake, terdapata sebuah monumen batu kecil untuk mengenang Kirsten Sahling yang ditusuk di tempat ini pada 29 Juni 2009 pada pukul 8.50.
Kasus pembunuhan Kirsten Sahling, seorang psikolong, menjadi salah satu kasus pembunuhan yang tidak terpecahkan.
Hingga sekarang, tidak diketahui siapa pembunuh dan apa motifnya.
Hutan kecil ini cocok sekali sebagai lokasi refreshing, menyepi dari hiruk pikuknya kebisingan kota dan menikmati suara desau angin, suara kumbang, dan kicauan burung.
Wihh tak sangka Ide Kota Tua hanya ada di Indonesia saja.. *yakali bay*
Mas Zam saya kok kepikiran. Kalau di Jerman. Ada tetangga yg usaha jualan sayur gtu nggak sih? Wkwk 🤣🤣🤣
Btw, tadi pas saya Baca Pulau Merak. Aku langsung pikir itu ada didaerah Merak sini..
Disana Babi Hutan jadi objek wisata ya. Soalnya dia ganas gtu kan ya? Aku kalau ke gunung suka diwanti2 sama petugas tentang Bahaya Babi Hutan yg kadang nyerang meskipun nggak di provokasi.