Tanggal 21 Mei 2021 lalu, BVG (Berliner Verkehrsbetriebe) perusahaan transportasi publik mengunggah video kampanye terbaru mereka yang berjudul Wir fahren allein allein (Kami berkendara sendirian).
Video kampanye yang menggambarkan kondisi Berlin terkait pandemi, di mana pembatasan yang diterapkan berpengaruh pada jumlah penumpang transportasi publik.
BVG, yang mengelola bus, tram, kereta U-bahn, juga feri, memang seringkali mengeluarkan video kampanye yang menggelitik.
Tidak hanya itu, isu yang diangkat sangat dekat dengan warga Berlin, sehingga sangat mengena.
Sebagai warga Berlin yang setia menggunakan layanan BVG, saya pernah membuat vlog saat mencoba layanan feri BVG dan naik U5 dari stasiun Rote Rathaus.
Hal-hal kecil, yang hanya warga Berlin yang tahu dan paham, bisa diangkat dengan sangat apik dan menyentil.
Berlin memang kota yang unik, punya keunikannya masing-masing, yang dibenci namun dicinta oleh warganya, dan menjadi ciri khas kota.
BVG seperti bisa mengemas semangat Berlin ini, dalam semua kampanyenya, dengan penuh humor.
Tidak seperti kampanye perusahaan lain yang menunjukkan sisi yang cantik-cantik, perusahaan yang telah berdiri sejak 1928 ini justru memposisikan dirinya apa adanya, mengemas kekurangannya menjadi kelebihan.
Di video terbarunya, BVG menggunakan lagu yang cukup menggelitik namun mengharukan, yang tentu saja mengena dan langsung menerima 3 juta lebih tayangan saat tulisan ini dibuat.
Lagunya diadaptasi dari lagu berjudul Allein Allein yang dinyanyikan oleh grup musik Polarkreis 18 dari Dresden yang dirilis pada tahun 2008.
Felix Räuber, vokalis grup musik Polarkreis 18 yang lagunya diparodikan mengaku sangat bangga dan terharu saat melihat video ini.
Agensi Jung by Matt SAGA merupakan agen yang memproduksi video ini.
Di tulisan kali ini, saya mencoba menjelaskan sisi-sisi yang diangkat oleh kampanye BVG ini, dan kenapa saya bisa tergelitik karena memang “Berlin banget”.
Untuk liriknya, bisa mengaktifkan fitur terjemahan subtitle ke Bahasa Indonesia.
Di lirik pertama, menggambarkan bagaimana kondisi kendaraan umum di Berlin.
“Allein allein, sendirian. Kami duduk di Straßenbahn (tram), tapi tiada yang ikut menumpang.”
Meski di video tersebut terlihat berlebihan, tapi memang jumlah penumpang kendaraan umum di Berlin terasa jauh lebih sepi.
Untungnya selama lockdown, kendaraan umum tetap beroperasi, yang tentu saja sangat berguna bagi warga.
Tentu saja, protokol kesehatan seperti wajib mengenakan masker dikampanyekan BVG agar penumpang bisa menggunakan layanan dengan aman.
“Saya (petugas pemeriksa tiket) sudah memeriksa seharin, tapi tidak menemukan penumpang gelap.”
Di Berlin, petugas pemeriksa tiket, atau kontroller yang sering disebut dengan kontie, memang sering menyamar dan memeriksa tiket secara acak.
Secara umum, naik kendaraan umum di Berlin memang jarang ada pemeriksaan tiket, namun jika kedapatan tidak mempunyai tiket, dendanya besar.
“Bus melaju kosong melewati Marzahn, tapi tidak ada yang ikut masuk (saat berhenti di halte). Sudah lama kita tidak berkendara bersama.”
Marzahn ini memang salah satu distrik jauh yang banyak dilayani bus BVG.
Saya bisa membayangkan perasaan sedih supir-supir bus yang setiap hari mengemudi bus kosong, karena tidak ada yang menumpang, walau tetap saja mereka digaji.
“Wir fahren allein! Kami mengemudi sendiri.. sendirian.. Ku bukakan pintu, tapi tiada yang masuk.”
Saya sontak tertawa saat liriknya berbunyi, “U2 sekarang lebih tepat waktu, tapi tiada yang menyadari..”
Kereta U-bahn bernomor U2 adalah merupakan jalur kereta terpadat di Berlin, sehingga kereta terlambat dan tidak tepat waktu sudah menjadi hal biasa dan bisa dimaklumi.
Maka ketika dalam lagu itu disebutkan kereta U2 bisa tepat waktu, karena kosong dan tidak padat, membuat saya terbahak dan bisa paham.
Begitu juga dengan lirik, “di Schlesi (Schlesisches Tor) lebih bersih karena semua klub masih tutup dan saya merindukan bau kebap”, juga membuat saya tersenyum.
Adegan bapak-bapak petugas kebersihan yang tengah membersihkan mesin itu saya juga bisa paham, karena memang biasanya mesin-mesin dan fasilitas BVG sering menjadi sasaran vandalisme.
Petugas berompi oranye ini lah yang bertugas membersihkan coretan-coretan serta sampah-sampah yang seringkali berserakan di stasiun.
Di area Schlesisches Tor memang area yang hidup dan penuh dengan kehidupan malam, makanya sejak lockdown dan sekuruh klub malam tutup, area stasiun terlihat lebih bersih.
Bau kebap ini juga saya bisa paham, karena sebagai makanan khas Berlin, orang biasanya beli lalu makan di dalam stasiun, menjadikan bau kebap menguar di mana-mana.
“Saya sudah menunggu kamu yang suka menghalangi pintu.”
Ini juga menjadi kebiasaan warga Berlin saat masuk ke angkutan umum apa pun, padahal peringatan pintu akan ditutup sudah menyala.
Biasanya mereka berdiri menghalangi pintu yang menutup agar temannya yang tertinggal di belakang bisa masuk dan tidak ketinggalan.
Sopir biasanya hanya mendengus kesal tanpa bisa berbuat banyak, karena jika pintu belum tertutup sempurna, kendaraan tidak akan bisa jalan.
Lirik yang menyatakan mereka merindukan orang menghalangi pintu ini sungguh lucu, karena seolah-olah menggambarkan betapa sepinya penumpang.
Di akhir video, BVG menyatakan bahwa mereka merindukan kehadiran penumpang, dan berharap secepatnya kehidupan bisa kembali normal.
BVG juga menyampaikan pesan bahwa di situasi pandemi seperti ini, kita semua sebenarnya tidak sendiri, meski sama-sama mengisolasi diri.
Saya terus terang terharu, seperti komentar para warganet di Twitter, saat melihat video ini.
Tentu saya merindukan masa-masa berdesak-desakan, berlari-lari mengejar tram selepas atau saat hendak ke kantor, dan merasakan kembali suasan komuter seperti dulu.
Cerita yang menarik Zam!
Terima kasih. 🙏👍