Musim semi merupakan salah satu musim yang paling ditunggu oleh warga Berlin untuk berwisata dan menikmati matahari dan cuaca hangat.
Sayangnya, di masa pandemi ini, di mana penerapan lockdown masih berlangsung, pilihan untuk bepergian lebih terbatas.
Salah satu alternatif warga adalah mengunjungi taman-taman umum yang bertebaran di penjuru Berlin, yang dipastikan sudah penuh dengan warga yang piknik atau sekadar berjemur matahari.
Pada hari Sabtu, 8 Mei 2021, saya, bersama istri dan seorang teman mengunjungi Britzer Garten, untuk melihat bunga tulip yang bermekaran di taman tersebut.
Selain tulip, di taman ini banyak bermekaran bunga dahlia (aster), dafodil, dandelion, serta bunga apel.
Meski cuaca cerah dan matahari bersinar terik, namun suhunya bisa dibilang cukup dingin, sekitar 18°C.
Apalagi saat angin berhembus, rasanya dingin sampai menusuk ke tulang.
Britzer Garten
Britzer Garten yang luasnya 90 hektar ini, merupakan salah satu taman besar di Berlin yang dibangun pada tahun 1985 dan dibuka pada 8 Juli 1989.
Britzer sendiri diambil dari nama taman ini berada, yaitu Britz.
Terletak di ujung selatan Berlin, tepatnya di distrik Neukölln, distrik terpadat di Berlin, taman ini dulunya dibangun untuk warga yang tinggal di Berlin Barat.
Untuk menyaingi taman ini dan mencegah warga berpindah, pemerintah Berlin Timur membangun Garten der Welt, yang berada di distrik Marzahn.
Kini kedua taman berada dalam satu naungan organisasi besar, Grün Berlin.
Britzer Garten memiliki 6 pintu masuk, namun kami memilih masuk melalui pintu di Buckower Damm, karena mudah diakses dengan menaiki bus M44 dari Stasiun Hermannstraße.
Tiket masuk ke taman ini sebesar 3€ per orang dewasa yang bisa dibeli secara daring atau beli di loket.
Kami membeli tiket secara daring, karena ingin melihat pameran tulip yang menggunakan sistem jadwal.
Biasanya area Taman Tulip (Tulipan) ini terbuka untuk umum, namun karena pandemi, pengelola membatasi pengunjung di area yang menjadi daya tarik utama taman ini, dengan menerapkan sistem tiket yang harus dipesan terlebih dahulu.
Taman Tulip dibuka hanya pada bulan April dan Mei, bertepatan dengan musim mekarnya bunga tulip.
Masuk ke area Taman Tulip ini gratis, namun pengunjung dibagi dalam beberapa shift yang bisa dipilih secara daring.
Untung kami memesan melalui daring, karena pengunjung yang beli tiket di loket tidak kebagian jatah untuk bisa masuk ke area Taman Tulip karena jadwal sudah penuh.
Kami memilih jadwal masuk pukul 15.00, yang mana saat itu matahari tidak terlalu terik.
Di Britzer Garten, selain Taman Tulip terdapat danau seluas 10 hektar yang berada di jantung taman, jam matahari besar yang menunjukkan waktu sesuai arah bayangan matahari beserta miniatur tata surya (Kalenderplatz), Taman Dahlia (Dahlienfeuer) yang hanya buka pada Agustus hingga Oktober, peternakan kambing Thüringen, taman bermain anak, bukit-bukit, kafe-kafe, serta kereta api mini.
Sayangnya karena pandemi, beberapa layanan seperti kafe dan kereta api mini yang mengelilingi taman tidak beroperasi.
Warga juga banyak yang sekadar jalan-jalan, bahkan piknik dan rebahan menikmati matahari hangat, setelah sepekan sebelumnya, Berlin dan sebagian Jerman dihajar cuaca buruk akibat Badai Eugen.
Di beberapa sudut terlihat pasangan sepuh tengah berjalan-jalan berdua, dengan bantuan tongkat khusus atau kursi roda, menikmati hangatnya matahari.
Di taman ini, anjing dan sepeda dilarang masuk, namun anak-anak kecil diperbolehkan menggunakan skuter atau sepeda keseimbangan mereka di dalam taman.
Meski penggunaan masker di taman ini sebatas anjuran, kecuali di area Taman Tulip yang wajib masker, saya tetap memilih menggunakan masker selama di taman ini karena tidak ingin menghirup serbuk sari yang bisa membuat saya alergi.
Selama di Britzer Garten, saya melacak aktivitas saya menggunakan gelang Amazfit Band 5 yang saya hubungkan ke Strava.
Dari aplikasi Strava, saya mengetahui bahwa saya berjalan sejauh 9 kilometer lebih dalam waktu sekitar 3 jam mengelilingi taman ini!
Taman Tulip
Jika dulu saya mengira bahwa bunga tulip berasal dari Belanda, rupanya saya salah.
Saya baru mengetahui bahwa bunga tulip justru berasal dari Asia Tengah dan Eropa Selatan, terutama wilayah yang sekarang menjadi area Turki, Yunani, Italia, dan Spanyol.
Belanda membawa tulip ke Eropa Barat pada akhir abad ke-16, yang dibawa oleh seorang pakar biologi dari Wina, Austria, bernama Carolus Clusius.
Berawal dari dekorasi dan keperluan, medis, tulip menjadi bunga yang banyak dibudidaya di Belanda dan akhirnya menjadi bunga nasional negara tersebut.
Saat berada di Taman Tulip ini, saya sungguh terkesima dengan berbagai bentuk dan warna bunga tulip.
Di beberapa sudut terdapat papan kecil berisi nama populer bunga-bunga cantik itu, seperti tulip world friendship dan tulip monte carlo berwarna kuning, tulip christmas dream, tulip pink vision, dan tulip new design berwarna merah muda, tulip double price berwarna ungu, dan banyak lagi.
Kalenderplatz dan Danau
Setelah puas melihat tulip, kami keluar area dan menuju ke Kalenderplatz, sebuah lapangan dengan tugu lancip futuristik yang berfungsi sebagai jam matahari raksasa.
Jam matahari di taman ini juga terbilang cukup akurat, saat kami berada di sana sekitar pukul 16.00, bayangan tugu juga jatuh di garis yang menunjuk pukul 16.00.
Di lapangan ini juga terdapat plakat tembaga yang menunjukkan posisi planet-planet di tata surya, lengkap dengan skala jaraknya.
Jerman memang luar biasa dalam urusan ilmu pengetahuan dan urusan teknis.
Di lapangan ini juga terdapat kolam kecil yang tersambung ke danau di tengah taman.
Saya sempat melihat angsa dan bebek berenang-renang di kolam ini, bahkan mereka tak segan mendatangi pengunjung yang tengah duduk-duduk di sekitar kolam untuk meminta makan.
Air di kolam dan danau ini bisa dibilang jernih, bahkan saya bisa melihat hingga ke dasar kolam dan danau yang dangkal.
Untuk lengkapnya, bisa disimak di highlight Instagram story saya atau di vlog saya berikut ini.
Di Ig tuh setiap kali melihat story Mas Zam. Mataku berbinar2 tersihir2 sama keindahan sana.. wkwk *lebay yakk. 🤣* tapi bner ini beneran bagus..
Entah kapan bisa dapat kesempatan buat ngunjungin sana. Haha.
Btw, baca ini saya langsung teringat adegan di film tinkerbell 1 saat ‘peri bunga’ numbuhin bunga sewaktu musim semi tiba..
Kalau bunga2 ini apa ditanam juga mas sama pihak pengelola?? I mean, mereka nggk tumbuh liar gtu?? dan apa pihak pengelola nanem bunganya tiap tahun..? Kan kalau winter pohon bunga pada mati kan ya?? Ehh atau mereka cuma rontok daunnya terus pas si Semi datang mereka berbunga lagi?? wkwk 😁 *pertanyaan apa ini woyy!! 🤭*
Disana serbuk sari yg berterbangan riweuh banget kali ya? Tapi wangi kan ya? Haha. Mungkin kalau aku disana butuh masker berlapis2..
Semoga badai corona bisa berlalu biar nikmatin musim seminya bisa maksimal ya? Udah terlalu lama soalnya si Corona ini.