Tanggal 13 April 2019 menjadi hari yang bersejarah, di mana saya ikut serta menentukan nasib Indonesia dengan mengikuti Pemilu 2019 di Berlin, Jerman.
Penyelenggaraan Pemilu 2019 di luar negeri memang dilakukan lebih awal, yaitu tanggal 8-14 April 2019.
Awalnya sebenernya saya ngga ada gambaran akan mengikuti pencoblosan di Pemilu 2019 di luar negeri, namun nasib berkata lain.
Setelah pindah ke Berlin pada akhir November 2018, saya kemudian segera mencari informasi tentang Pemilu 2019.
Usaha Mendaftar Pemilu 2019
Setelah memastikan saya dan istri terdaftar di DPT tempat saya tinggal, saya kemudian mencari informasi di situs Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin yang akhirnya diarahkan ke situs PPLN Berlin.
Di situs PPLN Berlin ada informasi terkait cara mendaftarkan diri untuk mengikuti Pemilu 2019 di Berlin, namun rupanya pendaftaran sudah ditutup pada 13 Agustus 2018.
Saya kemudian mencari informasi apakah masih bisa menyusul mendaftar, atau bagaimana caranya agar bisa mengikuti pemilu dengan cara mengirimkan surel ke alamat yang tertera di situs PPLN pada 17 Januari 2019, namun tidak ada jawaban.
Seorang teman yang kerabatnya bekerja di KBRI Berlin membantu saya mencari informasi soal ini.
Menurut kerabat teman saya tersebut, rupanya saya tetap bisa mengikuti pemilu dengan mengurus surat pindah Formulir A5 yang harus diurus di lokasi DPT tempat saya terdaftar.
Tentu repot sekali, karena saya tidak mungkin pulang ke Indonesia hanya untuk mengurus Formulir A5 ini, di mana informasi ini baru muncul di media sekitar Februari 2019, meski KPU merilis informasi tentang Formulir A5 ini di bulan Oktober 2018.
Bulan Oktober 2018 saat itu saya masih dalam proses mengurus urusan kepindahan saya ke Berlin dan tidak sempat mengurus Formulir A5 ke KPU, itu pun saya karena saya tidak tahu.
Beberapa teman yang dulu pernah terlibat menjadi panitia PPLN di tahun 2014 mengatakan saya tetap bisa mencoblos di hari pencoblosan dan menunggu sisa surat suara.
Namun saya kurang menyukai cara ini, karena tidak ingin kecewa setelah meluangkan waktu datang ke TPS ternyata tidak bisa mencoblos karena kehabisan surat suara.
Apa daya, saya dan istri yang ingin mengikuti aturan, dengan terdaftar sebagai pemilih supaya lebih tertib administrasi dan ada kepastian, tidak punya pilihan lain.
Semakin mendekati hari pencoblosan, informasi tentang Formulir A5 sebagai syarat pemilih supaya bisa memilih di luar daerah pun semakin ramai diberitakan.
Tanggal 12 Maret 2019, saya mendapatkan informasi melalui surel dari KBRI tentang penyelenggaraan Pemilu 2019 di Jerman, karena saya dan istri sudah melaporkan diri ke kedutaan.
Yth. WNI yang berdomisili di Jerman,
Pemilu Legislatif dan Presiden dan Wakil Presiden akan diselenggarakan pada tgl 13 April 2019. Mohon pastikan Anda terdaftar di PPLN Berlin, Frankfurt dan Hamburg dengan memeriksa di website masing-masing PPLN sesuai alamat Anda di Jerman. Bagi yang baru pindah ke Jerman dan baru mendaftar LaDi serta bermaksud memilih pada Pemilu 2019, dimohon dapat mengurus form A5 dari Indonesia untuk pengantar memilih di Berlin
Pada 13 Maret 2019, saya kemudian mencoba mengirim surel untuk bertanya sekali lagi, namun kali ini mengirim ke alamat surel yang saya dapat dari seorang kerabat kawan yang bekerja di Kementerian Luar Negeri.
Surel saya baru dibalas pada tanggal 15 Maret 2019, di mana isi surel menyarankan saya untuk datang ke TPS Berlin di Jugendgästehaus Hauptbahnhof, Lehrter Straße 68, 10557 Berlin, pada hari pencoblosan, 13 April 2019, pada pukul 17:00 jika masih ada surat suara dengan hanya membawa paspor dan e-KTP.
Untungnya saya sempat mengurus e-KTP sebelum berangkat ke Berlin, meski harus menunggu selama 3 tahun untuk mendapatkan e-KTP.
Karena tidak bisa berbuat apa-apa lagi, saya dan istri berniat tetap datang dan berusaha nyoblos jika mendapat kesempatan, meski agak bete karena ingin berusaha tertib tapi terhalang dengan urusan administrasi.
Pelaksanaan Pencoblosan Pemilu 2019
Pada tanggal yang ditentukan, 13 Aprli 2019, kami berangkat ke lokasi Pemilu 2019, yang berada di gedung Jugendgästehaus Hauptbahnhof, tak jauh dari lokasi Kedutaan Besar Republik Indonesia.
Kami sengaja datang lebih awal dari jadwal yang ditentukan supaya bisa dapat jatah surat suara jika masih tersisa, sekitar pukul 16:45.
Saat kami tiba, kami melihat sudah banyak orang bergerombol di depan pintu. Saya sempat kaget karena tidak ada antrean yang jelas, dan banyak sekali warga Indonesia yang ingin menyoblos.
Dari gerak-gerik dan obrolan yang terdengar, hampir sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa di Jerman, yang tidak hanya berasal dari Berlin, tapi dari luar Berlin.
Beberapa di antaranya juga terlihat membawa koper besar, yang dugaan saya adalah WNI yang tengah melancong di Berlin, dan berniat menyalurkan hak suaranya.
Yang saya sesalkan adalah kenapa orang-orang tidak bisa antre dengan tertib dan cenderung bergerombol di depan pintu.
Padahal di Jerman yang terkenal tertib seperti ini, harusnya bisa juga tertib antre dan tidak bergerombol tidak jelas.
Saya juga tidak melihat adanya informasi yang jelas, minimal informasi yang tertempel di kaca, mengenai jalur antrean, atau proses yang harus dilalui.
Ketika saya mencoba mencari tahu, dengan berbaur dengan gerombolan di depan pintu, rupanya ada beberapa di antara mereka yang membawa Formulir A5.
Mereka yang mempunyai Formulir A5 harus berbaur juga menunggu jam 17:00 untuk bisa diperbolehkan mencoblos, bersama dengan yang hanya bermodal paspor dan e-KTP seperti saya dan istri.
Petugas keamanan yang disewa untuk menjaga pintu, orang Jerman dan Turki, terlihat kewalahan menghadapi brutalnya massa.
Setelah seluruh WNI yang memiliki Formulir A5 dipersilakan masuk, yang tersisa hanyalah WNI yang hanya berbekal paspor dan e-KTP.
Petugas PPLN yang beberapa kali mengimbau massa untuk tertib dan membuat antrean, tidak diindahkan.
Petugas sempat menyaring yang diperbolehkan masuk berdasarkan urutan siapa yang tinggal di Jerman, siapa yang tinggal di Berlin, dan siapa yang sudah lanjut usia, namun tidak berhasil karena massa masing-masing ingin bisa masuk dan mencoblos.
Makin mendekati pukul 18:00, massa semakin banyak dan merangsek maju. Saya dan istri yang berusaha antre di tengah massa, secara perlahan-lahan bisa mendekati pintu masuk.
Hingga akhirnya petugas PPLN meminta massa membuat barisan dan mengutamakan yang perempuan untuk masuk. Istri saya berhasil masuk.
Setelah seluruh perempuan masuk, giliran laki-laki, namun jumlahnya sangat dibatasi.
Untungnya saya bisa masuk dan menjadi orang terakhir yang diperbolehkan masuk untuk bisa mencoblos, sementara di luar masih banyak orang menunggu.
Setelah berada di dalam, petugas kemudian menghitung apakah surat suaranya masih cukup, dan untungnya masih.
Petugas PPLN akhirnya memutuskan menutup dan tidak menerima pemilih lagi karena selain surat suara terbatas, juga sudah melewati waktu operasional gedung.
Meski pun saya terpisah dengan istri, saya menjadi orang yang terakhir mencoblos di hari itu, setelah menunggu sekitar dua jam di cuaca yang sangat dingin, saat itu sekitar 5°C, pada pukul 18:30.
Alhamdulillah.
Proses Pencoblosan
Saya antre menunggu proses identifikasi dan verifikasi data.
Saya melihat petugas PPLN di dalam bekerja dengan sangat baik.
Saya bahkan melihat Pak Dubes RI untuk Jerman, Pak Arif Havas Oegroseno, terlihat mengawasi proses pemilu.
Saat giliran saya, petugas memeriksa paspor dan visa yang berlaku, untuk melihat apakah pemilih memiliki hak untuk mencoblos atau tidak.
E-KTP sama sekali tidak disentuh oleh petugas saat verifikasi ini, juga seterusnya.
Data tersebut dicatat kemudian petugas mengarahkan saya ke TPS nomor 2, dari tiga TPS yang ada.
Di meja penyerahan surat suara, saya kemudian ditanya status pernikahan dan diminta menuliskan alamat domisili di Jerman, sebelum diberi surat suara.
Saya diminta membuka surat suara di depan petugas, mengecek apakah ada surat suara yang rusak untuk membuktikan keabsahan surat suara nantinya, sebelum ditandatangani petugas dan diserahkan kepada saya.
Saya mendapat dua lembar surat suara, pertama surat suara untuk memilih presiden dan wakil presiden dengan sampul berwarna abu-abu, dan surat suara untuk memilih anggota DPR RI dengan sampul berwarna kuning.
Sebelum mencoblos, saya diminta memasukkan ponsel ke dalam kotak di depan petugas, karena dilarang membawa ponsel ke bilik suara.
Saya menuju bilik suara yang terbuat dari kardus, mencoblos pilihan calon presiden dan calon wakil presiden pilihan saya serta calon anggota DPR RI yang saya percaya membawa aspirasi saya.
Kemudian saya melipat kembali surat suara, memasukkan surat suara ke kotak yang ditentukan, dan menyelupkan jari ke tinta berwarna ungu.
Setelah menyelupkan jari kelingking kiri saya ke tinta, saya diminta menulis nama di kertas dan saya mendapat nomor urut 101 di kertas tersebut.
Proses pencoblosan pun selesai dan saya keluar untuk menemui istri saya yang sudah menunggu di luar.
Masukan dan Saran
Dari pengalaman saya dan hasil berbincang dengan teman-teman, pelaksanaan Pemilu 2019 di Berlin termasuk tertib.
Teman saya yang sudah terdaftar dan memiliki surat undangan C6, bisa datang menyoblos dengan cepat dan lancar, karena tidak perlu antre dan menunggu.
Kekisruhan terjadi saat massa yang tidak terdaftar, baik yang mempunyai Formulir A5 dan hanya bermodal paspor menunggu giliran.
Alangkah lebih baik jika PPLN bisa membuka gelombang kedua untuk pendaftaran pemilih, mendekati hari pencoblosan, sehingga jumlah pemilih dan kertas suara bisa lebih dipersiapkan.
Akan lebih baik jika PPLN memperbarui informasi di situsnya, memberikan informasi yang dibutuhkan, dan menjawab pertanyaan yang masuk dengan segera.
Saat hari pelaksanaan, alangkah baiknya untuk bisa memberikan informasi yang jelas, dengan menempelkan prosedur atau jalur antrean untuk massa yang tidak terdaftar namun ingin bisa mencoblos.
Saya melihat ada satu-dua petugas yang berada di tengah kerumunan massa, namun tidak bisa tegas mengatur atau menertibkan.
Untuk jalur pos, saya sendiri tidak mengetahui prosedurnya, karena memang tidak terdaftar, sehingga tidak bisa memberi saran apa pun.
Saya sebagai warga negara bersedia mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku, bahkan antre lama pun mau, asal ada kejelasan.
Sayang sekali jika banyak orang terpaksa tidak dapat menyalurkan suaranya alias golput karena sistem.
Semoga di pemilu selanjutnya, pelaksanaannya lebih baik lagi.
BTW pemilu kemaren nyoblos siapa Om?