Pagi-pagi saya menerima email dari juragan saya, Mas Adi Wijanarko, yang berisi ajakan untuk menyelam di Kepulauan Seribu. Tentu saja saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan langsung mengiyakan.
Karena buddy saya, Diah saat itu sedang menyelam di Menjangan, Bali, saya pun mengajak Virtri dan Firman.
Tidak seperti kebiasaan saya yang berangkat dari Muara Angke (atau Marina, Ancol), saya naik kapal cepat pribadi yang berangkat dari perumahan elit Pantai Mutiara.
Bagaimana tidak disebut elit, hampir semua rumah mewah yang berdiri di kawasan ini memiliki kapal mewah di belakang rumahnya lengkap dengan dermaga. Jalan-jalan utama seakan-akan digantikan dengan kanal-kanal yang langsung terhubung menuju ke Teluk Jakarta.
Waktu tempuh dengan kapal cepat ini pun mengagumkan. Jika biasanya saya naik kapal kayu membutuhkan waktu selama 3 jam untuk sampai ke Pulau Pramuka, atau selama satu jam dengan kapal cepat dari Ancol (dan kapal ceat dari dermaga baru Muara Angke), waktu tempuh dengan kapal ini hanya 40-50 menit!
Begitu sampai di Pulau Pramuka dan mengambil tangki, kamu langsung menuju ke utara, menuju Pulau Papa Theo.
Papa Theo merupakan titik penyelaman wreck (bangkai kapal tenggelam). Walau tidak besar, titik penyelaman ini bisa menjadi variasi pemandangan karena sesuai kondisi geografisnya, menyelam di Kepulauan Seribu rata-rata berupa karang dan koral.
Kapal yang tenggelam di Papa Theo adalah kapal kargo, panjangnya 100 meter dan berada di kedalaman mencapai 30 meter. Saya akhirnya bisa menambah dive log saya dan melihat bangkai kapal yang tidak begitu besar ini.
Yang lebih menyenangkan lagi, saya dihadiahi dive comp Suunto Zoop oleh Mas Adi. Alhamdulillah! Saya beruntung karena sebelumnya saya sudah bermimpi-mimpi mempunyai dive comp!
Begitu sampai di Papa Theo, rupanya sudah banyak penyelam. Rata-rata adalah penyelam bule yang sebelumnya menginap di Pulau Sepa, Pulau Putri, atau resort-resort lain di sekitar Papa Theo.
Penyelaman pertama, saya turun hingga 26 meter. Memang beda pengalamannya ketika menyelam dengan menggunakan dive comp. Dengan dive comp, saya bisa terus memantau dan menjaga waktu dan kedalaman agar tidak mengalami dekompresi.
Setelah penyelaman pertama di Papa Theo, kami berpindah ke titik penyelaman selanjutanya, Karang Congkak.
Di sini koral dan karangnya relatif lebih sehat karena titik ini jarang didatangi para penyelam. Namun di titik ini, arus tiba-tiba datang, dan buddy saya, Firman terseret arus hingga terpisah. Untung dia tidak terseret begitu jauh ketika berada di permukaan.
Selesai menyelam di titik ini, kami kembali ke Pulau Pramuka, mengembalikan tangki dan kembali le Pantai Mutiara.
Saking cepatnya, one day trip ini, saya bisa mandi air tawar setelah sampai di kosan! Pengalaman yang tak terlupakan, apalagi saya dapat hadiah dive comp!
Ditunggu trip selanjutnya, Mas Adi! Alor?
Hayooo bandel.. Laporin ke Padi nih :p *ngadu*