Piknik di Tegeler See (Danau Tegel), Berlin, Jerman

14 minutes 78 2

Berlin (dan area Brandenburg) memang tidak punya laut, namun ada beberapa danau yang cukup besar dan menjadi pusat rekreasi warga yang ingin melakukan kegiatan air atau sekadar berenang-renang.

papan nama jalan Alt-Tegel

Apalagi di musim panas seperti ini, yang bisa mencapai temperatur 35°C, warga Berlin sering keluar dan mencari kesegaran dengan nyemplung ke tempat-tempat berair.

Bahkan kolam-kolam di taman pun juga penuh dengan orang dewasa dan anak-anak yang tak segan berendam tanpa merasa malu.

Meski ada kolam renang, sepertinya warga enggan merogoh Euro hanya untuk berendam dan bermain air jika ada kolam gratis di taman.

Namun, semenjak pandemi menyerang, larangan untuk berendam di kolam-kolam taman pun ditegakkan sehingga warga yang mencari oase di tengah panasnya musim panas, perlu memutar otak.

Termasuk di danau, di mana di beberapa area yang dianggap cukup dangkal, banyak warga melakukan aktivitas air atau berenang-renang di beberapa danau yang tersebar di beberapa area di Berlin.

Bahkan ada situs yang menampilkan data tempereatur air danau yang dijadikan panduan warga untuk memutuskan akan berenang-renang karena dirasa cukup hangat atau terlalu dingin untuk dicemplungi.

Tegeler See (Danau Tegel)

kafe dan resto di Alt-Tegel

Kami berkunjung ke Tegeler See pada hari Sabtu, 27 Juni 2020, karena cuaca yang saat itu sedang bagus, setelah penasaran melihat postingan teman yang berkunjung ke sana di Twitter.

Danau Tegel atau Tegeler See merupakan danau terbesar kedua di Berlin, yang lokasinya tak jauh dari Bandara Berlin Tegel (TXL).

Dengan menggunakan kereta U-bahn U6 arah Alt-Tegel, kami turun di stasiun dan keluar tepat di mulut kota lama Tegel (alt berarti tua, dalam Bahasa Jerman).

Di sepanjang jalan Alt-Tegel, kafe-kafe dan penjual es krim buka dan beberapa orang terlihat duduk-duduk di kursi di luar dan beberapa pedagang kaki lima menggelar lapaknya.

Suasana nampak terlihat normal, meski penerapan menjaga jarak sejauh minimal 1,5 meter masih diterapkan, namun pemakaian masker tidak diwajibkan.

Sesuai aturan terakhir dari pemerintah Berlin, masker memang hanya diwajibkan di area stasiun, bandara, dan angkutan umum, serta di dalam toko saja, di mana ada denda sebesar 50€ bagi yang melanggar.

Greenwich Promenade

Dari stasiun, kami berjalan sekitar 700 meter untuk menuju ke tepi danau, dan sampai lah kami di Greenwich Promenade.

Terdapat miniatur kotak telepon umum khas Inggris dan kotak pos berwarna merah hasil sumbangan Dereck J. Dean-Mayor, pemimpin dari London Borough of Greenwich Town Twinning Association kepada Bürgermeister (semacam walikota) Reineckendorf, Herbert Grigers.

Reineckendorf, yang meliputi area Tegel, termasuk Tegeler See, merupakan salah satu dari tiga twinning town dari Royal Greenwich.

Di Greenwich Promenade ini terdapat dermaga kapal wisata yang akan membawa pengunjung mengelilingi danau.

Terdapat beberapa operator, salah satunya Sternundkreis, yang merupakan salah satu operator kapal wisata terbesar di Berlin, seperti di dermaga Treptower.

kapal wisata di Tegeler See

Kami belum tertarik untuk mencoba tur kapal ini, mungkin lain kali kami akan mencoba.

Dari papan iklan yang tersebar di beberapa tempat, ada juga paket tur yang menawarkan pengalaman makan di atas kapal.

Beberapa kapal layar, orang-orang yang mendayung kano, terlihat mondar-mandir di tengah danau.

Cuaca begitu terik, dan kami yang orang tropis, mencari tempat duduk teduh yang banyak tersebar di area ini.

Peraturan untuk menjaga jarak minimal 1,5 meter membuat kami cukup sulit mendapatkan tempat yang aman untuk sekadar menikmati semilir angin dan pemandangan.

angsa Kanada di dermaga Tegeler See

Bebek, itik, dan angsa terlihat asyik berenang-renang di tepi dermaga, bahkan ada satu dua itik yang terlihat tengah tidur dengan melipatkan kepalanya ke belakang, bertumpu pada tubuhnya di bagian belakang.

Unggas yang saya lihat di Tegeler See ini tidak seperti unggas yang sering saya lihat di sepanjang Sungai Spree.

Biasanya saya melihat banyak sekali pasangan bebek mallard yang gampang dikenali dengang leher dan kepalanya yang berwarna hijau, saya jarang melihat bebek ini.

Saya malah sering melihat angsa Kanada (Branta canadaensis) berwarna coklat dengan leher hitam dan pipi berwarna putih.

Angsa besar ini terlihat santai dan tidak takut terhadap manusia.

Sechserbrücke (Jembatan Enam)

menyeberang melewati Sechserbrücke

Kami berjalan ke utara, menuju ke area Malche untuk mencari lokasi menggelar tikar dan duduk-duduk menikmati suasana.

Untuk menuju ke sana, kami harus menyeberangi sebuah teluk kecil yang menjadi muara Tegeler Fließ.

Di tengah teluk, terdapat Humboldtinsel (pulau Humboldt), yang diberi nama dari penjelajah Jerman, Alexander von Humboldt.

Pulau ini dulunya merupakan pulau buatan untuk jalur kereta industri milik Niederbarnimer Railway sebagai bagian dari proyek Tegel-Friedrichsfelde untuk transportasi ke Pelabuhan Tegel.

Kini di tengah pulau berdiri paviliun-paviliun kecil rekreasi yang bisa disewa dengan dermaga kecil untuk parkir perahu mesin atau kapal.

paviliun di Humboldtinsel

Paviliun dengan dermaga kecil ini mengingatkan saya akan perumahan elit Pantai Mutiara di Jakarta Utara.

Sebuah jembatan besi berwarna merah nampak gagah, menghubungkan area di mana kami berada, ke Malche di mana salah satu kakinya bertumpu pada pulau Humboldt.

Jembatan ini bernama Jembatan Enam, alias Sechserbrücke, dibangun pada tahun 1908 dan memiliki kisah sejarah unik.

Pada akhir abad ke-19, seorang nelayan lokal bernama Schiebert menawarkan jasa kapal tongkang untuk menyeberangi teluk kecil ini dengan bayaran 5 Pfennig.

Pfennig adalah satuan mata uang Jerman sebelum Euro yang senilai dengan 100 Mark.

Di Berlin, uang senilai 5 Pfennig sering kali disebut dengan “Enam” (Sech), sehingga ongkos untuk menyeberang dengan tongkang ini sering disebut dengan “membayar dengan Enam”.

Sechserbrücke dilihat dari Malche

Karena banyaknya orang yang menyeberang, Schiebert akhirnya membuat jembatan dari kayu dan memungut uang dari setiap orang yang menyeberang dengant tarif yang sama, Enam alias 5 Pfennig.

Pada tahun 1905, Schiebert menyerahkan jembatan buatannya kepada pemerintah untuk proyek perluasan dermaga Tegel.

Jembatan besi sepanjang 65 meter yang dibangun oleh perusahaan Steffens & Nölle AG ini, mempertahankan nama Jembatan Enam, termasuk memungut ongkos menyeberang.

Ongkos menyeberang dari jembatan ini ini menghasilkan keuntungan hingga 7.000 Mark setiap tahun.

Pungutan menyeberang akhirnya dihapus pada tahun 1922 saat Jerman mengalami inflasi.

perahu sewaan di Tegeler See

Untuk naik ke jembatan, kami harus naik tangga batu. Untuk pengguna sepeda, terdapat sebuah seluncur di bagian pinggir agar sepeda bisa dituntun naik atau turun jembatan.

Menariknya, di jembatan ini, sering digunakan orang bernyali besar untuk meloncat dari atas jembatan ke air.

Kami beruntung sempat melihat seseorang bernyali besar meloncat dari atas jembatan ini, yang saya abadikan di sebuah cuitan.

Di sekitar jembatan juga terdapat penyewaak kayak, kano, dan saya sempat melihat ada yang menyewa perahu bebek yang dikayuh dengan kaki.

Beberapa kafe dan kios es krim juga terlihat di sekitar area ini.

Dermaga Kapal Malche

sepeda dikunci di sebuah rambu taman

Setelah turun dari jembatan, kami berbelok ke kiri, menyusuri jalan setapak menembus pepohonan di tepi danau.

Suasananya mirip di hutan, dengan banyak pohon dan semak-semak, sehingga udara terasa sejuk.

Di jalur ini juga banyak dilewati sepeda atau orang yang sedang jogging.

Saya melihat sebuah sepeda dikunci pada sebuah rambu taman di tengah hutan, yang saya duga si empunya sepeda sedang piknik atau bermain air, tak jauh dari tempat ini.

Kami mencari lokasi yang agak landai, untuk menggelar alas piknik yang kami bawa, dan membuka bekal.

Sebuah dermaga berisi kapal-kapal cepat atau perahu motor terlihat di depan Ruder-Club Tegel, di teluk Große Malche.

dermaga kapal di Große Malche

Beberapa orang tampak duduk-duduk di dermaga kayu sambil menyelupkan kaki ke air.

Seorang teman, orang Jerman, bercerita pernah memiliki kapal yang ia titipkan di sini, dan setiap musim panas, ia mengendarai kapal tersebut berkeliling danau.

Namun karena kapal tersebut hanya digunakan di musim panas, dan biaya perawatannya yang mahal, ia kemudian memilih menjual kapal tersebut.

Saya melihat ada beberapa gedung milik klub atau perkumpulan aktivitas air, yang sebagian besar menggunakan kapal di area ini.

Beberapa galangan kapal juga terlihat di sepanjang jalur yang kami lalui, yang saya duga masih aktif.

air Danau Tegel nampak jernih

Air di danau nampak jernih, sehingga saya bisa melihat hingga ke dasar danau yang dangkal.

Beberapa orang nampak menggunakan bikini dan berpakaian renang nyemplung dan berenang-renang dari pinggir danau di sekitar teluk ini.

Sebenarnya ada area khusus untuk berenang-renang di danau ini, di mana lokasinya persis seperti pantai, lengkap dengan pasirnya, namun tanpa ombak, yang berada tepat di seberang dari lokasi kami.

Jaraknya cukup jauh sebenarnya jika ditempuh dengan berjalan kaki, maka orang-orang kadang terlalu malas untuk menuju ke sana dan memilih nyemplung di area yang cukup dangkal.

Saya sendiri tidak berminat menyelupkan kaki atau nyebur, karena memang tidak menyiapkan baju ganti, saya agak malas dengan air yang walau terlihat jernih, pasti kotor.

papan informasi fauna di Malche

Aktivitas memancing di danau ini juga dilarang, dan memang danau ini dikhususkan untuk aktivitas olah raga air.

Kami melihat ada sebuah papan berisi informasi fauna yang hidup di area ini, antara lain musang hutan (Martes martes), landak (Erinaceus europaeus), kumbang tanah (Carabus granulatus), tikus tanah (Sorex araneus), cacing tanah (Lumbricus terrestris), laba-laba (Pisaura mirabilis), kadal (Lacerta vivipara), burung prenjak Eurasia (Troglodytes troglodytes), burung robin (Erithacus rubecula), burung pagar coklat (Prunella modularis), kodok (Bufo bufo), dan kadal tak berkaki (Anguis fragilis).

Kami akhirnya menemukan sebuah lapangan yang agak landai, walau terletak agak sedikit jauh di tepi danau, namun kami masih bisa melihat ke arah danau.

Tak jauh dari situ terdapat sebuah warung yang menjual minuman dingin dan es krim.

Setelah membeli sebotol teh dalam kemasan, kami menggelar tikar, duduk-duduk, dan menikmati suasana.

Kemungkinan kami akan kembali lagi ke sini dan menyusuri area lain yang belum sempat kami jelajahi karena luasnya area ini.

3 responses
  1. Gravatar of Bara Anggara
    Bara Anggara

    ternyata di Jerman bisa juga ya suhunya mencapai 35 derajat celcius,, udah kaya cuaca di negara tropis,, pantes banyak yg sampai berendam di kolam-kolam..

    menarik juga masih ada hewan2 kaya musang dan landak di sana..

  2. Gravatar of morishige
    morishige

    Dulu saya pernah lihat adegan orang Berlin ngumpul-ngumpul di pantai dalam film Im Juli, Kang. Baru ngeh kalau ternyata itu sungai. Tapi pantainya mirip pantai-pantai di pinggir laut, sih. 😀

    Seru banget tapi kalau bisa cebur-cebur di sungai 😀

    Gravatar of Muhammad Zamroni
    Muhammad Zamroni

    iya, danau itu.. kalo sungai di sini ada beberapa bagian saja yang boleh dicemplungi, selain itu ngga boleh.. 😆