Sejak akhir Agustus-awal September 2023 lalu, saya memutuskan untuk memulai aktivitas berlari (jogging), setelah selama ini tidak pernah melakukan olahraga yang sempat nge-hits beberapa waktu lalu.
Saya memang bukan orang yang gemar berolahraga, karena memang sejak sekolah, tidak mahir dan tidak pernah suka dengan pelajaran olahraga.
Namun sejak sebulan lalu, saya memutuskan untuk mulai berlari atau jogging, sebagai aktivitas olah raga rutin setelah berulang kali terpapar konten Instagram Story aktivitas berlari atau hasil pengukuran lari teman-teman sepantaran.
Luar biasa sekali memang pengaruh media sosial ini, ya!
Alasan utamanya tentu karena ingin selalu sehat, apalagi di usia saya yang tak lagi muda, yang mana menjaga kesehatan merupakan hal yang penting.
Sebenarnya saya merasa agak terlambat untuk memulai olahraga, namun tentu saja, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Apalagi di Berlin, lingkungannya sangat mendukung untuk melakukan olahraga lari dan jogging ini.
Bahkan di setiap akhir September, Berlin menjadi tuan rumah perhelatan maraton yang mendunia, Berlin Marathon.
Rasanya saya tidak bersyukur jika saya menyia-nyiakan kesempatan dan kemudahan yang ada di sini.
Setelah motivasi dan niat terbentuk, tentu hal terberat adalah mewujudkannya.
Saat tinggal di Bekasi, saya pernah mencoba lari, yang mana mencari waktu dan lokasi lari menjadi tantangan tersendiri.
Tahu sendiri, jalanan di Bekasi tidak ramah bagi pejalan kaki, apalagi pelari.
Untuk menyiasatinya, saya waktu itu berlari selepas Subuh, saat suasana masih gelap, dan berharap udara masih segar, plus jalanan masih sepi.
Rupanya saya keliru, karena justru di waktu-waktu itu, warga Bekasi memulai aktivitas dan jalanan mulai ramai dipenuhi sepeda motor yang bergegas menuju ibukota.
Selain situasi kurang kondusif, hal terberat bagi saya saat memulai lari adalah kondisi kaki, di mana saya tidak bisa berlari lama, karena kaki rasanya sakit cenut-cenut terutama di area telapak kaki, pergelangan kaki, hingga betis.
Sejak saat itu saya kapok berlari, dan lebih memilih lebih sering berjalan kaki cepat, daripada berlari.
Akhirnya, setelah hampir 5 tahun tinggal di Berlin, saya pun memutuskan untuk mencoba berlari lagi.
Tentu kali ini saya menyisihkan waktu untuk melakukan riset, berkonsultasi kepada kawan yang rutin berlari, tentang hal-hal yang wajib dipersiapkan dan dilakukan oleh pemula.
Meski lari bisa dibilang olahraga yang “gampang dan murah”, namun ternyata tidak juga, karena menurut informasi yang saya kumpulkan dari berbagai sumber, salah satu hal yang membuat lari menjadi nyaman adalah sepatu lari yang baik.
Tentu saja, sepatu lari yang baik tidak berarti harus yang mahal, namun sepatu lari memang dirancang untuk mendukung aktivitas lari yang nyaman.
Saya pun teringat dengan pengalaman buruk saya saat lari di Indonesia, di mana saya tidak mengenakan sepatu lari, karena saya pikir, toh sama saja, namun rupanya ini yang membuat kaki saya sakit.
Apalagi jika lari di lintasan yang memang tidak didesain untuk lari, seperti jalanan berkerikil, jalanan beraspal, dan permukaan beton yang keras, sepatu lari yang baik membantu meredam dan mengubahnya menjadi daya tolak yang membantu pelari.
Saya kemudian berburu sepatu lari, namun untuk kelas pemula yang tidak terlalu mahal.
Ada beberapa pilihan sepatu, namun akhirnya pilihan saya jatuh ke Adidas Duramo SL warna turkish, yang saya beli secara online dari situs resmi Adidas, karena kebetulan dapat diskon.
Sepatu seharga 65€ tersebut saya tebus di harga 50€ menggunakan kode voucher karena berlangganan newsletter.
Saya membeli secara online karena harga ini hanya berlaku di online dan seri ini tidak mudah ditemukan di toko.
Jika misalnya ukurannya tidak pas, saya bisa mengembalikan sepatu ini ke toko dan saya harus beburu lagi.
Untungnya, ukuran sepatunya pas dan nyaman sekali di kaki saya.
Sepatu ini merupakan sepatu lari saya yang pertama, yang memang saya gunakan hanya untuk lari atau jogging ala kadarnya.
Benar saja, setelah menggunakan sepatu ini untuk berlari, telapak kaki saya tidak lagi sakit cenut-cenut, meski kaki tetap sedikit sakit dan pegal karena belum terbiasa.
Sebelum sepatu yang saya pesan ini datang, saya mencoba berlari menggunakan sepatu saya yang biasa, dan benar saja, telapak kaki saya masih terasa sakit.
Saya tentu memulai dengan santai, lebih banyak jalan kakinya daripada larinya, dan lebih fokus ke membiasakan diri.
Seperti pada pelari masa kini, saya pun menggunakan activity tracker untuk melacak berbagai metriks, mulai dari detak jantung, jumlah oksigen yang diserap, kalori yang dibakar, jarak dan waktu tempuh, pace, dan berbagai macam metriks lainnya.
Saya menggunakan gelang Amazfit Band 5 untuk melakukan pengukuran, yang kemudian data-data tersebut saya tautkan ke aplikasi Adidas Running (Runtastic).
Dengan menggunakan aplikasi Adidas Running, data jarak lari yang ditempuh bisa dikonversi ke poin anggota adiClub yang nantinya bisa digunakan sebagai potongan belanja atau mendapatkan produk khusus anggota atau mengikuti acara-acara khusus anggota.
Tentu saja, mengumpulkan poin menjadi motivasi lain saya untuk rutin berlari, selain untuk membuat tubuh bugar dan sehat.
Dari aplikasi Adidas Running pula, saya kemudian mengikuti tantangan pertama saya untuk mengikuti virtual race untuk memeriahkan acara BMW Berlin Marathon dengan target 5 KM.
Tentu saja karena saya belum siap untuk ikut lomba bergengsi tersebut, dan berharap mungkin suatu saat, siapa tahu, saya sudah siap dan bisa bergabung.
Dan saya pun akhirnya bisa menyelesaikan tantangan yang pelaksanaanya bersamaan dengan BMW Berlin Marathon 2023 dengan pace 8 menit 5 detik per kilometer.
Setelah menyelesaikan tantangan tersebut, saya merasa makin merasa termotivasi dan kemudian mengikuti beberapa tantangan yang ada di aplikasi Adidas Running tersebut.
sambil menyelam, minum air, ya, Kak. sambil dapat tubuh sehat, bisa tukar poin untuk potongan belanja!! motivasi larinya jadi bertambah deh wkwk. lari 5KM sebagai awal permulaan bagus banget, Kak Zam! semoga bisa konsisten!
dan kayaknya, aku jadi kena racun buat ikutan lari juga nih wkwk