Mengamati Fenomena Bike Sharing di Singapura

9 minutes 821 0

Selama di Singapura beberapa waktu lalu, ada pemandangan menarik yang tidak saya temui dari kunjungan saya sebelumnya pada tahun 2016, yaitu banyaknya sepeda tergeletak di pinggir jalan, halte bus, stasiun MRT, dan pusat perbelanjaan.

sepeda Mobike dan Ofo terparkir di pintu masuk Resort World Sentosa

Sepeda-sepeda berwarna seragam ini merupakan sepeda sewaan yang mulai marak di Singapura pada tahun 2017.

Setidaknya ada tiga operator yang menawarkan jasa penyewaan sepeda ini, dua di antaranya berasal dari Tiongkok dan satu merupakan perusahaan rintisan lokal Singapura.

Tidak seperti model penyewaan sepeda yang sudah marak di beberapa kota besar di dunia seperti di London, Taiwan, dan New York, di Singapura tidak ada tempat khusus untuk mengambil dan mengembalikan sepeda (dock).

Penyewaan sepeda di Singapura menggunakan model penguncian di mana untuk membuka kunci dibutuhkan aplikasi yang terpasang di ponsel.

Dengan sistem ini, sepeda bisa ditaruh atau diambil di mana saja tanpa perlu semacam dock atau tempat khusus.

Meski dari sisi pengguna ini sangat memudahkan karena bisa mengambil dan mengembalikan sepeda di mana pun, namun cara ini juga menimbulkan masalah, misalnya orang seenaknya meletakkan sepeda di tempat-tempat yang tidak semestinya.

sepeda Obike terparkir di pinggir jalan

Selain kadang mengganggu pemandangan dan ketertiban, peletakan sepeda sembarangan ini membuat sepeda menjadi lebih sulit ditemukan bila dibutuhkan.

Pemerintah Singapura melalui Land Transport Authority (LTA) memerintahkan operator untuk menerapkan geofencing di mana sepeda baru bisa dibuka atau dikunci di beberapa tempat yang ditentukan.

Buat saya ini menarik, karena pengalaman menyewa sepeda seperti ini bisa menjadi alternatif untuk pengunjung dan warga yang ingin bepergian dengan mudah dan cepat daripada berjalan kaki.

Saya sendiri melihat banyak sepeda berwarna kuning milik operator Ofo dan sepeda berwarna perak-oranye milik Mobike yang keduanya berasal dari Tiongkok. Saya juga melihat sepeda milik operator lokal Obike, berwarna perak-kuning namun jumlahnya tidak sebanyak sepeda Ofo dan Mobike.

Aplikasi Bike Sharing Ofo

kode QR pada sepeda Ofo

Saya penasaran dan ingin mencoba menggunakan salah satu sepeda ini.

Saya melihat satu sepeda Ofo dan mencobanya, saya perlu mengunduh aplikasi Ofo terlebih dahulu.

Setelah aplikasi terunduh, dan memberi akses pada GPS, saya diberi pilihan untuk metode pembayaran.

Pilihan saya saat itu adalah pembayaran dengan kartu kredit/debit, pulsa Singtel (saat itu saya menggunakan operator Singtel), Paypal, atau menggunakan kode voucher.

Untuk warga Singapura, pilihan pembayarannya lebih banyak, yaitu bisa dengan menggunakan ApplePay untuk pengguna iOS.

Saya melewati langkah pembayaran ini dan saya dihadapkan dengan halaman untuk mendaftar atau mencoba. Tanpa mendaftar, saya mendapat 1 kesempatan mengendara gratis.

Dari lokasi saya, saya melihat di aplikasi ada beberapa titik tempat sepeda berada. Secara langsung saya juga bisa melihat lokasi sepeda tersebut.

Cara menggunakannya juga mudah, setelah sepeda yang hendak digunakan dipilih, pada kunci di bagian belakang terdapat kode QR yang harus dipindai menggunakan aplikasi untuk mendapatkan kode kunci.

kunci dengan GPS pada sepeda Ofo

Kode kunci sejumlah 4 digit yang muncul di aplikasi kemudian digunakan untuk membuka kunci pada sepeda, dan tarif pun mulai bisa dihitung.

Di beberapa aplikasi yang baru bahkan pengguna tidak perlu memasukkan kode kunci karena secara otomatis kunci akan langsung terbuka saat kode QR berhasil dipindai.

Setelah selesai digunakan, sepeda hanya diletakkan pada tempat tertentu kemudian sepeda dikunci kembali.

Setelah mengunci, perjalanan akan langsung berakhir secara otomatis karena sistem kunci bisa tersinkron dengan aplikasi.

Komunikasi dan sinkronisasi antara kunci dan aplikasi dilakukan menggunakan Bluetooth.

Setiap kunci pada sepeda dilengkapi GPS untuk penghitungan jarak dan mendapatkan informasi lokasi sepeda.

Tarif Ofo adalah S$ 1 per jam atau S$ 0,5 per 30 menit, tidak dihitung dari jarak. Tarif maksimal untuk penggunaan sepeda ini adalah S$ 5 (sekitar 5 jam).

Ofo juga menyediakan pilihan berlangganan untuk pengguna yang akan sering menggunakan. Ofo mematok tarif S$ 6,99 untuk 30 hari. Jika menggunakan Qoo10, tarifnya bisa lebih murah, yaitu hanya S$ 3 untuk 30 hari.

Namun karena saya tidak memiliki tujuan yang ingin saya datangi dengan sepeda apalagi menghabiskan waktu selama 1 jam, saya mengurungkan niat mencoba.

Mungkin lain kali saat ke Singapura lagi, saya akan menyediakan waktu khusus untuk mencoba sepeda sewaan ini untuk berkeliling atau menuju beberapa tempat di sana.

Sepeda Ofo

sepeda Ofo

Sepeda Ofo bisa dikenali dengan mudah karena warna kuning menyolok dengan tulisan besar Ofo berwarna hitam.

Ban yang digunakan sepeda ini merupakan ban mati, di mana ban terbuat dari karet sintetis yang tidak perlu dipompa untuk menghindari ban kempes.

Rangka sepeda terbuat dari aluminium yang kokoh namun ringan. Konstruksi sepeda Ofo sejauh pengamatan saya memang paling tebal dan terlihat lebih kokoh dibandingkan sepeda kompetitornya.

Sadel bisa disesuaikan naik-turun untuk kenyamanan pengguna. Sadelnya menurut saya cukup empuk dan nyaman untuk ditunggangi.

Di bagian depan terdapat keranjang dan lampu LED yang bisa digunakan untuk menerangi jalan saat malam. Tenaga lampu LED diperole dari dinamo yang digerakkan oleh roda saat dikayuh, persis seperti lampu sepeda zaman dulu.

Sayangnya gerigi rantai yang digunakan tidak bisa dipindah, di mana pada sepeda masa kini, geriginya bisa dipindahkan untuk berbagai keperluan, misal saat menanjak atau di jalan datar.

Bike Sharing di Indonesia

sepeda Boseh di Bandung

Di Bandung sudah ada layanan sejenis yang dioperasikan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung yang bernama Boseh (Bike On The Street Everybody Happy).

Bedanya, untuk menyewa, pengguna harus memiliki kartu Bandung e-Transport dulu dengan memperlihatkan KTP dan melakukan pengisian dana sebesar Rp 50.000.

Untuk penggunaan, pengguna harus mengambil dan mengembalikan sepeda di beberapa titikย dock yang disediakan.

Tarif yang dikenakan cukup murah, Rp 1.000 untuk 1 jam pertama kemudian Rp 2.000 untuk 1 jam berikutnya.

Selain Boseh, seorang teman yang sedang berkunjung ke Bandung juga melaporkan melihat sepeda Obike terparkir di sekitar Telkom University.

Saya sendiri berharap layanan semacam ini makin banyak di Indonesia, walau di satu sisi saya sendiri kurang yakin jika layanan ini akan awet.

Mental warga yang kurang disiplin, ketidakmampuan merawat fasilitas umum, menimbulkan kekhawatiran saya bahwa sepeda-sepeda ini akan cepat rusak, tidak terawat, atau bahkan hilang.

Belum lagi perilaku pengguna jalan yang tidak ramah terhadap pesepeda serta kurangnya fasilitas dan jalur khusus sepeda, membuat saya berpikir beberapa kali untuk bersepeda di Jakarta.

Menurut saya akan lebih pas jika pengelolaan penyewaan sepeda ini diserahkan ke swasta, supaya pengelolaannya lebih serius.

Pemerintah bisa memberi edukasi tentang pentingnya menjaga dan merawat fasilitas umum serta menambah fasilitas untuk sepeda dan menghormati pesepeda.

1 response