Rangkaian acara The World of Ghibli Jakarta mencapai puncaknya dengan penyelenggaraan pameran The World of Ghibli yang diadakan di Grand Ballroom Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta yang dimulai pada tanggal 10 Agustus hingga 17 September 2017.
Meski pada acara pembukaan tidak berjalan sesuai rencana karena alasan teknis, pameran yang memamerkan instalasi dari film-film Studio Ghibli ini akhirnya resmi dibuka sepenuhnya pada tanggal 30 Agustus 2017.
Saya sendiri menunggu momen pameran ini. Saya mengikuti seluruh rangkaian festival mulai dari menonton film Spirited Away di awal April, kemudian disusul dengan My Neighbour Totoro pada bulan Mei, Ponyo pada bulan Juni, dan Princess Mononoke pada bulan Agustus. Pada Juli 2017, film tidak ditayangkan karena bertepatan dengan bulan Ramadan.
Saya membeli tiket pameran melalui Traveloka, di mana saat itu ada promo pembelian tiket menjadi Rp 285.000 dari harga normal Rp 350.000. Pada aplikasi Traveloka, saya memilih untuk datang pada tanggal 15 Agustus 2017, namun karena pameran belum sepenuhnya dibuka, saya menunggu momen yang tepat untuk bisa menikmati seluruh pameran.
Pada tanggal 11 September 2017, akhirnya saya datang ke pameran yang kemudian dilanjut dengan menonton film festival Ghibli yang berjudul Kiki’s Delivery Service di CGV Pacific Place.
Pameran The World of Ghibli
Saat memasuki Mal Pacific Place, saya langsung disambut oleh sosok Totoro raksasa yang melayang di aula. Setiap jam, boneka balon Totoro ini akan naik turun sambil memperdengarkan lagu.
Totoro terbang dikelilingi oleh payung-payung putih yang bagian bawahnya menampilkan potongan klip film-film Ghibli. Di bagian bawah balon, terdapat instalasi rerumputan bertuliskan logo The World of Ghibli Jakarta.
Sebelum masuk ke arena, saya terlebih dulu menukar voucher yang saya beli dari Traveloka dengan tiket masuk. Saya menukar di area khusus di lantai 3, satu lantai di bawah Ballroom, yang melayani penukaran voucher.
Setelah kode voucher saya dipindai dan didaftarkan, saya mendapat tiket berupa gelang kertas dan kipas bergambar My Neighbour Totoro.
Memasuki Ballroom, setelah melewati pintu keamanan yang menggunakan detektor logam, saya disambut dengan papan besar bertulis The World of Ghibli yang memang disediakan untuk foto-foto.
Ruang Profil Studio Ghibli
Memasuki bagian pertama pameran, yaitu ruang profil Studio Ghibli, pengunjung tidak diperbolehkan memotret. Di ruang pamer pertama terpampang logo Studio Ghibli dan sejarah singkat dari studio yang didirikan pada 15 Juni 1985.
Ada tiga tokoh utama yang membidani lahirnya Studio Ghibli, yaitu Hayao Miyazaki, Isao Takahata, dan Toshio Suzuki. Biografi ketiga tokoh ini terpampang di ruangan berukuran sekitar 3×3 meter.
Yang menarik, tulisan yang tertempel di ruangan ini ditempelkan menggunakan stiker berwarna putih pada dinding berwarna biru.
Dari ruangan ini, saya tau prinsip yang dipegang teguh oleh Studio Ghibli, bahwa Ghibli tidak pernah, dan tidak akan pernah membuat keputusan untuk filmnya berdasarkan nilai dan penjualan pasar.
Rasa penasaran saya kenapa logo Studio Ghibli menggunakan Totoro, terjawab pula di ruangan ini. Kesuksesan film My Neighbour Totoro yang dirilis pada tahun 1988 mampu menopang kondisi finansial studio dari penjualan merchandise.
Totoro bahkan sempat menjadi ikon Jepang saat itu, sehingga diputuskan untuk menggunakan karakter Totoro sebagai logo, untuk menghormati dan mengingat jasa Totoro.
Dari ruangan ini pula, saya juga tahu bahwa film Kiki’s Delivery Service yang dirilis pada tahun 1989 menjadi film box office pertama Studio Ghibli, yang ditonton oleh 2 juta orang.
Ruang Poster
Dari ruang profil, saya memasuki ruangan yang memamerkan poster-poster film yang dirilis oleh Studio Ghibli, berdasarkan urutan waktu.
Poster dimulai dari film Nausicaä of the Valley of the Wind (1984), Castle in the Sky (1986), Grave of the Fireflies (1988), My Neighbour Totoro (1988), Kiki’s Delivery Service (1989), Only Yesterday (1991), Porco Rosso (1992), Pom Poko (1994), Whisper of the Heart (1995), Princess Mononoke (1997), My Neighbours The Yamadas (1999), Spirited Away (2001), The Cat Returns (2002), Howl’s Moving Castle (2004), Tales from Earthsea (2006), Ponyo (2008), Arrietty (2010), From Up in Poppy Hill (2011), The Wind Rises (2013), The Tale of the Princess Kaguya (2013), dan When Marnie Was There (2014).
Di ruang ini juga dipamerkan 4 poster film yang dibuat khusus untuk tayang di Indonesia, yaitu poster Spirited Away, My Neighbour Totoro, Ponyo, dan Princess Mononoke. Poster ini dibuat dengan pengawasan dan izin khusus dari Studio Ghibli.
Saya kemudian masuk ke lorong yang berisi cuplikan gambar-gambar yang digunakan di filn-film Studio Ghibli. Lorong ini menceritakan proses pembuatan animasi di film.
Selanjutnya saya masuk ke ruang zigzag, di mana tertempel gambar story board dari film-film Studio Ghibli beserta sinopsisnya.
Ruang Trailer
Saya kemudian masuk ke sebuah ruangan yang gelap. Sebuah layar besar terbentang, yang menayangkan trailer dari film-film Studio Ghibli. Tidak ada kursi di sini, dan pengunjung bisa duduk-duduk lesehan untuk menonton trailer film di sini sambil istirahat sejenak.
Ruang Instalasi
Begitu keluar dari ruang trailer, saya memasuki ruang utama dari pameran, yaitu ruang instalasi.
Di area ini, pengunjung dibebaskan untuk berfoto-foto. Beberapa instalasi bahkan dibuat dengan skala satu banding satu yang bisa dimasuki, untuk digunakan berfoto.
Istana terbang Laputa dari film Castle in The Sky berwarna kuning menyambut di pintu masuk ruang instalasi. Seperti pada filmnya di mana istana ini melayang di udara, instalasi istana Laputa juga dibuat melayang di udara.
Rancangan istana Laputa ini digambar oleh Anindya Asri Hastungkara.
Setelah istana Laputa, pesawat airship dari film yang sama menyambut saya. Pesawat yang terbuat dari kertas ini memiliki baling-baling yang bisa berputar. Dayung-dayung di bagian bawah juga bisa bergerak memberi kesan hidup.
Berbelok ke kiri, terdapat Flaptter alias kendaraan pesawat kecil berbentuk lalat yang digunakan oleh gerombolan perompak angkasa yang dipimpin oleh Dola.
Pengunjung bisa naik ke instalasi ini dan berfoto seakan-akan terbang dengan menggunakan Flaptter.
Gambar kerja Flaptter dibuat oleh Yonatan Bensohur.
Di samping Flaptter, terdapat robot Laputa yang mengambil adegan film Castle in the Sky, di mana robot membawa bunga pada telapak tangannya di depan prasasti kerajaan Laputa yang ditinggalkan.
Instalasi robot Laputa digambar oleh Caesar Esaputra Sutrisna.
Di sampingnya, terdapat perahu kecil yang bisa diduduki dan menjadi latar foto. Perahu kecil ini diambil dari adegan film When Marnie Was There.
Di seberang instalasi perahu, terdapat gerbang terowongan untuk memasuki area strange town dari film Spirited Away, lengkap dengan patung batu bermuka dua yang menyeramkan.
Di samping gerbang terowongan, berdiri instalasi dari film Arrietty. Seperti pada filmnya yang berkisah tentang liliput yang tinggal di rumah manusia dan hidup dengan meminjam barang-barang manusia untuk bertahan hidup, pengunjung saat masuk ke instalasi ini seakan-akan hidup seperti liliput Arrietty.
Di seberang instalasi rumah liliput, terdapat instalasi toko roti Gütiokipänjä dari film Kiki’s Delivery Service. Toko roti Gütiokipänjä dibuat dengan ukuran skala satu banding satu dan bisa dimasuki pengunjung untuk berfoto.
Di dalam rumah dibuat persis seperti pada film. Terdapat roti-roti yang terbuat dari roti sebenarnya yang diawetkan dengan vernis, timbangan roti, hingga aksesori pita berwarna merah yang digunakan Kiki dan boneka kucing hitam Jiji.
Blueprint instalasi toko roti Gütiokipänjä ini dikerjakan oleh Laurensia Yualita.
Tersedia juga sapu yang bisa digunakan pengunjung untuk berfoto di depan toko roti sambil berpose seperti penyihir.
Pada saat saya datang, saya melihat Dian Sastrowardoyo tengah berfoto di depan toko roti ini bersama anaknya sambil memegang sapu.
Sambil menunggu giliran foto di rumah Kusakabe dari film My Neighbour Totoro, saya memasuki hutan yang penuh dengan Kodama (makhluk ghaib mungil berwarna putih) dari film Princess Mononoke.
Di dalam hutan di tengah danau, saya melihat Raja Rusa yang ditampilkan dalam wujud animasi. Pepohonan dan dedaunan di hutan ini benar-benar detail dan seperti masuk ke dalam hutan sebenarnya.
Miniatur rumah pemandian dari film Spirited Away berdiri kokoh di samping hutan Mononoke.
Rumah pemandian ini dibuat lengkap dengan jembatan melengkungnya di mana jembatan ini digunakan oleh makhluk ghaib yang hendak membersihkan diri ke dalam rumah pemandian yang dipimpin oleh penyihir Yubaba.
Detail dari rumah pemandian ini begitu diperhatikan. Saya bahkan melihat lampu-lampu menyala dari jendela-jendela, lengkap dengan suara sayup-sayup suara aktivitas di pemandian.
Tidak hanya itu, di bagian belakang pemandian juga terdapat tangga dan pipa-pipa cerobong asap yang digunakan oleh Chihiro, tokoh utama di film Spirited Away untuk naik ke ruangan Yubaba, dibuat juga dengan detail.
Di sekeliling rumah pemandian, terdapat instalasi rumah-rumah berwarna-warni strange town. Saya melihat ada beberapa makanan yang diawetkan dengan vernis. Jika dicium, aroma makanannya samar-samar masih tercium meski tercampur dengan bau vernis.
Rumah-rumah strange town digambar oleh Gabriella Shannen, sedangkan rumah pemandian digambar oleh Tommy Chandra.
Saya beruntung bertemu dengan Kaonashi, tokoh hantu misterius dari film Spirited Away. Seperti pada filmnya, kemunculan hantu ini juga tidak dapat diduga. Begitu bertemu, saya pun kemudian mengajaknya berfoto, dan si hantu hanya menjawab, “eh.. eh.. ehhh..”
Di samping toko roti Gütiokipänjä dan di seberang rumah pemandian, terdapat rumah keluarga Kusakabe dari film My Neighbour Totoro.
Seperti pada toko roti Gütiokipänjä, rumah Kusakabe ini bisa dimasuki dan digunakan untuk berfoto.
Seluruh instalasi rumah Kusakabe dibuat di Indonesia, sedangkan isi ruangan kerja Kusakabe yang berisi buku-buku berantakan dan beberapa interior di dalamnya dibawa dari Jepang.
Lagi-lagi, detail dari rumah Kusakabe ini benar-benar diperhatikan. Meski skala rumah Kusakabe tidak satu banding satu, lebih kecil dari ukuran sebenarnya, rasanya sudah bisa membawa nuansa seperti pada film My Neighbour Totoro.
Di samping rumah Kusakabe, berdiri tertegun boneka berwarna abu-abu membawa payung hitam menunggu di halte bus. Ya, boneka itu adalah Totoro, maskot dan instalasi yang paling diminati pengunjung untuk berfoto.
Boneka Totoro dibuat dengan ukuran satu banding satu, berdiri di samping rambu halte menunggu Nekobus, bus berbentuk kucing, datang menjemput.
Sebuah payung berwarna merah juga disediakan untuk atribut foto, seperti pada adegan film di mana Satsuki dan Mei berdiri di halte menunggu kedatangan ayahnya, Kusakabe pulang.
Tak jauh dari tempat Totoro berdiri, Nekobus yang berukuran satu banding satu terlihat terduduk santai. Pengunjung bisa masuk dan duduk di kursi empuk di dalam Nekobus dan berfoto di dalamnya.
Tulisan petunjuk di atas Nekobus yang menunjukkan tujuan dari bus bertuliskan Jakaruta alias Jakarta, menunjukkan bahwa Nekobus ini khusus datang ke Jakarta.
Halte bus dan Totoro digambar oleh Miranti Primasty Putri, sedangkan Nekobus digambar oleh Levinna Angelita, namun tahap produksi Nekobus diawasi oleh Miranti.
Dari Nekobus, saya kemudian beralih ke instalasi Ohmu, serangga penghuni Laut Korupsi dari film Nausicaä of the Valley of the Wind (1984).
Instalasi Ohmu di pameran ini juga terkesan hidup karena tentakelnya bisa bergerak-gerak dan mengeluarkan suara.
Di samping instalasi Ohmu, ada instalasi pesawat merah Savoia S.21 milik veteran perang pemburu hadiah bermuka babi dari film dengan judul Porco Rosso.
Porco Rosso, tokoh utama film ini tinggal dalam sebuah teluk tersembunyi di laut Adriatik. Tempat tinggal Porco Rosso inilah yang kemudian dibuat instalasinya.
Pasir putih pun dipasang untuk menggambarkan kesan pantai lengkap dengan kursi malas, payung, meja, dan ember penyimpan minuman dingin.
Instalasi Porco Rosso digambar oleh Yonatan Bensohur.
Di seberang instalasi Porco Rosso, terdapat dinding yang menggambarkan adegan Ponyo, ikan mas yang ingin menjadi manusia tengah berlari di atas laut mengejar Sosuke anak laki-laki yang disukainya.
Instalasi terakhir yang saya lihat adalah istana berjalan dari film Howl’s Moving Castle yang berada di dekat pintu keluar. Istana ini pun terasa hidup dan detail, dengan bagian mata panjang yang bisa bergerak-gerak.
Istana Howl digambar oleh Rizki A. Katamsi. Selain Howl, Rizki juga mengerjakan papan nama toko roti Gütiokipänjä, pintu rumah liliput Arrietty, dan instalasi balon Totoro di aula Mal Pacific Place.
Setelah puas menjelajah seluruh instalasi, saya pun menuju pintu keluar.
Ruang Ucapan
Keluar dari ruang instalasi, pengunjung bisa menuliskan pesan dan kesannya ke dalam stiker yang kemudian ditempel ke dinding yang telah ditentukan.
Berbagai ekspresi, pesan, dan kesan tertulis dan tertempel di dinding, membentuk pola abstrak yang unik.
Ada yang menggambar, ada yang menulis pesan, ada juga yang bingung seperti saya hendak menulis apa.
Saya pun hanya bisa menulis pesan bahwa saya pernah ke sini disertai tanggal kunjungan saja.
Toko Suvenir
Berbagai merchandise dan suvenir lucu-lucu yang didatangkan dari Jepang dan sudah disetujui oleh Studio Ghibli menggoyahkan iman saya.
Berbagai pernak-pernik, dari yang kecil seperti pensil mekanik, buku catatan, penjepit kertas, gantungan kunci, dompet, boneka, celengan, payung, hingga tas dijual dengan harga yang cukup mahal.
Namun jika mengingat reputasi Studio Ghibli, di mana orang tidak boleh sembarangan membuat dan menjual suvenir karakter dari Studio Ghibli, dan suvenir ini adalah asli dari toko suvenir resmi, rasanya harganya masih masuk akal.
Selain pernak-pernik suvenir biasa, ada pula suvenir edisi terbatas di mana hanya ada satu item saja. Harganya, jangan ditanya!
Saya pun akhirnya membawa pulang sebuah boneka Chu Totoro seharga Rp 432.000.
Menonton Kiki’s Delivery Service
Puas mendatangi pameran The World of Ghibli, saya menutup hari dengan menonton film Kiki’s Delivery Service, yang merupakan film pertama Studio Ghibli yang menyabet box office. Saya belum pernah menonton film ini, dan kebetulan jadwal tayangnya pas.
Semua bangku di Studio 4 CGV Pacific Place penuh. Saya bahkan mendapat tempat duduk di bangku bernomor J15, deretan ketiga dari kursi depan.
Film Kiki’s Delivery Service bercerita tentang Kiki, penyihir berusia 13 tahun yang harus pergi ke kota baru untuk melakukan ritual bekerja dan membuka usaha di kota baru tersebut.
Kiki ditemani kucing hitam bernama Jiji menemukan kota baru di pinggir laut lengkap dengan menara jam. Dengan kemampuan terbangnya, Kiki membuka usaha pengiriman barang.
Cerita yang ringan namun sarat pesan, disertai lukisan cantik khas Hayao Miyazaki, layak sekali jika film ini menjadi box office pada masanya.