Tanggal 27 Maret 2022 adalah tanggal di mana daylight saving time (DST) alias waktu musim panas di Eropa.
Saya pernah bercerita tentang pengalaman pertama saya mengalami DST, di mana saat itu wacananya akan menjadi penerapan DST terakhir, namun hingga saat ini, DST masih saja diterapkan.
Perubahan waktu ini menandai masuknya musim semi hingga musim panas, musim yang secara pribadi adalah musim favorit saya.
Saya sendiri sempat mengabadikan detik-detik pergantian waktu ini, di mana setelah pukul 01.59.59, waktu langsung meloncat ke pukul 03.00.00.
Beberapa perangkat yang terhubung ke internet seperti komputer dan ponsel, otomatis akan memperbarui jam ini.
Begitu juga dengan jam-jam radio, yang mana jam jenis ini melakukan sinkronisasi menggunakan gelombang radio yang dipancarkan dari pemancar waktu.
Jam-jam radio ini biasanya terpasang di tempat-tempat umum, di mana di Berlin masih banyak ditemukan.
Untuk jam-jam lainnya, saya pun mengubah jam secara manual untuk menyesuaikan selama 6 bulan ke depan.
Perbedaan waktu dengan Indonesia bagian barat (WIB) yang biasanya selisih 6 jam (Central European Time atau CET, GMT+1), kini menjadi 5 jam (Central European Summer Time atau CEST, GMT+2).
Potong Rambut
Mengawali musim panas kali ini juga, saya memutuskan untuk potong rambut.
Sejak tinggal di Berlin, saya tidak pernah pergi ke tukang cukur, karena istri saya yang selalu memotong rambut saya.
Alasan awalnya adalah dulu saat pertama kali pindah, menemukan tukang cukur tidak lah mudah.
Selain kendala bahasa, ongkosnya juga lumayan, meski sebenarnya tidak mahal-mahal amat jika tidak di-kurs ke rupiah.
Ongkos cukur di Berlin untuk pria berkisar antara 10€ hingga 20€ tidak termasuk jasa-jasa lain seperti potong jenggot dan sebagainya.
Kami waktu itu mengalihkan dana cukur dengan membeli mesin pemotong rambut Philips HC3510/15 seharga 35€ yang kami beli 2 tahun lalu.
Selain mesin pemotong rambut, kami juga membeli gunting rambut dan juga lembar pelindung untuk potong rambut.
Awalnya memang istri saya tidak bisa, dan hasilnya tidak serapih hasil cukuran di tukang cukur.
Namun karena di Berlin gaya rambut aneh-aneh aja ada, cukuran tidak rapih bukan menjadi masalah buat saya.
Lama-lama karena terbiasa, istri saya makin lihai memotong rambut dan hasilnya rapih.
Model rambut saya memang tidak pernah aneh-aneh, hanya dipangkas dan dipendekkan saja sudah cukup.
Namun tentu saja saya juga kangen dicukur oleh profesional, apalagi di tukang cukur sunda biasanya setelah cukur ada treatment khusus setelah cukur yaitu dipijit bagian pundak dan leher hingga di-kretek-in.
Cuaca Bagus
Kebetulan sekali tiga minggu terakhir, cuaca di Berlin sedang bagus-bagusnya, di mana matahari bersinar dengan cerah, dengan temperatur hingga 15°C hingga 18°C.
Meski begitu, jangan tertipu, karena meski matahari terlihat terik dan panas, udara masih sejuk dan dingin, yang kemudian pada malam hari, temperatur akan drop hingga 0°C.
Menurut prakiraan cuaca, hari ini tadi adalah hari terakhir cuaca bagus sebelum seminggu ke depan cuaca Berlin kembali kelabu dan murah dengan temperatur berkisar di angka 1 digit.
Membingungkan memang, bahkan untuk orang Berlin yang tinggal bertahun-tahun, cuaca di Berlin seringkali tidak dapat dipegang, meski prakiraan cuacanya bisa dibilang cukup tepat.
Saya pun tak ingin menyia-nyiakan kesempatan menikmati matahari hari ini.
Sepanjang hidup saya tinggal di negara tropis, matahari biasanya dihindari, kini di negeri berlintang utara, saya bisa merasakan bahwa matahari adalah hal yang sangat dinanti.
Jika dulu saya tidak mengerti kenapa bule-bule gemar sekali berjemur jika berkunjung ke Indonesia, saya kini bisa mengerti dan relate.
Saya bahkan mulai menikmati berjemur, menikmati radiasi matahari yang menerpa kulit, membiarkan tubuh memproduksi vitamin D yang berguna untuk pertumbuhan tulang dan menghalau depresi.
Saat musim dingin, orang-orang biasanya mengonsumsi pil vitamin D untuk menunjang kebutuhan sekaligus mengurangi depresi akibat musim dingin.
Saya sendiri merasakan bahwa saat musim dingin, saya memang cenderung merasa kurang ceria, bahkan sempat merasakan gejala depresi musim dingin akibat minimnya terterpa cahaya matahari.
Tidak hanya saya, sebagian besar warga Berlin terlihat tumpah ruah bergelimpangan di taman-taman, di pinggir sungai, menikmati cuaca, sembari bercengkerama, membaca buku, bahkan piknik bersama kerabat dan keluarga.
Anjing-anjing terlihat bergembira juga saat dibawa majikan mereka di taman, berlari berkejaran.
Beberapa orang terlihat berjemur dengan santai, dengan pakaian minim, yang menariknya orang-orang di sekitarnya terlihat cuek.
Bunga-bunga aster yang tumbuh liar terlihat bermekaran, dihinggapi lebah-lebah yang mencari madu.
Saya bahkan saking menikmati cuaca, sempat tertidur saat rebahan di atas rumput di Mauer Park, area turistik yang dulunya adalah kawasan kematian Tembok Berlin.
Selain membagikan suasana di IG Story, saya juga membagikan beberapa video dan foto di utas Twitter.
Selamat datang musim panas!
Kalau DST berlaku gitu, jam tidur ikut menyesuaikan nggak, Kang?