Terpapar Risiko Covid-19

6 minutes 116 6

Hari Rabu, 12 Januari 2022 lalu, saya mendapatkan peringatan dari aplikasi Corona Warn-App, aplikasi resmi pelacakan pemerintah Jerman, bahwa saya terpapar risiko tertular Covid-19.

tampilan peringatan dari Corona Warn-App

Ini kedua kalinya saya mendapatkan peringatan ini, di mana saya pertama kali mendapatkan pada Selasa, 21 Desember 2021 lalu.

Biasanya aplikasi ini “berwarna hijau” dan kali ini aplikasi memberikan “warna merah”.

Ini bukan berarti saya tertular atau terpapar Covid-19, namun masih dalam tahap berisiko tertular, karena dianggap sempat bersinggungan dengan orang yang menderita Covid-19 dalam waktu yang cukup lama.

Selain memperingatkan, aplikasi juga memberikan informasi tentang langkah-langkah apa yang perlu diambil, mulai dari melakukan isolasi mandiri, melakukan tes secara gratis di pusat tes untuk memastikan, hingga melapor ke pihak berwajib jika ternyata positif tertular Covid-19.

Saya sebenarnya cukup kaget karena peringatan saya terima saat saya berada di rumah, di mana saya sangat jarang keluar rumah jika tidak perlu.

Apalagi sejak kasus di Jerman meningkat, membuat saya hampir tidak pernah keluar rumah, plus cuaca musim dingin membuat saya makin malas.

Dari informasi aplikasi, saya kemungkinan bersinggungan dan terpapar risiko tertular pada hari Sabtu, 8 Januari 2022.

Saya mengingat kembali, ke mana hari itu, dan rupanya saat itu saya memang tengah keluar untuk berbelanja di sebuah supermarket.

Tidak ada informasi detil tentang waktu terpaparnya, dan saya hanya bisa menduga saya bersinggungan saat berada di angkutan umum, atau saat berada di supermarket tersebut.

Aplikasi Corona Warn-App bekerja dengan menggunakan Bluetooth yang berkomunikasi dengan ponsel di sekitar yang menggunakan aplikasi yang sama, di mana jika saya berada di dalam jangkauan Bluetooth tersebut, yaitu dalam radius 10 meter, maka saya dianggap cukup berisiko.

Biasanya saya memang tidak ke mana-mana, dan selama saya tidak mengalami gejala, saya tidak melakukan tes.

Hingga saat ini, saya belum pernah menjalani tes swab yang mengambil cairan dari hidung, baik tes cepat mandiri, tes antigen, maupun tes PCR.

Saya sendiri ingin mempertahankan rekor hidung saya yang tidak pernah dicolok alat tes, yang mana semoga saya tidak perlu melakukan tes, apalagi tertular Covid-19.

Pertama dan terakhir kalinya saya melakukan tes PCR adalah saat awal-awal Covid-19 menyebar, itu pun tes diambil melalui tenggorokan.

Dari pengalaman peringatan pertama, warna merah pada aplikasi akan kembali berwarna hijau setelah lewat 14 hari, atau setelah memasukkan data hasil tes negatif melalui aplikasi Corona Warn-App.

Cara kerja aplikasi yang seluruh kode sumbernya terbuka dan bisa diakses siapa saja (open-source) ini menarik, karena tidak ada data pribadi yang dikirim ke server atau pihak lainnya.

Ini untuk menghindari penyalahgunaan data, seperti yang sedang ramai diperbincangkan di Jerman, di mana polisi menyalahgunakan data pelacakan dari aplikasi Luca untuk melacak keberadaan saksi pada suatu kasus kejahatan.

Meski tujuan polisi di Kota Mainz tersebut baik, namun ini sangat dikecam dan dianggap melanggar undang-undang perlindungan data pribadi (GDPR), karena menggunakan data pelacakan dari otoritas kesehatan Jerman (Gesundheitsamt), di mana seluruh data dari aplikasi Luca dikirim.

Ini tentunya makin membuat orang Jerman makin malas mengadaptasi teknologi, di mana kepercayaan kepada pemerintah makin dipertanyakan, karena dianggap bisa menyalahgunakan data dan kekuasaan.

Aplikasi Luca banyak digunakan untuk melapor (check-in) saat akan makan di restoran, atau berada di suatu tempat dalam waktu yang lama, di mana seluruh data ini dikirim ke otoritas kesehatan.

Sementara aplikasi Corona Warn-App menyimpan seluruh informasi di dalam ponsel pengguna, memperbarui data dengan mengunduh informasi dari server, dan hanya menyimpan data terbaru dalam jangka waktu 14 hari terakhir.

Seluruh informasi tentang bagaimana arsitekturnya bisa dilihat di halaman GitHub-nya.

Lalu bagaimana Corona Warn-App bisa mendeteksi?

Aplikasi ini menerapkan konsep DP-3T, atau Decentralized Privacy-Preserving Proximity Tracing, di mana aplikasi berkomunikasi satu sama lain dengan menyiarkan pesan-pesan dengan kode tertentu melalui Bluetooth.

Perangkat lain yang terpasang aplikasi ini menerima pesan ini kemudian mencari ke data yang tersimpan apakah ada pesan tertentu yang dianggap berisiko dalam waktu 14 hari terakhir.

Konsep Corona Warn-App bisa dilihat dari ilustrasi komik karya Nicky Case yang berlisensi CC-0 dan boleh disebarkan oleh siapa pun.

ilustrasi cara kerja Corona Warn-App

Bluetooth yang digunakan adalah Bluetooth Low Energy yang biasanya dimiliki oleh ponsel-ponsel modern, sehingga meski selalu menyala, aplikasi ini tidak menguras baterai.

Fitur ini pun juga bisa dimatikan oleh pengguna, di mana tentu saja tujuan pelacakannya jadi kurang tercapai.

Semoga kita semua sehat selalu, terhindar dari Covid-19, dan jika tertular Covid-19 segera pulih dan sehat kembali.

6 responses
  1. Gravatar of Cerita Fotografi
    Cerita Fotografi

    Semoga sehat selalu mas Zam. Hebat ya perkembangan teknologi sekarang. Walaupun setelah baca komiknya maklum juga kenapa dianggap mengganggu privasi. Kalau mau benar2 off log out saja nggak cukup ya? Harus matikan juga fungsi blue toothnya?

  2. Gravatar of junianto
    junianto

    Jiaan aplikasi yang skoy!

    BTW, semoga tetap sehat 💪, ya, mas zen dan nyonya!

  3. Gravatar of iKurniawan
    iKurniawan

    Wah keren aplikasinya ini!

    Saya kira awalnya Peduli Lindungi punya mekanisme yang sama, makanya kita diminta melakukan Check-In saat masuk area umum. Jadi kalau ada orang yang menjadi Subject di area tersebut di waktu yang sama kita datang, kita akan mendapatkan warning untuk waspada suspect. Tapi ternyata sepertinya tidak.

    🙁

  4. Gravatar of Didut
    Didut

    Harusnya app Peduli Lindungi juga bisa melakukan ini yah.
    *sigh
    *akhirnya bisa blogwalking lagi

  5. Gravatar of Galuh
    Galuh

    Wah di sana mah udah keren banget ya. Ada aplikasi pendeteksinya segala. Kalao di Indonesia mah belum ada keknya. Modal yakin aja dan hati-hati deh. Jaga jarak dan jaga kesehatan entah di luar ataupun di dalam rumah. Stock obat dan vitamin harus komplit di rumah, beli kotak P3K jangan lupa. di Toko ACE Hardware juga banyak. Jaga-jaga dan siapin semuanya aja deh. Apalagi kalau karantina mandiri. Duh serba susah deh.

  6. Gravatar of Fadhli
    Fadhli

    Wah di sana mah udah keren banget ya. Ada aplikasi pendeteksinya segala. Kalao di Indonesia mah belum ada keknya. Modal yakin aja dan hati-hati deh. Jaga jarak dan jaga kesehatan entah di luar ataupun di dalam rumah. Stock obat dan vitamin harus komplit di rumah, beli kotak P3K jangan lupa. di Toko ACE Hardware juga banyak. Jaga-jaga dan siapin semuanya aja deh. Apalagi kalau karantina mandiri. Duh serba susah deh.