Napak Tilas Lokasi Lagu Didi Kempot di Solo Untuk Sobat Ambyar

6 minutes 105 0

Akhir-akhir ini, demam sobat ambyar begitu gencar di media sosial. Saya sering iri melihat tautan Instagram story atau cuitan teman-teman yang tengah menonton konser Lord Didi Kempot, seniman dari Solo yang mendapat julukan The Godfather of broken heart.

Didi Kempot dalam acara Musyawarah Nasional Surakarta Sadbois Club, Solo, 15 Juni 2019 © Twitter @tentangsolo

Sebagai sadbois atau sadgirls, mengunjungi Solo, yang merupakan nama populer dari Surakarta, tentu ibarat naik haji yang harus ditunaikan.

Ada banyak cara untuk mengunjungi Solo, salah satunya dengan menggunakan kereta, di mana tiket kereta ekonomi Jakarta-Solo bisa kamu dapatkan di Traveloka.

Saya sendiri beberapa kali membeli tiket menggunakan Traveloka, mulai dari membeli tiket pesawat, memesan tiket hotel, hingga membeli tiket Universal Studios Singapore melalui Traveloka.

Berikut ini beberapa lokasi yang bisa didatangi oleh sadbois atau sadgirls jika mengunjungi Solo dan ingin napak tilas menyesuaikan lagu-lagi Lord Didi Kempot.

Stasiun Solo Balapan

Dengan menggunakan kereta, sobat ambyar bisa merasakan sendiri perasaan nggranthes dalam romantisme dan keharuan Stasiun Solo Balapan yang menjadi latar belakang lagu hits Lord Didi di tahun 1990-an.

Stasiun Solo Balapan yang merupakan salah satu stasiun besar tertua di Indonesia ini memang membawa cerita tersendiri.

Lagu Stasiun Balapan yang diciptakan Didi Kempot ini merupakan lagu yang dipersembahkan untuk ayahnya, Ranto Edi Gudel yang tinggal di Solo, sementara beliau semasa kecil tinggal di Ngawi, Jawa Timur bersama ibunya.

Dalam acara Ngobam yang diadakan di Wedangan Gulo Klopo, Kartasura, Solo, pada Juli 2019 lalu, Didi Kempot mengaku lagu Stasiun Balapan terinspirasi saat beliau masih ngamen dan sering melihat orang-orang melepas kepergian orang-orang yang dicintainya.

Lagu Stasiun Balapan sendiri bercerita tentang kekasih yang lupa akan janjinya saat merantau ke kota lain.

Terminal Tirtonadi

Dari Stasiun Solo Balapan, sadbois dan sadgirls bisa melanjutkan napak tilas ke Terminal Tirtonadi, yang juga menjadi inspirasi lagu, melalui jembatan khusus SkyBridge yang selesai dibangun dan diresmikan pada tahun 2017 lalu.

Jarak antara Stasiun Solo Balapan dan Terminal Tirtonadi adalah sekitar 1,3 kilometer dan memakan waktu kurang lebih 30 menit berjalan kaki. Dengan menggunakan SkyBridge, jarak tempuhnya menjadi hanya sekitar 437 meter dengan waktu tempuh sekitar 15 menit.

SkyBridge hanya bisa diakses oleh penumpang yang memiliki tiket atau hendak berpindah dari Stasiun Solo Balapan ke Terminal Tirtonadi, atau sebaliknya.

Terminal Tirtonadi yang kini merupakan terminal tipe A yang digadang-gadang merupakan terminal dengan rasa bandara ini merupakan hub untuk menghubungkan kota-kota di Jawa Timur dan kota-kota di Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Lagu Terminal Tirtonadi juga bercerita tentang janji yang diingkari oleh kekasih setelah pergi berpisah.

Kreteg Bacem

Agak jauh dari pusat kota, kreteg yang berarti jembatan di daerah bernama Bacem, menjadi inspirasi lagu yang diciptakan pada tahun 2017.

Jembatan yang melintasi Sungai Bengawan Solo ini dulu terkenal angker karena peristiwa ngeri di zaman G30S/PKI, kini menjadi bernuansa romantis yang tetap nggranthes karena diangkat menjadi lagu oleh Didi Kempot.

Pabrik tekstil yang berada tak jauh dari kawasan itu, terutama di Tawangsari, Sukoharjo, menjadi inspirasi kisah asmara yang terjalin dengan karyawan pabrik.

Didi Kempot juga jeli mengamati soal harga sewa kamar kos di sekitaran pabrik, yang menurut lagunya, seharga Rp 200.000 per bulan.

Hargo Dumilah

Buat pecinta alam, nama Hargo Dumilah bukan lah hal yang asing. Hargo Dumilah merupakan puncak tertinggi dari tiga puncak Gunung Lawu yang menjadi favorit para pecinta alam untuk merenung dan melakukan tadabur alam.

Gunung Lawu seringkali menjadi tujuan pendaki, terutama pada malam tahun baru Jawa (1 Suro) karena menurut keyakinan bahwa malah pergantian tahun ini adalah malam yang sakral dan cocok untuk instropeksi.

Puncak ini juga ramai dikunjungi pada 17 Agustus di mana pendaki bisa melakukan upacara bendera di ketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut.

Saking ramainya, pendaki tidak perlu membawa banyak perbekalan, karena di puncak banyak penjual makanan yang siap mengisi perut lapar.

Lagu Hargo Dumilah juga berisi kisah tentang janji yang diperjuangkan oleh seorang kekasih untuk pujaan hatinya.