Penggemar film spionase atau mata-mata semacam James Bond, Mission Impossible, Jason Bourne, hingga Kingsman, wajib mendatangi German Spy Museum (Deutsches Spionagemuseum).
Museum yang berada di area Potsdamer Platz, Berlin, Jerman ini, selain memberikan pengetahuan dan sejarah tentang dunia mata-mata, juga menawarkan pengalaman yang membuat pengunjung seakan-akan menjadi mata-mata atau agen rahasia.
Sejarah Singkat German Spy Museum
Jerman, terutama Berlin, memang cocok mengukuhkan diri menjadi ibu kota mata-mata, apalagi menilik sejarah perang dunia dan perang dingin.
Dunia mata-mata memang dekat dengan dunia perang, karena itu, setelah perang berakhir, banyak benda dan cerita sejarah menarik tentang mata-mata yang bisa dibagikan dan dipamerkan ke publik.
Museum ini pertama kali dibuka pada 19 September 2015 dengan nama The Spy Museum Berlin, lalu berganti nama menjadi German Spy Museum pada 29 Juli 2016.
Inspirasi museum ini didapat oleh pendiri museum, jurnalis Franz-Michael Günther, dari peristiwa pertukaran sandera di Jembatan Glienicker, perbatasan Berlin Barat dan Jerman Timur.
Peristiwa ini juga menjadi inspirasi film Bridges of Spies yang dibintangi oleh Tom Hanks.
Yang menariknya lagi, setelah menimbang beberapa lokasi pembangunan museum, akhirnya dipilih lah lokasi yang sekarang, di Leipziger Platz, yang dulunya kawasan “death strip“, kawasan yang tidak boleh dilewati manusia karena berada di tengah pembatas tembok Berlin sisi dalam dan sisi luar.
Selain lokasinya yang bersejarah, museum ini juga dekat dengan kawasan turis lain seperti Brandenburger Tor dan Potsdamer Platz.
Mengunjungi German Spy Museum
Kami mengunjungi museum seluas 3.000 M2 ini pada 20 April 2019, dengan membeli tiket masuk seharga 12€ per orang.
Selain membeli di loket, tiket masuk juga bisa dibeli secara online melalui situs German Spy Museum.
Tiket masuknya sungguh menarik, dengan tulisan “burn after visiting” memberi kesan seakan-akan kami akan melakukan sebuah misi rahasia.
Di pintu masuk, terlihat beberapa pajangan kamera CCTV, lengkap dengan beberapa monitor yang menampilkan video dari berbagai rekaman CCTV hingga video anonymous manifesto lengkap dengan topeng Guy Fawkes.
Untuk masuk ke dalam museum, saya harus memindai kode QR yang ada di tiket, lalu saya masuk ke tabung pemindai badan seperti di bandara.
Ruang Sejarah Spionase
Di ruang pertama ini, penjelasan tentang sejarah mata-mata disajikan dengan sangat apik.
Dinding berisi garis masa sejarah mata-mata tertulis di sebelah kanan, lengkap dengan beberapa alat peraga.
Layar multimedia memanjang yang bisa disentuh, berisi penjelasan yang sama, namun dikemas dengan cara lebih interaktif.
Dari ruang ini saya baru tahu bahwa konsep spionase telah ada sejak tahun 1.500 S.M. (Sebelum Masehi) di kawasan Mesopotamia.
Pada masa itu, khawatir resep masakannya dicuri, seorang koki menyimpan resep masakannya yang sangat berharga yang disamarkan ke dalam hiasan pada sebuah guci keramik.
Saya juga baru mengetahui bahwa ada berbagai jenjang dan sebutan untuk orang-orang yang terlibat di dunia mata-mata, antara lain mata-mata, agen, informan, pengintai (scout), hingga lembaga intelijen.
Proses pengintaian pun ada berbagai macam, mulai dari pengintaian dari manusia (human intelligence), pengintaian mesin (signal intelligence), pengambilan data dari informasi publik (open source intelligence), dan pencitraan satelit (imagery intelligence).
Di ruangan ini juga terdapat beberapa alat peraga yang memberikan informasi tentang konsep penyandian dan kriptografi sederhana.
Beberapa contoh alat peraga yang ada di sini adalah skytale, Caesar cipher, dan beberapa teknik kriptografi sederhana yang bisa dimainkan.
Salah satu alat peraga kriptografi yang menarik perhatian saya adalah Caesar cipher, yang dulu pernah saya mainkan saat mengikuti kegiatan Pramuka.
Berikut ini cuplikan teka-teki Caesar cipher yang saya kutip dari alat peraga untuk dipecahkan.
Jika
A = G
, pecahkan kode berikut
O RUBK ZXKGYUT HAZ O NGZK G ZXGOZUX
Ada juga mesin penyandi morse yang bisa mengubah tulisan yang diketikkan pada layar lalu mengubahnya menjadi kode morse dan hasilnya bisa dicetak untuk dibawa pulang.
Anak-anak terlihat antusias mempelajari kode morse ini, hingga antrean untuk mencoba alat ini sangat panjang.
Jika mengalami era ponsel Nokia zaman dulu, pasti tak asing dengan nada SMS yang sebenarnya merupakan kode morse, yaitu ··· — — ···
.
Di lantai ini juga terdapat profil Mata Hari, seorang perempuan mata-mata yang tenar di tahun 1900-an.
Penari erotis keturunan Belanda yang bernama asli Margaretha Geertruida Zelle ini menjadi mata-mata Prancis pada Perang Dunia Kedua, dan dieksekusi mati setelah dituduh menjadi agen ganda untuk Jerman.
Beberapa barang memorabilia yang dibuat untuk mengenang Mata Hari, mulai dari buku hingga merek minuman beralkohol dipajang di area ini.
Ruang Pamer
Kami kemudian naik ke lantai dua melalui anak tangga yang juga merupakan layar monitor.
Layar monitor di tangga ini menampilkan beberapa informasi tentang museum ini.
Di lantai dua, banyak dipamerkan alat-alat yang digunakan oleh mata-mata selama perang, hingga aneka alat canggih yang selama ini saya kira cuma ada di film.
Awal mulanya adalah Enigma, sebuah alat penyandi elektro-motorik yang dikembangkan oleh Jerman pada akhir masa Perang Dunia Pertama dan digunakan pada era Perang Dunia Kedua.
Enigma digunakan untuk mengirim pesan dan perintah militer tersandi ke seluruh armada Jerman yang disiarkan melalui radio.
Mesin ini yang kemudian menjadi pemicu lahirnya komputer modern, setelah Alan Turing berhasil memecahkan sandi yang digunakan Enigma dan membantu Sekutu memenangkan perang.
Peristiwa ini pemecahan sandi Enigma ini menjadi inspirasi film The Imitation Game yang dibintangi oleh Benedict Cumberbatch.
Selain Enigma, ada juga mesin sejenis yang dikembangkan oleh Uni Soviet, bernama Fialka, yang berarti violet.
Mesin Fialka yang dipajang di museum ini merupakan seri M-125-3 dari Polandia, yang memiliki 10 rotor, yang membuatnya lebih canggih dari Enigma.
Fialka awalnya didesain untuk menyandikan huruf-huruf cyrilic, namun akhirnya digunakan juga untuk menyandikan huruf-huruf latin.
Salah satu alat penyandian yang menarik perhatian saya selain Enigma dan sejenisnya adalah OTP (One Time Pad), di mana alat yang berbentuk seperti kunci dan memiliki beberapa kolom berisi angka ini merupakan cikal bakal kunci enkripsi modern dan penggunaan one time password.
Beberapa benda yang dipajang disembunyikan dengan sedemikian rupa, yang membutuhkan interaksi dengan penonton untuk menampilkan informasi dari benda tersebut.
Misalnya ada layar yang hanya bisa muncul informasinya jika dilihat dengan menggunakan alat khusus serupa kaca pembesar.
Ada juga sebuah alat peraga yang menampilkan pesan tersembunyi dan hanya muncul jika terpapar sinar ultraviolet.
Sebuah benda bernama Proton, yang sebenarnya perangkat radio R-353 yang dikembangkan oleh Uni Soviet, ditampilkan dalam bentuk patung penyelam yang membawa alat ini.
R-353 merupakan alat pemancar dan penerima pesan tersandi portabel yang bisa dibawa ke mana-mana, termasuk dibawa menyelam untuk keperluan operasi rahasia.
Ada beberapa permainan yang membuat pengunjung seolah-olah terlibat untuk memahami konsep-konsep spionase ini.
Mulai dari mesin untuk penyandi dan pemecah sandi saat mengirim pesan, di mana pengunjung bisa melakukan decode atau encode dengan menggunakan knob-knob pengkodean.
Misal pesan HELLO
ketika knob diputar beberapa kali, akan mengacak pesan tersebut (encode) menjadi CHBXQ
.
Sebaliknya, jika mendapati pesan teracak, pengunjung harus memutar knob untuk mendapatkan pesan sebenarnya.
Ada juga mesin pemecah sandi (password), di mana mesin ini akan memecahkan kata atau sandi yang dimasukkan ke dalamnya, dengan menyertakan berapa lama mesin ini bisa menebak kata sandi tersebut.
Pada dasarnya, teknik yang digunakan mesin ini adalah teknik brute force, di mana mesin akan mencoba memasangkan kombinasi huruf dan angka hingga menemukan kata sandi yang tepat.
Makin panjang dan rumit kata sandi yang dimasukkan, misal kombinasi huruf, angka, dan karakter, makin sulit dan lama mesin akan berhasil menebak kata sandi tersebut.
Saya mencoba sebuah alat yang mensimulasikan keadaan menerima pesan tersandi melalui radio, kemudian berusaha memecahkannya.
Untuk bisa memecahkan pesan tersebut, saya harus mencari gelombang radio yang cocok. Pada alat ini, saya harus mendengarkan frekwensi khusus yang dipancarkan dalam Bahasa Inggris.
Pesan dalam Bahasa Inggris akan diperdengarkan melalui radio yang ditandai dengan bunyi beep. Sementara untuk Bahasa Jerman, pesan ditandai dengan kata achtung.
Saya mengambil kertas berisi angka yang harus saya jumlahkan dengan angka yang saya terima dari radio, untuk kemudian bisa mendapatkan pesan aslinya.
Setelah mendengarkan pesan dan mencoba memecahkan kodenya, saya tidak berhasil mendapatkan pesan aslinya.
Sepertinya saya salah menerima kode yang saya dengar dari radio, sehingga angka yang saya jumlahkan tidak bisa menjadi kode.
Permainan lain yang tak kalah seru adalah mencari penyadap (bug) yang ditanam dalam ruangan.
Setelah gagal memecahkan kode di permainan sebelumnya, saya mencoba permainan ini.
Pertama-tama saya mendengarkan instruksi yang disampaikan melalui telepon. Kemudian, dengan alat yang tersedia, saya harus menyisir dan memindah seluruh ruangan untuk menemukan alat penyadap dalam waktu satu menit.
Saya berhasil menemukan penyadap yang ditanam di dalam tembok ruangan, yang ditandai dengan bunyi ding yang keluar dari alat.
Alat yang berupa tongkat panjang ini rupanya memang benar-benar ada dan digunakan untuk mencari penyadap yang ditanam dalam berbagai jenis.
Saya terkagum-kagum melihat koleksi penyadap yang dipajang di museum ini, di mana alat penyadap bisa ditanam dalam soket listrik, buku, dan berbagai benda yang tampak tidak mencurigakan.
Agen rahasia juga wajib menyamarkan informasi yang didapatnya secara aman dan rahasia.
Beberapa alat untuk menyimpan informasi mulai dari piala, kaleng, hingga berbagai benda yang tampak biasa, bisa diubah sedemikian rupa menjadi alat penyimpan yang tidak menimbulkan kecurigaan.
Alat pemindai dokumen, kamera mikrofilm, hingga koin untuk menyimpan mikrofilm juga bisa dilihat di museum ini.
Benda-benda unik dan aneh yang biasa kita lihat di film-film spionase, rupanya benar-benar ada, dan menjadi inspirasi untuk film.
Sebuah mobil Trabant 601 (trabi) terpajang di ruangan ini, di mana mobil jenis ini dulunya mobil yang umum digunakan oleh warga Jerman Timur.
Namun oleh agen rahasia Jerman Timur, Stasi (kependekan dari Staatssicherheitsdienst), mobil ini diubah menjadi mobil pemantau yang dilengkapi dengan kamera inframerah untuk memantau dan memata-matai target.
Hampir seluruh koleksi yang ada di ruangan ini adalah alat yang digunakan di era perang dingin hingga saat Jerman terpecah menjadi dua.
Saya sendiri tidak bisa membayangkan betapa canggihnya teknologi spionase pada masa-masa itu.
Tak jauh dari replika trabi, terdapat diorama Jembatan Glienicker yang menjadi inspirasi museum ini.
Pengerjaan dioramanya begitu detail dan bisa menggambarkan situasi di jembatan saat terjadi pertukaran agen mata-mata antara Jerman Timur dan Berlin Barat.
Alat terakhir yang membuat saya kagum adalah sebuah alat untuk membunuh yang berbentuk payung.
Dikenal dengan Bulgarian umbrella, alat yang pernah digunakan oleh agen rahasia Bulgaria yang dibantu oleh KGB (agen rahasia Uni Soviet) untuk membunuh jurnalis BBC asal Bulgaria, Giorgi Makarov di London pada 7 September 1978.
Payung maut ini menembakkan jarum beracun yang mengenai korban di mana racun akan bekerja secara perlahan hingga membunuh korban.
Saya teringat akan senjata payung ini pada film Kingsman.
Di ruang ini juga terpajang informasi dan profil beberapa agen rahasia dan mata-mata dari berbagai organisasi intelijen berbagai negara, mulai dari CIA, KGB, Stasi, hingga MI6.
Area Film dan Permainan Laser
Selepas dari area ruang pamer, saya menuju ke area yang menampilkan beberapa barang dari film-film bertema spionase.
Di sini, ada area di mana pengunjung bisa berfoto seolah-olah berada di adegan pembuka film James Bond yang khas dengan lubang barel pistolnya itu.
Beberapa properti yang digunakan untuk syuting film James Bond pun ditampilkan di area ini.
Di ruang ini pula ada ruang untuk bermain Laser Maze, di mana peserta seolah-olah masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi laser dan harus menghindari laser-laser tersebut.
Skor dan aksi peserta terekam kamera dan bisa dilihat hasilnya di situs German Spy Museum.
Awalnya kami ingin ikut bermain, tapi rupanya antreannya sangat panjang, membuat kami mengurungkan niat.
Kami akhirnya bermain tinta tak terlihat, di mana kami diberikan kertas untuk ditulisi dengan cairan khusus yang hanya muncul jika cairan ini dikenai zat lain.
Rupanya zat-zat yang digunakan di area ini adalah asam galat (C7H6O5) dan fero sulfat (FeSO4).
Selain cairan-cairan tersebut, tinta tak terlihat ini bisa menggunakan cairan lemon, yang nantinya untuk menampilkan tulisan dengan cara dipanaskan menggunakan setrika.
Kami juga bermain menyusun kembali dokumen yang telah dihancurkan (shredded), seolah-olah kami sedang menyusun kembali dokumen rahasia yang dihancurkan oleh musuh.
Ruang Penyamaran
Sebelum kami menuju ke ruang terakhir, kami mampir sebentar di ruang penyamaran, di mana di sini disediakan berbagai properti untuk melakukan penyamaran, mulai dari wig, topi, jaket, jubah, dan berbagai alat lain untuk menyamar.
Tersedia beberapa gambar yang bisa dipilih untuk menjadi latar belakang foto, yang kemudian jika dipublikasikan ke Instagram atau Twitter dengan menggunakan tagar #spionagemuseum akan tampil di layar dan bisa dicetak.
Sayangnya saat saya mencoba membagikannya ke Twitter, layar monitor yang tampil tidak menampilkan twit saya, sehingga harapan saya untuk mencetak foto tersebut sirna.
Ruang Terakhir
Kami turun ke bawah menuju ke ruang terakhir, di mana berisi beberapa penjelasan tentang privasi dan keamanan data.
Beberapa pesan yang saya dapat dari ruang ini adalah bahwa kita harus berhati-hati dengan data yang kita bagikan kepada publik.
Lembaga-lembaga khusus bahkan bisa menyadap dan menguping informasi yang kita bagikan melalui berbagai media komunikasi.
Informasi tentang Wikileaks ditampilkan di ruang ini, seolah-olah mendukung dengan pesan yang ingin disampaikan.
Di ruang ini juga ditampilkan beberapa peristiwa besar yang terkait dengan spionase di berbagai penjuru dunia.
Setelah puas, kami pun keluar melalui pintu otomatis seperti yang sering ditemui di lokasi-lokasi perkantoran di kawasan Senayan, Jakarta, menuju ke toko suvenir.
Canggih juga ya alat mata-mata pada zaman dulu.