Sabtu itu, 16 Maret 2019, kami berencana keluar di untuk sekadar jalan-jalan berkeliling, namun hujan yang turun sejak siang membuat kami terpaksa membatalkan niat tersebut.
Namun perut kami sepertinya mulai berontak, setelah lewat jam makan siang dan menuntut jatah.
Istri saya kebetulan memang tidak berencana masak karena awalnya memang kami akan makan di luar setelah jalan-jalan.
Kami akhirnya memutuskan berangkat ke Handoyo’s Sate & Coffee, demi menjawab rasa penasaran kami tentang legenda kuliner otentik Indonesia di Berlin.
Sekitar pukul 18:00, meski hujan masih turun, kami tetap nekat membelah hujan dan mengabaikan suhu sedingin es demi seporsi sate ayam banjar, menu andalan restoran ini.
Terletak di Berlin Barat, tepatnya di Ludwigkirchplatz 2, Berlin-Wilmersdorf, di samping Gereja Katolik Sankt Ludwig.
Restoran ini bisa dicapai dengan menggunakan bus bernomor 249 jurusan S+U Zoologischer Garten ke Grunewald, Roseneck dan turun di Halte Pariser Straße yang kemudian berjalan kaki selama 2 menit sejauh 200 meter.
Jika menggunakan U-bahn, turun di Stasiun Spichernstraße (U2, U3, atau U9) atau Stasiun Hohenzollernplats (U2 atau U3).
Selain U2, U3, dan U9, pengguna U1 bisa turun di Stasiun Uhlanstraße, atau di Stasiun Adenauerplatz jika menggunakan U7.
Dari stasiun U-bahn, Handoyo’s Sate & Coffee bisa dicapai selama 10 menit dengan jarak 600-700 meter hingga 15 menit sejauh 1 kilometer (U7) dengan berjalan kaki.
Dengan kondisi jaket agak kuyup, kami masuk ke restoran kecil yang muat untuk 20-30 orang ini.
Selain Handoyo’s Sate & Coffee, terdapat banyak restoran dan kafe fancy. Bila dibandingkan dengan kafe lainnya, restoran ini memang tidak terlalu menonjol
Saat kami datang, suasana masih sepi karena memang belum masuk jam makan malam.”Hallo, herzlich willkommen!“, sapa seorang bapak dari balik meja kasir.
Belakangan baru kami tahu bahwa beliau adalah Pak Handoyo Oedi, pemilik restoran ini. Kami memesan dan berbincang dengan Bahasa Indonesia.
Setelah kami menggantungkan jaket di dekat pintu masuk dan duduk, Pak Handoyo menghampiri kami dan menunjukkan menu spesial hari itu.
“Hari ini menu spesial kami adalah laksa dan semur sapi”, Pak Handoyo menunjukkan buku menu dengan desain yang sangat cantik dan rapi.
Menu di Handoyo’s Sate & Coffee memang tidak banyak karena hanya menyajikan menu khusus yang otentik Indonesia, dengan menu spesial yang berganti setiap hari.
Setelah bingung memilih menu karena terlihat enak semua, kami akhirnya memutuskan memesan sate ayam banjar (tentu saja!), gado-gado surabaya, es teh, dan asam kunyit hangat.
Selain sate ayam, restoran ini memiliki menu sate babi. Sayang sekali tidak ada pilihan sate kambing.
Tersedia juga menu vegetarian, antara lain lumpia vegetarian dan gado-gado surabaya dengan memesan tanpa telur rebus.
Sembari menunggu pesanan kami datang, kami mengamati sekeliling restoran yang terkesan rapih dan tertata rapi.
Sebuah foto hitam-putih suasana pasar terpampang besar di bagian dekat dapur.
Dugaan saya, itu adalah foto suasana pasar di daerah Banjarmasin, daerah asal Pak Handoyo, pada zaman dahulu.
Selain foto hitam putih besar terpampang, foto-foto khas Banjarmasin seperti pasar terapung juga tampak dipajang.
Saya sempat heran kenapa ada gambar-gambar model pakaian yang ikut dipajang di beberapa sudut dinding di restoran.
Rupanya, sebelum berkecimpung di bisnis restoran, Handoyo Oedi merupakan desainer mode, bahkan pernah menjadi kepala desain mode di salah satu perusahaan di Jerman.
Pantas saja restoran kecil ini terasa begitu nyaman, rapi, dan sedap dipandang.
Kami sempat mendengar Pak Handoyo memberikan instruksi langsung kepada kokinya di dapur, menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jerman.
Makanan yang kami pesan pun datang, diantar langsung oleh Pak Handoyo.
Sate ayam banjarnya memang juara! Daging ayam yang dipanggang terasa sangat empuk dan lembut. Sate ini disajikan dengan lontong yang padat namun empuk, dengan pelengkap asinan.
Saus kacangnya sangat kental, dibuat sendiri oleh restoran ini, dengan taburan kacang di atasnya, terlihat begitu cantik namun tetap lecker.
Gado-gado surabaya yang saya pesan juga lezat, dengan isi yang cukup padat, yaitu kubis, selada, tahu goreng, lontong, telur rebus, dan disiram dengan saus kacang bikinan sendiri, serta kerupuk udang.
Selain makanan besar, Handoyo’s Sate & Coffee juga menyediakan kopi dan teh yang khusus didatangkan dari Indonesia.
Kopi yang diandalkan oleh restoran ini adalah kopi arabica sumatera mandheling, sedangkan tehnya berasal dari Jawa.
Minuman lain yang tersedia adalah Teh Botol Sosro dan Bir Bintang, yang memang menjadi khas Indonesia.
Untuk harga, restoran Handoyo’s Sate & Coffee memang termasuk cukup mahal, karena termasuk restoran kecil yang mewah.
Namun harganya setara dengan rasanya yang otentik, mampu mengobati kerinduan kami akan makanan Indonesia yang sulit untuk dimasak sendiri.
Handoyo’s Sate & Coffee buka setiap hari Selasa hingga Jumat pukul 12:00 hingga 22:00, sedangkan hari Sabtu dan Minggu buka pukul 13:00 hingga 22:00.
Pembaruan: Sejak 19 Mei 2023, restoran ini berhenti beroperasi secara permanen karena masalah kesehatan keluarga Pak Handoyo.