Laut berwarna tosca begitu bening saat saya melongok dari serambi penginapan kami di Fisheries Eco Villa. Penginapan kami persis menjorok ke laut, di sebelah barat daya Pulau Derawan.
Di bawah penginapan terdapat jaring besar yang dirangkai menjadi semacam kandang untuk memelihara penyu sisik kecil, seekor guitar shark berwarna hitam, dan seekor zebra shark berwarna kuning.
Di kandang yang lain, ikan kerapu dan kakap dipelihara untuk dijadikan menu santapan, meski sebenarnya tak perlu memeliharanya, karena ikan bisa ditangkap dengan mudah dari laut. Beberapa ikan napoleon baru saja ditangkap dan dimasukkan ke kandang ikan kerapu.
Saat kami datang, seekor penyu hijau besar muncul ke permukaan seakan menyambut kami persis di depan penginapan. Penyu hijau dan penyu sisik memang sering wara-wiri di sekitar Derawan, sekadar mencari makan atau hanya muncul sebentar mengambil nafas.
Sebenarnya tahun ini saya punya impian untuk menyelam di Derawan. Impian saya pun terwujud setelah menuliskan impian saya tentang bekerja dari mana pun, terutama Derawan, didukung dengan laptop bertenaga dari DELL di halaman DELL Dream. Pekerjaan saya memang memungkinkan saya bekerja di mana pun, termasuk di Derawan selama ada koneksi internet.
Alhamdulillah, saya terpilih menjadi salah satu dari empat pemenang yang berhak mendapatkan trip ke Derawan!
Saat saya mulai menulis tulisan ini, saya sedang berada si serambi penginapan menikmati senja setelah beberapa hari menyelam bersama penyu, bermain-main dengan ubur-ubur tak bersengat, hingga bersantai di hammock menikmati musik laut dengan melodi suara mesin kapal motor.
Derawan, Saya Datang!
Mencapai Derawan, setidaknya dibutuhkan waktu seharian. Kami berangkat dari Jakarta selepas subuh pecah. Menggunakan penerbangan pertama GA-560, kami terbang ke Balikpapan selama kurang lebih satu jam empat puluh lima menit.
Tiba di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan, Balikpapan (BPN), hari sudah cukup siang. Perbedaan waktu satu jam lebih cepat dari Jakarta, membuat saya harus mengkalibrasi ulang jam.
Setelah transit selama satu jam untuk meredakan jetlag kecil, kami menuju ke Tanjung Redeb, Berau, menggunakan pesawat Bombardier CRJ-1000 yang berukuran lebih kecil dengan nomor penerbangan GA-692.
Saya sempat kaget saat pesawat hendak mendarat di Bandara Kalimarau, Berau (BEJ), karena pesawat seakan-akan mendarat di tengah hutan. Meski terletak di antara pepohonan seperti layaknya hutan, Bandara Kalimarau sudah berubah menjadi bandara yang lebih modern.
Dari Bandara Kalimarau, kami menggunakan mobil sewaan untuk menuju ke Pelabuhan Tanjung Batu, Berau. Perjalanan masih cukup berat karena medan yang kami tempuh adalah medan berbukit naik turun, dengan jalan berkelok yang kadang rusak di beberapa tempat. Kami seakan menembus hutan-hutan kayu kalimantan yang terlihat gundul di sana-sini.
Sebelum memulai perjalanan, kami sempat mampir makan siang di Puji Patin, Jl. Iswahyudi, Tanjung Redeb. Menu yang layak dicoba tentu saja adalah ikan patin bakar. Yang unik, pelayan di rumah makan ini mayoritas adalah orang Jawa!
Sampai di Pelabuhan Tanjung Batu, kami harus menempuh 30 menit lagi menggunakan speedboat. Di Pelabuhan Tanjung Batu, saya melihat beberapa perahu milik “manusia perahu” yang ditangkap beberapa waktu lalu tertambat berjajar di Pelabuhan Tanjung Batu.
Beberapa kapal layar juga terlihat hilir mudik. Maklum saja, Pelabuhan Tanjung Batu menjadi salah satu markas PORLASI (Persatuan Olah Raga Layar Seluruh Indonesia).
Setelah terlempar-lempar saat duduk di dalam speedboat bertenaga 40 tenaga kuda yang melaju membelah ombak, sampailah kami di Fisheries Eco Villa.
Kami sampai penginapan saat senja hampir rebah. Air laut masih pasang sehingga kami bisa dengan mudah langsung naik ke penginapan tanpa melalui dermaga umum.
Saat kami datang, seekor penyu hijau tengah berenang dan muncul ke permukaan. Kami menikmati senja sambil duduk bergantung di dalam hammock yang terletak persisi di balkon penginapan.
Mari Menyelam!
Kawasan Kepulauan Derawan memiliki setidaknya 28 titik selam. Paling banyak berada di seputar Pulau Maratua, pulau terbesar dari gugusan Kepulauan Derawan.
Saya berencana melakukan tiga kali penyelaman. Dari Derawan, kami berangkat menuju ke Pulau Maratua menggunakan speedboat. Saya menyelam ditemani oleh Pak Oslan dari Derawan Ocean Dive karena peserta lainnya hanya melakukan snorkeling.
Speedboat kami berjalan cukup lambat karena membawa 6 buah tangki. Ditambah cuaca buruk di tengah laut sehingga menimbulkan ombak tinggi, dari Pulau Derawan ke Pulau Maratua harus kami tempuh selama satu setengah jam.
Untungnya, sampai di Pulau Maratua, cuaca berubah drastis. Langit biru dan matahari yang terik membuat petualangan kami lebih mengasyikkan.
Bertemu Eagle Ray dan Penyu di Fusilier Paradise
Kami langsung berbelok ke arah ke titik penyelaman pertama, Fusilier Paradise. Fusillier adalah ikan yang warna badannya biru keperakan, dan memiliki warna kuning pada bagian ekornya. Ikan ini dikenal sebagai perenang cepat.
Benar saja, baru saja nyemplung, saya langsung disambut oleh segerombol fusilier. Tiba-tiba dari karang, seekor penyu sisik berenang keluar dari persembunyiannya.
Terumbu karang di titik ini masih sehat. Berbagai jenis ikan angel fish, butterfly fish, surgeon fish, dan banyak lagi terlihat hilir mudik secara bergerombol.
Tiba-tiba Pak Oslan memukul-mukul tangki dan memberi isyarat tangan telapak tangan berdiri di atas kepala sebagai tanda ada hiu. Namun sayang, saya tidak melihatnya karena hiu berenang cukup cepat dan jauh dari tempat kami di kedalaman.
Seekor penyu hijau berukuran agak besar tiba-tiba melintas, saya pun berusaha mengejar dan berhasil mengelus tempurungnya. Ia kemudian hilang di kedalaman. Penyu hijau dan penyu sisik memang cukup banyak ditemukan di sekitar Kepulauan Derawan.
Pak Oslan kembali membunyikan tangkinya. Kali ini ia memberi isyarat dengan merentangkan kedua sayapnya. Sayup-sayup saya bisa melihat seekor eagle ray berenang menjauh menuju ke kedalaman.
Ubur-Ubur Tak Bersengat Danau Kakaban
Pulau Kakaban mempunyai danau air payau, yang di dalamnya hidup ubur-ubur tak bersengat. Selain di Kakaban, danau seperti ini juga ada di Kepulauan Palau.
Untuk mencapai danau, kami harus melalui jalan kayu yang telah dibuat untuk memudahkan pelancong menuju ke danau. Namun, meski sudah dibuatkan jalurnya, kami tetap berhati-hati karena kayu begitu licin dan medannya naik-turun.
Di dalam danau, setidaknya ada empat spesies ubur-ubur tak bersengat yang bisa dilihat. Dari keempat spesies tersebut, saya melihat semuanya, yaitu:
- Cassiopeia ornata berwarna oranye yang menjadi icon Danau Kakaban
- Mastigias papua yang sekilas mirip Cassiopeia ornata namun memiliki rumbai yang lebih panjang
- Aurelia aurita yaitu ubur-ubur transparan
- Tripedalia cystophora yang sangat kecil (berukuran di bawah 1 cm) sampai saya kira merupakan anak ubur-ubur
Meski dibilang tanpa sengat, sebenarnya ubur-ubur ini menyengat, hanya saja sangat lemah dan tidak terasa. Jajaran algae yang sekilas mirip hamparan rerumputan di bagian dasar danau patut diwaspadai, karena lokasi favorit Cassiopeia ornata “tidur siang” ini terdapat cacing yang bisa membuat gatal jika tersentuh.
Ubur-ubur di Danau Kakaban sering terlihat berenang dengan terbalik. Ini merupakan simbiosis mutualisme antara si ubur-ubur dengan algae. Algae yang menghasilkan makanan membutuhkan sinar matahari untuk melakukan fotosintesis menempel pada tentakel ubur-ubur, oleh karena itu ubur-ubur berenang terbalik agar algae bisa terkena sinar matahari.
Bertemu Nudibranch dan Hiu di Barracuda Point
Setelah puas bermain bersama ubur-ubur, saya segera menyiapkan diri untuk penyelaman selanjutnya. Kali ini Pak Oslan membawa saya ke tempat yang lebih berarus, tepat di ujung barat Pulau Kakaban.
Kami masuk di sebelah barat pulau, kemudian mengikuti arus dan menyelam di kedalaman 20 meter untuk mencari hiu yang sering lewat. Benar saja, tak lama kemudian Pak Oslan memberi isyarat ada hiu. Namun saya tidak sempat melihat karena gerak hiu yang cukup cepat. Menurut Pak Oslan, ia melihat white tip shark.
Tak perlu bersedih, hiu kedua pun melintas. Kali ini saya melihat black tip shark berenang dengan sedikit lambat, namun jaraknya masih cukup jauh. Hiu memang menyukai lokasi-lokasi berarus semacam di sebelah barat Pulau Kakaban ini.
Arus membawa kami sampai ke ujung Pulau Kakaban, tepatnya di Barracuda Point. Di sini tampak beberapa ekor barracuda bergerombol. Jika di tempat berarus tadi kondisi dasarnya cenderung landai, di Barracuda Point, karangnya berbentuk seperti tembok.
Saya melihat tiga ekor nudibranch (Chromodoris sp) yang lokasinya terpencar. Seekor shrimp transparan bersembunyi dan hanya terlihat sungutnya yang panjang menjulur. Trigger fish gendut terlihat tengah berenang-renang santai. Beberapa parrot fish warna-warni juga tampak gemas menggigit-gigit karang.
Melihat Manta di Manta Run
Selain penyu, daya tarik lainnya di Kepulauan Derawan adalah keberadaan manta ray. Ikan pari raksasa yang lebarnya bisa mencapai 6 meter ini sering terlihat di permukaan saat mencari makan.
Lokasi ini dekat dengan Pulau Sangalaki. Benar saja, saya langsung bisa melihat manta ray berenang-renang di permukaan dengan menampakkan sirip punggungnya yang sekilas mirip sirip hiu. Ikan pari dan hiu memang satu keluarga.
Pak Oslan segera mengajak saya untuk nyemplung di tempat yang diberi nama Manta Run. Lokasi ini sering dilewati manta yang hendak mencari makan atau membersihkan diri. Lokasinya cukup berarus, tak heran jika manta ray suka sekali berada di lokasi ini.
Tak berapa lama, Pak Oslan memberi isyarat dengan menunjuk ke atas. Manta ray terlihat seperti terbang di atas saya. Beberapa kali tangki Pak Oslan dipukul, yang menunjukkan jumlah manta ray yang terlihat. Saya lupa ada berapa jumlahnya, saya tak sempat menghitung karena takjub melihat puluhan manta ray bersliweran.
Titik penyelaman ini berkedalaman maksimal 12 meter. Saya cukup kelelahan karena beberapa kali harus melawan arus yang cukup kuat. Namun rasa lelah saya terbayar dengan pengalaman bertemu puluhan manta ray.
Snorkeling, Bermain di Gusung, Mengejar Penyu, dan Banana Boat
Setelah cukup puas menyelam, keesokan harinya kegiatannya lebih santai, yaitu snorkeling di sekitar Pulau Derawan dan bermain-main di gusung (pulau yang terbentuk dari pasir).
Kami memulai aktivitas pagi dengan snorkeling di lokasi yang bernama Old Pier. Lokasi ini tak jauh dari dermaga, terletak di sekitar barat laut Pulau Derawan.
Terumbu karang di sini masih sangat bagus. Saya melihat karang-karang berbentuk tabung (tube coral), karang berbentuk tanduk (staghorn coral), karang berbentuk otak (brain coral) dan karang berbentuk daun (leaf coral). Beberapa soft coral juga tampak, namun karang keras lebih mendominasi.
Ikan-ikan angel fish dan butterfly fish, tampak hilir mudik di sela-sela karang. Sesekali muncul juga ikan wrasse berwarna-warni ikut memeriahkan suasana. Gerombolan ikan karang kecil berwarna biru menari cantik ke sana kemari dalam gerombolan.
Setelah puas snorkeling di Old Pier, kami menuju ke Gusung Pulau Derawan yang terletak di sebelah timur. Gusung ini setiap musim berubah, karena mengikuti angin yang membawa butir-butir pasir. Jika angin bertiup menuju timur, maka gusung akan berbentuk mengarah ke timur.
Kami berfoto-foto menikmati warna tosca berpadu dengan warna biru yang menempel pada hamparan pasir putih. Pasir-pasir gusung ini terbentuk dari pecahan cangkang-cangkang dan karang.
Tiba-tiba seorang teman menunjukkan sebuah benda putih bundar pipih dengan gambar semacam bintang di atasnya. Ah, benda tersebut adalah cangkang dari sand dollar, sebuah hewan semacam bulu babi (ordo Clypeasteroida) yang bergerak menggunakan duri-duri halus yang mempunyai cangkang.
Dari Gusung Pulau Derawan, kami pindah ke Snapper Point untuk snorkeling. Di sini, sesuai namanya saya melihat banyak ikan kakap, terutama kakap merah berenang di antara karang. Dibandingkan dengan Old Pier, terumbu karang di sini hampir seimbang antara karang keras dan karang lunak.
Seorang kawan berteriak dia melihat sting ray berukuran cukup besar keluar dari bawah karang dan berenang menuju ke tempat yang lebih berpasir. Saya yang penasaran mencoba mencari ke lokasi yang ditunjuk teman saya tersebut, namun rupanya saya tidak berhasil melihatnya.
Selesai snorkeling, kami menuju ke dermaga di depan Derawan Dive Resort. Kami ingin bermain-main dengan penyu yang sering wara-wiri di sini. Benar saja, seekor penyu besar tiba-tiba muncul dan kami pun berusaha mengejarnya. Namun si penyu rupanya sedang tak ingin bermain, dia berenang menjauh dan kami kalah cepat.
Kegiatan hari itu ditutup dengan naik banana boat. Dengan ditarik speedboat, kami dibawa mengelilingi Pulau Derawan yang luasnya 44,6 hektar. Berbeda dengan permainan banana boat yang pernah saya naiki, rupanya banana boat di sini tidak menjatuhkan para penunggangnya ke laut, namun malah mengantarkan kami ke penginapan.
Berjumpa Teman Baru
Selama di Derawan, kami berjumpa dengan Ann Parkinson dan Dean Carr, dua orang warga negara Inggris yang tinggal di Selandia Baru. Mereka adalah mahasiswa biologi maritim di Selandia Baru. Mereka kembali ke Derawan setelah 10 tahun sebelumnya pernah kemari.
Kami ngobrol banyak hal tentang menyelam dan soal laut. Dari mereka saya tahu bahwa jenis hiu yang dipelihara di penginapan kami adalah guitar shark dan zebra shark.
Dan yang paling membuat saya takjub, mereka hanya memiliki akun e-mail dan Facebook, meski di negara mereka tinggal, koneksi internetnya jauh lebih baik dari Indonesia. Mereka tinggal di Derawan selama kurang lebih 2 minggu sebelum nanti mereka akan kembali ke Inggris.
Saat kami mengadakan acara bakar-bakar ikan, kami mengundang mereka juga. Ada banyak ikan yang kami bakar malam itu, kakap merah hingga ikan kerapu seukuran bayi menjadi santapan malam. Ikan yang kami bakar merupakan ikan segar hasil pancingan sore tadi.
Nelayan lokal yang menemani kami menarik senar pancingnya. Dia menangkap seekor hiu karang kecil. Hiu tersebut akhirnya kami lepaskan kembali ke laut.
Akhir Perjalanan
Saya terbangun saat mendengar suara riuh di luar. Hammock di serambi penginapan melayang-layang menunjukkan bahwa angin bertiup kencang. Rupanya pagi itu hujan deras dan angin kencang menerpa tepat pada saat hari kami hendak kembali ke Jakarta.
Kami sempat khawatir, jika hujan deras dan angin terus terjadi, bisa-bisa kami memperpanjang liburan kami di Derawan. Ombak tinggi dan hujan tentu akan menyulitkan kami menuju ke Pelabuhan Tanjung Batu.
Kekhawatiran kami rupanya tak terbukti. Tiba-tiba hujan langsung reda dan matahari mulai menampakkan diri. Di sebelah barat, muncul dua gurat pelangi berlatar awan mendung yang belum selesai.
Ah, mau tak mau kami harus mengakhiri perjalan kami. Sampai jumpa lagi, Derawan!
Eh, ono konco SMA sing doyang nyelam juga.. Yo mas, kapan njebur?