Oktober sebenarnya bukan musim yang baik untuk menyelam karena secara teori sudah masuk musim penghujan. Namun demi memuaskan “insang” yang kering, tawaran trip ke Pulau Sangiang, Serang, Banten, bersama Planet Diving, saya ambil.
Langit berwarna kelabu ketika kami berangkat dari markas Planet Diving di kawasan kolam renang Senayan, Sabtu (27 Oktober 2012) pagi. Cuaca makin memburuk, bahkan sempat turun hujan, ketika kami tiba di Dermaga Paku, Anyer, setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam dari Jakarta.
“Ini angin dari utara, jadi masih aman kalau mau ke Sangiang. Bila angin datang dari selatan, baru bahaya kalo melaut,” tukas salah satu nelayan ketika kami berteduh di Dermaga Paku.
Pulau Sangiang awalnya merupakan Cagar Alam seluas 700,35 Ha. Kemudian pada tahun 1991 perairan di sekitar kawasan diubah menjadi Taman Wisata Alam Laut seluas 720 Ha. Pada tanggal 8 Februari 1993 melalui SK Menteri Kehutanan No. 55/KPTS-II/1993, kawasan cagar alam diubah fungsinya menjadi Taman Wisata Alam dengan luas 528,15 ha.
Setelah menunggu hujan reda, kami pun berangkat menuju Pulau Sangiang, dengan perkiraan waktu satu jam. Air laut berwarna biru tua dan biasanya setelah hujan air menjadi jernih.
Ada 8 orang yang akan menyelam, termasuk 2 dive master dari Planet Diving. Kami tiba di titik penyelaman pertama bernama Kedongdong. Di titik ini terdapat sebuah goa buntu sedalam 15 meter dengan diameter 6 meter.
Di Kedongdong, saya melihat setidaknya 4 buah ubur-ubur berjenis Mastigias sebesar kepalan tangan berenang bebas. Seekor penyu seukuran piring makan juga terlihat tengah beristirahat di karang. Arus di titik ini tidak begitu kuat, dengan jarak pandang sekitar 10 meter. Saya menyelam selama 37 menit dengan kedalaman maksima 27 meter dan kedalaman rata-rata 15-18 meter.
Setelah beristirahat sambil makan siang di salah satu pantai di Pulau Sangiang, kami melanjutkan penyelaman kedua di titik yang tak jauh dari pantai tempat kami beristirahat. Nama titik ini adalah Tanjung Bajo.
Awal penyelaman, kami langsung diterpa arus. Kami pun melakukan drift-diving (menyelam mengikuti arus) sembari menikmati keindahan terumbu karang yang lebih kaya dari titik penyelaman pertama.
Namun menjelang akhir penyelaman, situasi berubah. Saat sedang melakukan safety-stop (menyelam di kedalaman 5 meter untuk melepaskan kandungan nitrogen), tiba-tiba muncul arus bawah (down current).
Arus ini datang tanpa kami sadari. Saya bahkan sempat mengira dive computer saya rusak karena tiba-tiba menunjukkan kedalaman bertambah meski saya berusaha naik. Dari kedalaman 5 meter, tiba-tiba langsung drop ke 12 meter dalam waktu singkat! Namun Submersible Pressure Gauge (alat pengukur tekanan dan kedalaman yang terletak pada selang regulator) menunjukkan hal yang sama.
Belum lagi tiba-tiba saya kehilangan buddy dan orientasi. Sekeliling berwarna biru! Saya sempat panik, tapi tetap berusaha menenangkan diri. Apalagi udara di dalam tangki tinggal seperempat. Agar terhindar terseret arus makin ke dalam, saya pun memutuskan untuk naik ke permukaan.
Begitu di permukaan, barulah saya tahu posisi saya. Ternyata kami semua terpencar-pencar cukup jauh. Kapal pun langsung datang menjemput kami satu per satu. Saya bersyukur masih bisa lolos dari seretan arus bawah yang mengerikan tadi. Dive computer saya mencatat kedalaman maksimal 24 meter dengan lama penyelaman 47 menit.
Arus di Sangiang ini menambah pengalaman saya untuk tetap berusaha tenang dalam menghadapi situasi sulit. Meski bisa dibilang ini nearly death experience, saya bersyukur dan senang dengan trip ini.
ngeri dab 😐