Saya bisa dibilang beruntung, karena selama tinggal di Berlin, saya bisa dibilang hampir tidak pernah kangen dengan makanan Indonesia.
Meski tidak semua jenis makanan bisa didapat, apalagi tersedia dengan mudah, namun mayoritas makanan Indonesia bisa didapatkan.
Terima kasih kepada para penjual makanan di Instagram yang membuka jasa P.O. atau pre-order berbagai makanan Indonesia.
Meski hanya bermodalkan Instagram, para penjual makanan di Instagram ini termasuk serius menekuni usaha mereka.
Bisa dibilang, ini adalah salah satu bentuk UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) karena meski terlihat kecil, namun pelanggannya cukup banyak.
Beberapa di antaranya bahkan memiliki kios tetap yang memudahkan saya untuk membeli makanan Indonesia tanpa perlu menunggu P.O.
Tidak hanya cita rasa makanan yang enak dan selalu dijaga, para penjual makanan di Instagram ini juga memikirkan kemasannya dengan serius.
Di Berlin, makanan dikemasi dengan kemasan khusus, di mana materialnya merupakan material yang dapat didaur ulang.
Wadah makanan ini biasanya berbahan dasar kertas daur ulang yang bisa diurai di alam.
Sebagai identitas, stiker label makanan ditempel ke wadah kemasan lengkap dengan logo atau nama usaha mereka.
Dari beberapa penjual makanan Indonesia ini, saya paling suka adalah Kakatua Berlin dan Daily Warteg.
Sebenarnya ada beberapa penjual makanan lagi, namun kedua penjual makanan Indonesia ini yang paling sering saya pesan makanannya karena selain enak, mereka juga serius menjalankan UMKM mereka.
Kakatua Berlin menggunakan sistem P.O. di mana setiap pekan atau dua pekan sekali, ia mengumumkan menu apa yang bisa dipesan melalui Instagram.
Usaha ini dikelola oleh dua orang Indonesia yang masakannya cenderung berupa makanan rumahan atau katering.
Desain label yang digunakan oleh Kakatua Berlin sangat sederhana namun cantik dan menarik.
Dengan latar belakang putih dan logo bergambar burung kakatua, membuat usaha makanan Indonesia ini gampang dikenal.
Kakatua Berlin seringkali menambahkan kartu ucapan “selamat menikmati” lengkap dengan tulisan tangan kepada pemesannya.
Sentuhan personal ini semakin mengukuhkan kesan hangat.
Konsumen Kakatua Berlin juga tidak hanya orang Indonesia, namun bule-bule Jerman dan Eropa juga menyukai makanan dari Kakatua Berlin.
Karena Kakatua Berlin tidak memiliki kios, mereka menyediakan layanan pengantaran dan juga layanan pengambilan, di mana pada waktu yang ditentukan, pemesan mengambil makanan di lokasi yang disepakati.
Jika Kakatua Berlin mengandalkan model pemesanan, beda halnya dengan Daily Warteg.
Daily Warteg yang juga dimiliki oleh orang Indonesia ini memiliki kios kecil.
Meski namanya mengandung kata “warteg”, makanan yang dijual bukan berupa makanan yang biasa dijual di warteg atau warung tegal.
Awalnya Daily Warteg hanya menerima pesanan untuk dibawa pulang, namun lama-lama kios kecilnya berubah menjadi warung kecil yang bisa didatangi pengunjung untuk makan.
Kadang kala Daily Warteg juga membuka P.O. menu khusus yang tidak ada di menu kiosnya.
Untuk pengambilan makanan pesanan menu khusus, Daily Warteg hanya menerima pengambilan di kios.
Namun untuk menu reguler mereka, saya sering memesan melalui aplikasi pengantaran makanan seperti Wolt dan Lieferando.
Desain label Daily Warteg juga menurut saya cantik, dengan latar belakang berwarna kuning dengan logo mangkok menjadikan Daily Warteg mudah diingat.
Informasi tentang daging apa yang digunakan juga bisa dilihat dari desain label ini.
Mulai dari ayam, sapi, babi, ikan, dan juga vegan/vegetarian bisa dilihat dari desain labelnya.
Meski berupa UMKM, baik Kakatua Berlin dan Daily Warteg sepertinya benar-benar memikirkan logo dan label yang digunakan dalam kemasannya.
Saya sendiri tidak tahu apakah mereka membuat sendiri desain label tersebut atau menggunakan jasa desain perusahaan desain atau para freelancer yang bisa disewa dari layanan freelancing, seperti Fastwork.
Menggunakan jasa dari para freelancer oleh pelaku UMKM menurut saya mempunyai keuntungan, yaitu selain biayanya yang terjangkau, kualitas karya mereka juga sangat bagus.
Belum ada yang menjual menu selat Solo ya, Mas Zam?😁