Media sosial makin ke sini rasanya makin tidak asyik.
Dulu saya termasuk kalangan early adopter, nyobain setiap layanan baru dan tidak ingin merasa FOMO (Fear Of Missing Out).
Saya bahkan sempat bekerja di perusahaan yang melakukan analisis terhadap fenomena media sosial ini, yang sayangnya perusahaan tersebut tidak dapat meneruskan usahanya.
Saat Twitter baru pertama kali muncul, saat itu namanya masih Twttr, saya termasuk dalam angkatan awal orang Indonesia yang punya Twitter, di urutan nomor 29.
Saat itu dunia Twitter termasuk seru, belum ada istilah buzzer, selebtwit, apalagi kadrun.
Semua berasa teman, bisa ngobrol apa saja, berpendapat dengan bebas, tanpa takut didatangi “tukang bakso ninu-ninu”, meski drama-drama juga lama-lama bermunculan.
Instagram juga sama, sebelum perusahaan tersebut diakuisisi oleh Facebook.
Dulu, aplikasi Instagram hanya bisa tersedia di perangkat iOS untuk pengguna iPhone.
Saya yang saat itu hanya punya ponsel Android, bahkan nge-hack untuk bisa membuat akun Instagram meski tidak punya iPhone, saking penasarannya.
Saat itu Instagram hanya bisa berbagi foto, dan saya yang sedang ingin belajar foto, berakhir membeli iPhone 4s yang saat itu belum beredar di Indonesia sehingga harus beli di Singapura.
iPhone 4s tersebut saya beli melalui forum Kaskus, dari seseorang yang biasa menjual barang-barang dari Singapura, dengan harga sekitar 8 juta rupiah.
Jika dipikir-pikir, gila juga ya waktu itu. Maklum, namanya juga anak muda.
Saya belajar banyak tentang fotografi dengan ponsel melalui iPhone tersebut, plus saya kenal dengan fotografer senior yang tidak pelit membagikan ilmunya.
Setelah Instagram melebarkan layanan ke Android, saya pun meninggalkan iPhone dan kembali ke Android, menggunakan akun Instagram yang sama.
Seluruh foto di akun Instagram saya dipotret menggunakan ponsel, dari Android lawas, iPhone, Xiaomi, dan ponsel sekarang.
Saya berusaha mempertahankan kebiasaan memotret dengan minimum editing (hanya cropping), bahkan filter tidak saya gunakan, kecuali di era-era awal karena kamera ponselnya terbatas.
iPhone 4s tersebut adalah iPhone pertama dan terakhir saya, dan saat ini saya belum terpikir untuk menggunakan iPhone lagi.
Alasannya tentu adalah harganya, meski sebenarnya saya mampu, tapi saya masih belum mau.
Di antara masa-masa Twitter dan Instagram, muncul satu layanan media sosial lain, yaitu Plurk dan Path.
Path yang saat itu hanya membatasi lingkar pertemanan hanya 500 orang dan terasa sangat eksklusif tersebut akhirnya tumbang.
Untungnya saya sempat mengunduh seluruh arsip saya di Path, dan mungkin saya akan mengunggahnya suatu hari nanti.
Plurk ini menarik, karena layanan yang berbasis di Taiwan ini muncul 2 tahun setelah Twitter, yaitu pada 2008.
Dengan konsep yang unik, yaitu garis waktu (timeline) horisontal, plus interaksi berupa komentar, fitur gamifikasi dengan konsep Karma, dan emoticon, yang saat itu jauh lebih unggul dari Twitter.
Plurk saya tinggalkan sekitar awal November 2009 dan banyak aktif di Twitter, karena banyak kawan yang bermain Twitter.
Yang membuat saya terkejut, ternyata Plurk masih ada, dan beberapa teman lama saya masih cukup aktif di sana.
Saya yang mencoba mulai mengurangi penggunaan Twitter karena terlalu berisik dan penuh dengan hal-hal menyulut emosi, kini kembali melirik ke Plurk.
Seringkali saya ingin menumpahkan emosi, makian, cacian, karena melihat tingkah netizen yang menyebalkan, akhirnya mengurungkan niat karena takut viral dan menimbulkan masalah.
Puncaknya, saat Elon Musk, tokoh yang menurut saya cukup menyebalkan (jika merujuk istilah sekarang, problematic) membeli Twitter seharga 44 juta dolar.
Alasannya untuk “menjaga kebebasan berpendapat” di Twitter menurut saya tidak masuk akal, ngadi-ngadi (mengada-ada).
Di situ lah saya akhirnya memutuskan untuk kembali ke Plurk, setidaknya untuk menumpahkan uneg-uneg dan kekesalan yang saya baca dari Twitter.
Tentu saja, saya harus menyesuaikan kembali konsep timeline yang selama ini digunakan oleh Twitter ke konsep Plurk.
Jika ada yang menggunakan Plurk, mari kita berteman!
Wow ada gitu yg rajin nyatet 100 pengguna twitter pertama. Surprise. Punya plurk juga tapi masalah nya sama lupa password 🤣. Soal Elon Musk orang kontroversial ya. Sosmed itu memang senjata pengarahan opini yg luar biasa. Moga2 nggak ada negara yg nggak berhentu bertempur, pecah atau perang😅 saudara…