Di Berlin banyak sekali acara-acara kesenian, dari yang klasik hingga yang kontemporer, ada semua.
Sejak pandemi, acara-acara kesenian semacam ini sempat ditiadakan, namun seiring dengan melonggarnya aturan kesehatan, acara-acara kesenian semacam ini diperbolehkan kembali.
Pada Minggu, 3 April 2022, atau bulan Ramadan hari kedua di Jerman, kami mengunjungi lokasi pertunjukan seni instalasi kontemporer Dark Matter.
Lokasi ini juga cukup nyentrik, karena berada area Lichtenberg, di pinggiran timur Berlin, yang berada di samping Pembangkit Listrik dan Panas milik Vatenfall yang gedungnya membuat saya seperti terlempar ke masa Perang Dunia kedua.
Selain kawasan industrial, lokasi ini berada di samping sebuah klub malam Sysphos yang menambah kesan nyentrik.
Tidak heran karena di Berlin area timur, warganya memang lebih banyak anak muda dan pendatang yang memiliki berbagai latar belakang.
Kami sebelumnya sudah membeli tiket secara online, dan kami sengaja memilih jam kedatangan pada pukul 12.00 satu jam setelah jam buka untuk menghindari antrean banyak orang.
Selain itu karena terkait aturan pandemi, tiket hanya bisa dibeli dua minggu sebelumnya.
Saat sampai, rupanya sudah terdapat antrean, meski tidak panjang.
Setelah menunjukkan kode QR tiket yang kami beli seharga 16€ per orang termasuk ongkos pemesanan, kami diberi arahan dalam Bahasa Inggris oleh petugas.
Karena ini Berlin timur, penggunaan Bahasa Inggris cenderung lebih banyak digunakan, apalagi banyak anak muda dan pendatang di kawasan ini.
Pemakaian masker masih diwajibkan, meski pada tanggal 6 April 2022, pengunjung boleh masuk tanpa menggunakan masker, seiring dengan pelonggaran aturan pandemi.
Dark Matter
Dark Matter adalah ruang pamer seni yang memadukan instalasi, gerakan, cahaya, dan suara, yang memberikan sensasi baru antara digital dan analog.
Ada 7 buah ruang pamer yang masing-masing memiliki tema dan sensasi berbeda-beda.
Pameran ini merupakan karya seniman cahaya Christopher Bauder dan studio desainnya, WHITEvoid.
Studio ini memang cukup terkenal dengan karya-karya mereka, yang mana karya terakhir mereka adalah LICHTEGRENZE yang memadukan 8.000 balon cahaya untuk memperingati 25 tahun runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 2014.
Saat masuk, saya sempat mengambil brosur untuk mendapatkan informasi tentang instalasi yang disajikan.
Selain dari brosur, informasi panduan bisa juga dibaca di halaman panduan pada situsnya.
Liquid Sky
Ruang pertama berisi lebih dari 800 LED yang dipasang di langit-langit dengan konfigurasi berombak.
Cermin terpasang pada dinding di seluruh sisi ruangan, memberikan efek tak terhingga.
LED menyala bergantian mengikuti irama musik 8-channel karya komponis Belanda, Boris Acket.
Efek yang ditimbulkan sungguh dahsyat, di mana langit-langit seperti bergerak mengikuti gerakana ombak.
Gerakan ini diatur oleh algoritma yang mengikuti gerakan-gerakan pada alam.
Tak heran jika seni instalasi ini disebut dengan Liquid Sky, karena efeknya memang seperti langit yang cair dan bergerak seperti cairan.
Inverse
Dari ruang Liquid Sky, kami berpindah ke ruang selanjutnya yang bernama Inverse.
Seni instalasi kedua ini menjadi salah satu favorit saya, di mana saya menghabiskan waktu cukup lama di sini.
Instalasi seni di ruangan ini terdiri dari 169 bola berwarna hitam yang digantunga dengan kabel yang bisa bergerak naik dan turun.
Seluruh bola ini membentuk kumpulan berbentuk segi enam dengan latar belakang layar besar di dinding berwarna putih.
Di depan instalasi tersedia beberapa bantalan tempat duduk untuk pengunjung yang ingin menikmati dengan lebih intensif.
Saya pun duduk di salah satu bantal dan menikmati pertunjunkan.
Musik karya Boris Acket seakan menyatu dengan gerakan-gerakan bola-bola ini, seakan-akan membawa saya ke dimensi lain.
Saya seolah-olah terhiptnotis dengan obyek hitam bergerombol yang bergerak naik turun membentuk berbagai formasi ini.
Circular
Setelah cukup lama menghabiskan waktu di Inverse, kami beranjak ke ruang ketiga, yaitu Circular.
Sayangnya seni instalasi di ruangan ini tidak semenarik dari instalasi sebelumnya, padahal ini adalah ruang penutup dari trilogi “Tryptich” bersama dua seni instalasi sebelumnya.
Seni instalasi ini terdiri dari 3 buah cincin lingkaran dengn ukuran yang berbeda-beda.
Ketiga lingkaran ini bisa menyala dan bergerak ke berbagai sumbu, yang sekan-akan bisa menari.
Musik yang digunakan juga mampu menghipnotis yang membuat pengunjung seperti diculik oleh alien.
Seni instalasi ini menggambarkan kesatuan, kebebasan, keterhubungan, dan kesempurnaan tak berujung.
Bonfire
Ruang pamer berikutnya terletak terpisah, di mana untuk menuju ke sini, kami keluar melewati halaman yang terdapat toilet.
Bonfire adalah ruang pamer berikutnya yang memberikan nuansa berbeda.
Seperti namanya, Bonfire menyajikan seni instalasi seperti sebuah api unggun besar, di mana di sekelilingnya terdapat kursi-kursi malas yang bisa diduduki pengunjung.
LED panjang berbagai ukuran yang berjumlah 162 buah disusun setinggi 5 meter membentuk ilusi api unggun besar.
Kami duduk di kursi dan merasakan seolah-olah kami berada di tengah malam, menikmati api unggun tanpa panas api.
Di langit-langit terdapat LED yang tersebar memberikan kesan bintang yang bertebaran di tengah malam.
Suara karya KlingKlangKlong menambah nuansa keheningan malam tersebut.
Polygon Playground
Di ruang seni selanjutnya, kami tidak banyak menghabiskan waktu karena di ruangan ini banyak anak-anak yang bermain dan berinteraksi dengan karya yang ada.
Seni instalasi yang dipasang di ruangan ini berupa gundukan berbentuk bukit-bukit yang merupakan hasil karya komputer secara 3 dimensi.
Proyeksi 360 derajat ditembakkan ke gundukan ini yang membentuk berbagai bentuk.
Terdapat sensor yang akan bereaksi terhadap gerakan yang ada di gundukan ini.
Anak-anak dan orang dewasa bisa naik, memanjat, duduk, dan bermain dengan sensor-sensor gerakan ini untuk mengubah-ubah corak yang dihasilkan.
Sesuai namanya, seni instalasi ini terdiri dari banyak bentuk alias polygon dan bisa dimainkan, alias menjadi playground.
Grid
Seni instalasi berikut ini menjadi favorit saya juga, di mana saya sangat menikmati seni instalasi ini.
Begitu masuk, kami disuguhi dengan kepulan kabut yang dibuat oleh smoke machine dan suara musik tekno yang sedikit mengingatkan saya akan suasana klub di Berlin.
Bean bag terlihat berserakan dan pengunjung rebahan menikmati pertunjukan lampu di langit-langit.
Setelah mendapatkan tempat, saya merebahkan diri di salah satu bean bag dan melihat ke instalasi LED berbentuk segitiga.
LED segitiga ini bergerak naik turun, memancarkan cahaya warna-warni kelap-kelip, yang mampu menghipnotis saya.
Pengunjung yang memiliki sensitivitas terhadap cahaya atau memiliki penyakit epilepsi tidak disarankan berada di ruangan ini.
Lagu tekno karya komposer Robert Henke dipancarkan dengan asyik oleh sistem tata suara 3D Holoplot.
Tone Ladder
Ruang instalasi terakhir ini semacam ruang instalasi penggembira, di mana sesuai namanya, seni intalasi ini berupa tangga bernada.
Empat buah tangga biasa diberi sensor pada anak tangganya, di mana saat anak tangga ini disentuh atau diinjak, akan mengeluarkan bunyi tertentu.
Tidak hanya suara, lampu-lampu juga akan bereaksi sesuai dengan tangga yang disentuh.
Di beberapa tangga, suara yang dihasilkan berupa suara alat musik perkusi, atau suara ritmik yang jika beberapa orang memainkan bersama, akan menimbulkan lagu yang kacau namun seru.
Karena pandemi, pengunjung di ruangan ini dibatasi maksimal 3-4 orang, sehingga di luar banyak orang yang mengantre bergantian untuk masuk.
Seperti biasa, video-video saya unggah ke Instagram Storya yang kemudian saya jadikan Sorotan.
Tadi aku cek Highlightnya dulu. Kalo dibaca aja, agak kurang kebayang, tapi setelah liat videonya, langsung sukaaaa 😍. Naaah kalo seni installation nya begini aku suka. Bisa nikmatin. Waktu itu di JKT ada pameran seni instalasi, tapi ntah apa maksudnya. Ga bisa nikmatin aku.
Aku juga suka yg bola2 hitam itu mas. Musiknya misterius gitu, kayak di film2 thriller 🤣. Kalo yg liquid sky, mirip2 Ama air menari yaaa, tapi ini dlm bentuk lampu. Keren sih