Saya kembali teringat perjalanan saya ke Raja Ampat di penghujung 2012. Sebagai penyelam, saya sungguh bersyukur bisa mengunjungi “mekkah-nya” para penyelam tersebut dan masih ingin kembali ke sana.
Tahun 2014 ini, Raja Ampat menjadi tuan rumah acara tahunan Sail Raja Ampat 2014, setelah Sail Bunaken 2009, Sail Banda 2010, Sail Wakatobi-Belitung 2011, Sail Morotai 2012, dan Sail Komodo 2013.
Acara Sail Raja Ampat 2014 yang puncaknya diadakan pada 23 Agustus 2014 di Pantai Waisai Torang Cinta, selain bertujuan untuk mengenalkan wisata bahari, juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Papua Barat, terutama Raja Ampat.
Rasanya tak salah jika Raja Ampat menjadi tuan rumah acara bertaraf internasional ini. Keindahan alam dan kekayaan budaya yang wonderful tentu bisa menjadi magnet untuk wisatawan lokal maupun mancanegara.
Keindahan Alam
Membicarakan Raja Ampat tentu tak akan ada habisnya. Yang terpikir ketika mendengar kata “Raja Ampat” pasti tak lepas dari pemandangan alam eksotis Indonesia Timur. Yang paling menjadi sorotan saya sebagai penyelam tentu keindahan alam bawah lautnya.
Pada tahun 2001-2002, tim dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penelitian yang mencatat di perairan Raja Ampat terdapat lebih dari 540 jenis hard coral (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, dan 700 jenis mollusca hidup di kawasan ini.
Di beberapa kawasan, terumbu karangnya masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara Pulau Waigeo dan Pulau Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepualauan Misool Tenggara, dan Kepulauan Wayag.
Saya menjadi saksi keindahan laut Raja Ampat. Berbagai jenis ikan beragam ukuran bisa ditemukan di sini. Mulai dari glass fish berukuran beberapa milimeter yang melimpah ruah hingga manta yang ukurannya bisa mencapai lebar 6 meter. Belum lagi gerombolan ikan beraneka warna hingga hiu bersirip hitam dan hewan endemik Raja Ampat, wobbegong alias hiu karpet.
Pantas jika Raja Ampat kerap disebut sebagai tempat “naik haji” para penyelam, karena kekayaan lautnya yang melimpah ruah tiada duanya.
Tak hanya bawah laut, kepulauan Raja Ampat memiliki lansekap unik yang tak ditemukan di tempat lain. Bukit-bukit karang menjulang ditumbuhi semak menghijau beralas laut berwarna biru-tosca menjadi icon Raja Ampat. Siapa yang tak kenal Wayag atau Fainemo, yang fotonya kerap muncul di majalah atau situs wisata.
Mendaki ke puncak Wayag, meski susah payah dan dan tak mudah, kita akan diganjar dengan pemandangan luar biasa dan wonderful!
Belum pantai-pantai berpasir putih yang dapat dengan mudah dijumpai di Raja Ampat. Flora dan fauna endemik seperti cendrawasih merah, cendrawasih Wilson, maleo waigeo, beraneka burung kakatua dan nuri, kuskus waigeo, serta berbagai macam anggrek masih bisa dijumpai di sini.
Kebudayaan Lokal
Masyarakat yang tinggal di Kepulauan Raja Ampat diduga berasal dari Suku Biak. Namun agak berbeda dengan kerabat mereka yang tinggal di Pulau Papua yang sebagian besar hidup berburu atau bercocok tanam, masyarakat di Raja Ampat hidup sebagai nelayan.
Selain menangkap ikan, masyarakat di Raja Ampat juga terampil menghasilkan kerajinan. Biasanya kaum perempuan membuat kerajinan anyaman dengan bahan dasar pandan laut. Hasil kerajinannya pun beragam, mulai dari topi hingga noken (tas khas Papua).
Jika datang di bulan Agustus, banyak festival budaya digelar di bulan ini. Salah satu festival yang terkenal adalah Festival Bahari. Di festival ini, selain banyak ditampilkan tari-tarian khas Papua juga digelar aneka macam kuliner khas Papua.
Beberapa desa di Raja Ampat juga telah ditetapkan menjadi desa wisata. Salah satu desa wisata yang pertama adalah Desa Wisata Arborek. Masyarakat di Arborek terkenal ramah dan sangat rajin. Selain melaut, mereka menyalurkan kepekaan seni mereka dalam membuat kerajinan dari daun pandan laut.
Di desa ini, selain melihat lebih dekat kehidupan warga, bawah laut pulau ini juga menjadi salah satu titik penyelaman unggulan. Saya teringat saat di desa ini, saya bertemu anak-anak kecil yang tengah memancing dari dermaga hanya dengan menggunakan seutas senar dan mata kail, tanpa umpan. Tak berapa lama, senar di tarik, dan seekor cumi-cumi tertangkap.
Selain Arborek, Desa Wisata Sauwandarek yang terletak di bagian barat Waisai, ibu kota kabupaten Raja Ampat ini layak jadi tujuan lain. Rumah di desa wisata ini dihuni oleh 46 keluarga atau sekitar 179 penduduk yang masih tinggal di dalam rumah yang beratapkan daun jerami (rumah honai).
Jika ingin mencoba makanan khas Papua, cobalah makan sagu yang telah diolah menjadi papeda dan makan bersama ikan bakar. Jika punya nyali, memakan mentah-mentah ulat sagu yang ukurannya sebesar jempol orang dewasa bisa menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
Kearifan Lokal
Demi menjaga kelestarian alamnya, masyarakat Raja Ampat memegang teguh adat dan aturan yang berlaku. Salah satu adat yang dipegang adalah adanya sistem sasi (larangan adat melaut) dan zonasi (kawasan yang boleh digunakan untuk mencari ikan).
Desa Arborek merupakan salah satu pelopor di antara 18 desa di Papua Barat yang telah memulai pengembangan konservasi lokal kekayaan laut berbasis masyarakat. Desa Arborek telah mendapatkan reputasi yang luar biasa diantara otoritas lokal dan masyarakat internasional.
Dengan bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pusat penelitian, dan organisasi non-pemerintah, masyarakat lokal di desa ini telah berhasil merumuskan peraturan daerah, penamaan kawasan konservasi mereka yaitu, Mambarayup dan Indip.
Secara umum, masyarakat di Raja Ampat baik, ramah, jujur, dan menyenangkan. Mereka memperlakukan dan menjamu tamu dengan baik. Ini merupakan alasan saya yang lain ingin mengunjungi kembali Raja Ampat.
Jika ada kesempatan, saya ingin mengunjungi Misool yang berada di gugus selatan. Jika daerah utara Raja Ampat banyak memiliki ragam jenis ikan, daerah di selatan Kabupaten Raja Ampat ini terkenal dengan terumbu karangnya.
Ah, so wonderful. Wonderful Indonesia, wonderful Raja Ampat!
Mantab… belum sempet menjelajahi bawah laut raja ampat euy… Nabire dulu deh berenang bareng whale shark 🙂