Sebelumnya saya tidak pernah bermimpi bisa terbang. Buat saya, naik pesawat terbang merupakan kemewahan.
Ingatan saya pun melayang ke masa lampau, pada sore hari bersama teman mengayuh sepeda menuju Bandara Adi Soemarmo, Solo.
Kami menempuh jarak puluhan kilometer hanya untuk melihat pesawat terbang yang mendarat atau lepas landas dari luar pagar landasan. Terucap keinginan, kapan saya bisa berada di dalam burung besi dan terbang menuju angkasa?
Hingga pada tahun 2010 saya mengenal AirAsia, maskapai yang menawarkan konsep penerbangan berbiaya rendah (low cost carrier). Awalnya saya ragu, apa benar saya bisa terbang dengan biaya yang murah? Apakah impian saya untuk terbang bisa terwujud?
Pertengahan Juli 2010, penerbangan pertama saya bersama AirAsia menjadi momentum yang spesial dan tak terlupakan. Berbekal tiket promo, saya terbang ke Guilin, Cina, melalui Kuala Lumpur dari Jakarta. Penerbangan ini menjadi penerbangan pertama saya merasakan yang namanya backpacking ke luar negeri.
Saya kembali teringat bagaimana saya menghadapi tantangan berada di negeri antah-berantah, yang bahasanya saja saya tak mengerti. Namun saya bisa bertahan seminggu di sana, dengan mendapat pengalaman dan wawasan baru.
Sejak saat itu saya punya hobi baru: berburu tiket promo. Memesan tiket jauh-jauh hari dengan harga yang “di luar logika” menjadi ritual mendebarkan yang ditunggu. Tentu banyak suka duka saat berburu tiket promo. Paling seru adalah saat begadang menunggu waktu buka penawaran tiket promo.
Yang paling menjengkelkan adalah saat situs AirAsia.com kewalahan dan tidak bisa dibuka karena melayani banyaknya pemesanan. Kerap kali terjadi ketika tanggal dan harga sudah didapat, namun gagal saat akan melakukan pembayaran. Ketika diulang, harga sudah berubah dan ini cukup membuat frustasi.
Namun sering juga saya mendapatkan tiket yang promo diinginkan. Kepuasan saat berhasil mendapatkan tiket sungguh tidak terkira.
Selain tiket promo, melalui AirAsia pula saya merasakan apa yang disebut efisiensi. Saya suka dengan konsep AirAsia yang menerapkan “hanya bayar yang dibutuhkan”. Misal jika kita tidak ingin makan saat di atas ya kita tidak perlu membeli makanan. Begitu juga saat kita tidak memerlukan bagasi, kita tidak perlu membayar biaya bagasi. Namun sayang, kebijakan tanpa bagasi AirAsia kini tidak berlaku di penerbangan domestik Indonesia.
Efektivitas merupakan faktor lain kenapa saya suka dengan AirAsia. Dengan didukung inovasi teknologi, AirAsia yang menyediakan fasilitas check-in manual dan cetak boarding pass melalui situs web, aplikasi, dan mesinย kiosk mempermudah dan mempercepat proses check-in. Penumpang pun bisa dengan nyaman dan cepat melakukan proses check-in secara mandiri tanpa perlu antre di counter.
Sepengetahuan saya, AirAsia yang pertama kali menerapkan konsep check-in mandiri, yang kini banyak diikuti oleh maskapai penerbangan lain di Indonesia. Bahkan, era penerbangan berbiaya rendah dimulai dengan masuknya AirAsia.
Meski berbiaya rendah, bukan berarti kualitas layanan AirAsia ikut rendah. Justru menurut saya, layanan AirAsia bisa disandingkan dengan layanan maskapai full-abroad. Ketepatan waktu terbang merupakan faktor utama kenapa saya memilih AirAsia.
Hampir setiap penerbangan saya dengan AirAsia selalu tepat waktu. Jika ada keterlambatan, itu pun tak pernah lebih dari 2 jam. Saat berada di pesawat, awak kabin meminta maaf jika ada keterlambatan.
Di pesawat, layanan AirAsia juga bisa dibilang bagus. Para pramugari yang cantik dan pramugara yang ganteng dengan sigap melayani penumpang dengan tersenyum.
Makanannya menurut saya juga enak, meski kadang penampilannya berbeda dengan tampilan di brosur. Menunya bernunansa Asia, semacam nasi lemak atau nasi padang, yang cocok di lidah. Tidak hanya itu, menunya pun sering menyesuaikan dengan tujuan penerbangan, misal jika kita ke Thailand, makanannya juga bernuansa Thailand.
Soal hiburan, majalah penerbangan Travel 3Sixty menjadi teman perjalanan yang menyenangkan. Informasi yang tertulis di majalah ini sering menjadi referensi tujuan saya berikutnya. Bahasanya juga enak dibaca, foto-fotonya pun memukau.
Pantas saja jika AirAsia menyabet gelar World’s Best Low Cost Airline dari Skytrax sebanyak 6 kali berturut-turut! Prestasi yang sangat membanggakan.
Dari pengalaman saya terbang bersama AirAsia, saya mendapat pelajaran bahwa murah bukan berarti murahan. AirAsia, menurut saya kurang tepat disebut dengan penerbangan murah, namun penerbangan hemat.
Konsep hemat AirAsia bukan hanya di biaya, tapi juga waktu dan sumber daya. AirAsia bisa memangkas hal-hal tak perlu, semacam antrean yang terlalu lama, sehingga pelayanan bisa lebih cepat dan tepat waktu, yang ujung-ujungnya adalah kenyamanan penumpang.
Saya teringat dengan kisah Tony Fernandes, CEO dan pemilik AirAsia, ketika kuliah di Inggris. Saat itu ia ingin pulang kampung namun tak punya ongkos. Dia bercita-cita membuat maskapai penerbangan di mana orang-orang yang tidak punya uang bisa terbang dan pulang ke tempat orang-orang yang disayangi.
Melalui AirAsia, cita-cita Tony Fernandes kini tidak hanya merubah hidupnya, namun mengubah hidup banyak orang, termasuk saya. AirAsia telah menerbangkan banyak orang, sesuai semboyannya now everyone can fly.
Tidak hanya soal terbang, AirAsia juga mengajarkan tentang konsep pelayanan yang bagus, yang berawal dari hemat, inovasi, dan efisiensi.
AirAsia menjadi pilihan pertama saya untuk setiap penerbangan pribadi maupun urusan pekerjaan. Saya berharap AirAsia bisa mempertahankan kualitas dan meningkatkan pelayanan melalui inovasi-inovasi yang berprinsip pada hemat, efisiensi, dan menyenangkan.
AirAsia telah “menerbangkan” impian saya. Selamat ulang tahun ke-10, AirAsia Indonesia! Terima kasih!
Galeri Foto
Foto diambil dari Instagram @matriphe
podo dab, kl bukan gara-gara air asia aku gak mungkin bisa reunian sampai Pulau Kyushu yang sudah lama aku mimpikan hihihi~